Pengalaman Muslim dan Santri Live in di Jepang 12 Hari Lamanya

Pengalaman Muslim dan Santri Live in di Jepang 12 Hari Lamanya

Pengalaman Muslim dan Santri Live in di Jepang 12 Hari Lamanya

Ahmad Nashriel Haafed (Nashriel) berkaca-kaca. Seperti mimpi, ia bersama dengan kesebelas temannya terpilih ikut program Live In di Jepang.

Mereka berangkat pada hari Selasa (10/9) pukul 07.00 dari Pondok Pesantren Bumi Cendekia. Tidak sekadar melakukan studi banding sebagaimana sekolah pada umumnya. Santri SMA Bumi Cendekia ini akan belajar dan tinggal bersama warga Jepang di Yokohama.
Sejumlah 12 siswa/santri akan mengunjungi sekolah internasional di Tokyo, KBRI, Tochigi Yokohama serta sebuah pesantren di Ibaraki.

Di sana, mereka akan belajar tentang mengelola pesantren di negara yang mayoritas nonmuslim dan menempatkan agama sebagai wilayah privat yang sangat berbeda jauh dengan di Indonesia. Mereka juga belajar bagaimana merawat hutan, pertanian, dan membuat kerajinan.

Kelak, sepulang dari Jepang, siswa/santri mendapat tugas menulis esai tentang pengalaman mereka selama live in untuk dibukukan.
Lebih jauh Nashriel menuturkan bahwa mereka sudah menyiapkan paspor, visa, tiket pesawat dan mendapat pembekalan dari dosen Sastra Jepang FIB UGM. Mereka pun belajar fiqih minoritas agar bisa bijak dalam menyikapi keadaan di sana.

Ubaidillah Fatawi M Pd, Kepala SMA dan Pesantren Bumi Cendekia mengungkapkan program Live In diterapkan sebagai bagian dari proses pembelajaran santri setiap tahun ajaran.

“Pada tahun pertama live in, fokus pada konservasi misalnya bunga anggrek, penyu, brung hantu, dan lainnya,” jelasnya.

Tahun kedua, orientasi pada profesi, misal live in bersama keluarga peternak, perajin atau karyawan media elektronik sehingga santri memahami seseorang menjalani hidup dengan profesi masing-masing.

Tahun ketiga, berorientasi pada traveling, baik lokal maupun internasional.
“Tahun ketiga ini kita coba live in ke Jepang. Mengapa dipilih Jepang, salah satu faktor karena background kulturnya berbeda dengan Thailand, Filipina, Malaysia, ataupun Kamboja.

Selain itu, juga ada jejaring dengan PCINU di Jepang dan lembaga voulentir lainnya,” urai Ubaidillah saat jam rehat di komplek sekolah yang berada di Padukuhan Gombang Kalurahan Tirtoadi Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Selain 12 santri yang tinggal di Jepang, ada juga 5 santri yang ikut program Live In di Desa ledok, Ombo, Jember, Jawa Timur selama 12 hari. Di sana kelima santri akan belajar dan bekerja sama dengan komunitas Tanoker untuk memberdayakan anak-anak Migran melalui program literasi, permainan edukatif, outbound, dan belajar dengan Pesantren Kopi.

Program live In ini berjalan atas kerja sama SMA dan Pesantren Bumi Cendekia dengan Great Indonesia, NICE Japan, PCINU Jepang, dan komunitas Tanoker Jember.