Pendidikan Anti Korupsi dalam Al-Qur’an

Pendidikan Anti Korupsi dalam Al-Qur’an

Pendidikan Anti Korupsi dalam Al-Qur’an

Pemberantasan korupsi bukanlah suatu pekerjaan yang mudah untuk dilakukan, khususnya di Indonesia. Jika ditinjau dari beberapa penyebab yang ada, maka pemberantasan dan pencegahannya pun harus dilakukan tindakan yang serius, dan kerja sama yang baik antara pemerintah, aparat penegak hukum dan seluruh masyarakat untuk bersama-sama memberantas korupsi.

Dalam hal ini, perlu kiranya mencari landasan teologis mengenai Korupsi agar masyarakat memiliki kesadaran untuk menghindarinya. Meskipun faktanya tidak sedikit pelaku korupsi adalah orang yang memahami agama.

Di dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang berkaitan denga korupsi. Salah satunya yang tercantum di dalam QS. Ali Imran 161:

وَمَا كَانَ لِنَبِىٍّ أَنْ يَغُلَّ وَمَنْ يَغْلُلْ يَأْتِ بِمَا غَلَّ يَوْمَ ٱلْقِيَامَةِ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ

Dan tidak mungkin seorang Nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barangsiapa berkhianat, niscaya pada hari kiamat dia akan membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.”

Dalam ayat tersebut ada poin yang dapat diambil; pertama, pentingnya mengetahui teori tentang korupsi. Banyak membaca, mempelajari Al-Qur’an, mengetahui korupsi ; sebab, akibat maupun jenisnya. Kedua, menanamkan kejujuran dan keadilan. Tidak menggunakan kekuasaan untuk korupsi.

Ketiga, pembentukan karakter anti korupsi. Segala usaha menjaga diri agar tidak terjerumus dalam korupsi (Tazkiyah). Keempat, keseimbangan antara balasan dan perbuatan merupakan aturan ilahi.  Kelima, pendidikan dengan hikmah dan terakhir kembali kepada Al-Qur’an sebagai pedoman utama kehidupan.

Dalam ayat lain Allah berfirman:

سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ فَإِن جَآءُوكَ فَٱحْكُمْ بَيْنَهُمْ أَوْ أَعْرِضْ عَنْهُمْ وَإِن تُعْرِضْ عَنْهُمْ فَلَن يَضُرُّوكَ شَيْئاً وَإِنْ حَكَمْتَ فَٱحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِٱلْقِسْطِ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلْمُقْسِطِينَ

Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram (Seperti uang sogokan dan sebagainya). Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), Maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang adil.”

Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan alsuht adalah harta haram. Ibn Khuzaim Andad, seperti yang dikutip oleh Al-Qurthubi, menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan al-suht adalah bila seseorang makan karena kekuasaanya. Itu lantaran dia memiliki jabatan di sisi penguasa, kemudian seseorang meminta sesuatu keperluan kepadanya, namun dia tidak mau memenuhi kecuali dengan adanya suap (risywah) yang dapat diambilnya.

Jika kembali dicermati, ayat tersebut menjelaskan praktek korupsi seperti yang terjadi pada konteks kekinian.

Adapun isyarat pendidikan anti korupsi dari ayat tersebut adalah tentang pentingnya mengetahui indikasi kebohongan yang dilakukan para koruptor untuk mengamankan perkara mereka. Seperti upaya orang-orang Yahudi dalam mempermainkan hukum sesuai kepentingan mereka, bahkan memojokkan Rasulullah sebagai hakim sebagaimana dalam ayat tersebut.

Berikutnya menumbuhkan rasa percaya diri dan keimanan kepada Allah (spiritual question) kecerdasan spiritual. Meyakini tidak akan hancur dan jatuh apabila meninggalkan korupsi. Biasanya ketika seseorang sudah merasa ketakutan akan kehilangan jabatan ataupun pengaruhnya, selalu berusaha menutupinya walaupun harus menyuap mahal untuk.

Dalam ayat lain Allah Swt juga berfirman dalam Q.S. al-Maidah (5) ayat 38

وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقْطَعُوۤاْ أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ ٱللَّهِ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Ibn Katsir dalam tafsirnya menjelaskan sebuah riwayat yang bersumber dari Abdullah bin Amr, ia mengatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan seorang wanita yang mencuri maka datanglah orang yang kecurian itu dan berkata pada Nabi saw. “Wahai Nabi, wanita ini telah mencuri perhiasan kami.”

Maka wanita itu berkata “Kami akan menebus curiannya.” Nabi bersabda, “Potonglah tangannya!” Kaumnya berkata, “Kami akan menebusnya dengan lima ratus dinar.” Maka Nabi Saw. pun bersabda, “Potonglah tangannya!” Maka dipotonglah tangan kanannya. Kemudian wanita itu bertanya. “Ya Rasul, apakah ada jalan untuk aku bertobat?” Jawab Nabi saw, “Engkau kini telah bersih dari dosamu sebagaimana engkau lahir dari perut ibumu”. Kemudian turunlah ayat tersebut.

Dari ayat tersebut memberikan pelajaran tentang pentingnya penegakan hukum yang adil dan tegas. Selain itu juga perlu membangun kekuatan iman sehingga tidak tergoda dengan limpahan harta untuk mengkhianati hukum tersebut. Rasulullah bersabda: “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan Engkau lemah.

Kekuatan yang dimaksud dalam hal ini adalah kekuatan iman, kekuatan dalam menjaga ketaatan kepada Allah, menjauhi larangannya. Menjaga diri dalam memperoleh yang halal dan menjauhi haram. Kekuatan iman akan mendorong seseorang mampu menghadapi godaan nafsu-setan; menahan diri dari berbuat maksiat; menahan diri dari perbuatan sia-sia; dan menahan diri dari pebuatan yang merugikan orang lain seperti korupsi.

Kekuatan iman mendorong seseorang mampu membaca situasi dan kondisi dengan benar. Kekuatan iman membuat pemiliknya mampu membaca tipu-daya musuh-musuh Allah terhadap umat Islam. Kekuatan iman pula yang menjadikan seseorang tidak takut kepada siapa pun selain Allah.

Ayat ini juga mengajarkan tentang pentingnya tazkiyatun nafs. Pembersihan diri. Baik dari sendiri, dengan berani mengakui kesalahan dan menerima hukuman. Ataupun dari orang lain, ketika hukum telah dilaksanakan dan orang yang bersangkutan mau bertaubat, maka patut untuk dihargai, sebagaimana Rasulullah berkata kepada perempuan tersebut : “Engkau kini telah bersih dari dosamu sebagaimana engkau lahir dari perut ibumu”.

Pesan terakhir ayat ini adalah agar umat Islam menyiapkan generasi berkarakter kuat (perkasa) dan bijaksana dalam menghadapi segala persoalan. Karena itulah Allah menutup ayat yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap pencuri yang berusaha menyuap tersebut.