Pemulihan Trauma untuk Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama (KBB)

Pemulihan Trauma untuk Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama (KBB)

Yang sering kali dilupakan dari pelanggaran kekerasan Kebebasan Beragama adalah para korbannya.

Pemulihan Trauma untuk Korban Pelanggaran Kebebasan Beragama (KBB)

Pelanggaran KBB (Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan) sering kali hanya disorot kronologisnya, namun sering kali dilupakan korbannya. Mereka luput dari perhatian. Tak ada yang peduli masa depan dan cara korban melanjutkan kehidupan pasca peristiwa kelam. Padahal, mereka berhak mendapatkan keadilan, bukan malah diobjektifikasi, disalahkan, atau malah diserang.

Salah satunya, korban perlu pemulihan mental. Mengapa demikian? Diskriminasi yang mereka dapatkan, apalagi ketika melihat dan merasakan kejadian penyiksaan fisik secara langsung, itu bisa saja terus menghantui. Hal ini diungkap oleh Riri, salah satu korban KBB yang saya temui di Konferensi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, 17-20 September 2024 di Wisma PGI Bogor.

“Ketika akan ke gereja, aku jadi membatin ‘apakah ini saatnya?’ Itu terjadi setelah banyak kejadian pengeboman gereja,” ucap Riri.

Di event tersebut saya memantapkan diri untuk bergabung ke kelas ‘Advokasi untuk Transformasi Korban Kekerasan KBB’. Kelompok diskusi kami memutuskan untuk fokus membahas kesehatan mental dan pentingnya pemulihan trauma korban kekerasan KBB.

Saat itu kami berusaha membayangkan dan memosisikan diri sebagai korban. Dari diskusi kami, bisa disimpulkan bahwa seorang korban KBB bisa jadi merupakan anak dari korban KBB yang lain, anak dari pelaku, keluarga dekat, dan lain sebagainya. Jika korban tidak mendapatkan pertolongan psikologis, maka aktivitas sehari-harinya bisa jadi terganggu, sulit untuk fokus dan berkembang, serta impiannya sulit tercapai.

Korban perlu menjadi perhatian utama ketika terjadi kekerasan KBB. Mental korban perlu di-treatment secara berkelanjutan, tidak hanya dilakukan sekali dua kali saja. Pendampingan korban oleh konselor juga perlu dimudahkan aksesnya. Diskusi kami dengan kawan-kawan beragam latar belakang, seperti ahli hukum, aktivis, mahasiswa, dan sebagainya menghasilkan rekomendasi-rekomendasi kebijakan yang berpihak kepada korban di masa mendatang.

Hal ini karena pemulihan korban KBB tidak bisa dilakukan sendirian, perlu kolaborasi multi-stakeholder atau beragam pihak.Lalu, bagaimana langkah yang perlu dilakukan bersama-sama antara pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, aktivis, mahasiswa, masyarakat?

Pentingnya konseling dan Pendampingan Korban

Pelatihan konseling perlu dilakukan berkolaborasi dengan psikolog, konselor, dan ahli. Harapannya, pihak-pihak dari komunitas dan masyarakat yang dilatih itu nantinya bisa mendengarkan dan memberikan saran-saran kepada masyarakat. Selain itu, para korban juga dipermudah untuk mendapatkan layanan konseling, khususnya di tingkat lokal..

Selain itu, para korban juga perlu mendapatkan pendampingan. Pendampingan korban KBB bisa dilakukan oleh mahasiswa dan dosen terlatih, seperti ketika kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Mempermudah akses layanan dan menjaga data pribadi korban

Hal penting lain yang perlu diupayakan adalah mempermudah akses ke layanan National Human Rights Institutions (NHRI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Ini akan memperkuat kapabilitas sumber daya manusia serta menyediakan kemudahan bagi korban dalam mengakses Dana Bantuan Korban (DBK). Akses ke Unit Pelaksanaan Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) juga harus diperkuat, sehingga mereka dapat memberikan bantuan lebih efektif kepada perempuan dan anak yang mengalami kekerasan.

Selain itu, perlindungan data pribadi korban harus diutamakan, dengan memberikan pelatihan kepada jurnalis agar mereka mampu melaporkan kasus dengan sensitif dan empati, menghindari ancaman yang mungkin timbul akibat pemberitaan yang tidak bertanggung jawab.

Pembentukan Forum atau Komunitas Korban

Inisiatif lain yang bermanfaat adalah menyediakan ruang bagi korban untuk saling cerita dan berbagi pengalaman. Pembentukan forum atau komunitas bagi korban dan penyintas ini sangat penting, sehingga mereka dapat berbagi pengalaman, mendukung satu sama lain, dan merasa tidak sendirian dalam perjuangan mereka.

Pemberdayaan Ekonomi

Terakhir, pemberdayaan ekonomi menjadi kunci untuk meningkatkan kepercayaan diri korban, memberi mereka lebih banyak pilihan dan stabilitas, serta membantu mereka mengambil keputusan yang lebih baik dalam kehidupan. Dengan pendekatan yang terintegrasi ini, diharapkan korban KBB dapat pulih dan menjalani kehidupan yang lebih baik.

Dokumentasi Praktik Baik

Selain melakukan aksi nasional dan aksi lokal pemulihan korban KBB, diperlukan juga dokementasi praktik-praktik baik yang terjadi di beragam komunitas dan tempat. Pendokumentasi cerita baik bisa dilakukan dengan tulisan, gambar, karya seni, dan sebagainya. Harapannya, komunitas lain yang mengalami keadaan yang sama bisa mendapatkan referensi dan mengadaptasikannya dengan karakter masing-masing.

Saya dan kawan-kawan rasanya puas bisa menjadi bagian untuk memperjuangkan keadilan bagi korban, terutama dari segi pemulihan mental setelah trauma. Korban KBB sudah semestinya berdaya untuk dirinya, bahkan sekitarnya. Mereka harus melanjutkan kehidupan, dan mencapai cita-citanya.

AN