Pendiri Pasar Muamalah yang terletak di Beji Depok ditangkap polisi. Tak sedikit masyarakat yang mempertanyakan penangkapan itu. Tujuan pendirian Pasar Muamalah adalah mengenalkan kepada masyarakat luas tentang protopype pasar di jaman Rasulullah. Barang-barang yang dijual juga terbatas jenis-jenis tertentu seperti sendal, pakaian ala-ala jaman Nabi.
Untuk melakukan transaksi, pengunjung terlebih dulu harus menukarkan uang miliknya dengan mata uang khusus yang disebut dirham dan dinar. Alat transaksi ini dibuat dari emas dan perak yang nilainya ditentukan dan disesuaikan dengan harga standar ANTAM. Pengelola pasar mengklaim bahwa sistem operasional pasar menggunakan sistem syariah.
Jadi, apa yang salah sehingga pendiri Pasar Muamalah ditangkap polisi? Ada yang berpandangan alasan penangkapan karena pasar yang beroperasi dua kali dalam seminggu ini tidak mengantongi ijin. Hanya saja alasan ini diragukan, kenapa masuk ke ranah pidana? Bukankah cukup Satpol PP Kota Depok saja yang membubarkan?
Ada yang menyebut penangkapan karena alasan mengedarkan dinar dan dirham. Tapi pendiri Pasar Muamalah menyangkal bahwa pihaknya mengedarkan dinar dan dirham mata uang asing. Dirham dan dinar yang digunakan sebagai alat transaksi merupakan produk lokal dengan ciri-ciri khusus yang tidak sama dengan dirham atau dinar luar negeri.
Di samping itu, ada juga yang berpendapat jika alasan penangkapan itu karena menggunakan mata uang tersendiri, bukan rupiah, maka bagaimana dengan transaksi di pasar mainan atau pasar wisata yang menggunakan uang buakn rupiah?
Pada dasarnya justru karena alasan-alasan ini pihak berwajib dapat menjerat masalah ini ke ranah pidana sesuai pasal 33 dan 34 Undang undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang.
Pasal 33
1. Setiap orang yang tidak menggunakan Rupiah dalam:
a. setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
b. penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
transaksi keuangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
2. Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Pada pasal 34 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2011 juga disebutkan:
Setiap orang yang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan promosi dengan memberi kata spesimen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Nah, kalau saja pengelola Pasar Muamalah menggunakan dinar dan dirham mainan, kemungkinannya malah tidak dijerat hukum pidana. Begitupun seandainya Pasar Muamalat itu tertulis dalam plang namanya sebagai Laboratorium Pasar, maka tidak akan terjadi penangkapan.
Bagaimanapun, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat memiliki simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga Negara Indonesia. Salah satu simbol kedaulatan negara tersebut adalah Mata Uang. Mata Uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia adalah Rupiah. Rupiah dipergunakan sebagai alat pembayaran yang sah dalam kegiatan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lagi pula kenapa di era pengembangan uang elektronik seperti saat sekarang, kita masih berjibaku dengan urusan uang dinar, dirham konvensional?