Berbakti kepada orang tua terkadang memang tidak segampang yang dibayangkan. Peristiwa yang menimpa Tiko di Jakarta Timur jika menimpa kita, bisa jadi kita nggak akan kuat. Tanpa ada rasa ikhlas yang mendalam, bakti kepada orang tua akan terasa sedikit berat, terlebih bagi anak yang sudah dewasa dan telah berkeluarga. Terkadang seorang anak dihadapkan dengan dua pilihan yang sama-sama pentingnya, misalnya antara memilih merawat orang tua atau pergi ke masjid untuk beribadah.
Dua hal tersebut sama-sama pentingnya. Seorang anak harus mampu memilah mana yang terbaik yang harus ia lakukan. Dari hal tersebut penting sekali kita melihat sebuah kisah yang diceritakan oleh Abu Hasan Al Khorqani dalam menanggapi persoalan seorang anak yang harus memilih dua hal di atas.
Abu Hasan Ali bin Ahmad Al-Khorqoni Al-Bisthomi adalah sufi ternama yang berasal dari daerah Al-Kharqan, sesuai dengan nisbat yang ada di belakang namanya. Al-Kharqan adalah daerah yang masuk ke wilayah Bisthom. Abu Hasan Al Khorqani adalah sufi yang hidup di abad ke-5 Hijriah, beliau wafat di hari ‘Asyuro tahun 425 Hijriah atau sekitar tahun 1033 Masehi.
Dalam kitab yang berjudul Tadzkirotul Auliya, suatu ketika Abu Hasan Al Khorqani menceritakan kisah yang dialami oleh dua anak bersaudara. Mereka memiliki seorang ibu yang membutuhkan perawatan khusus. Dua saudara ini membuat semacam kesepakatan dalam membagi waktu merawat ibunya, dengan tujuan agar bisa pergi beribadah malam (sunnah) kepada tanpa harus meninggalkan ibunya sendirian.
Setiap malam salah satu dari mereka ada yang merawat ibunya, sedangkan yang satunya menjadikan malam tersebut untuk beribadah kepada Allah SWT. Malam selanjutnya mereka bergantian, dan begitupun seterusnya.
Pada suatu malam, salah satu dari mereka beribadah sampai larut malam hingga terlelap di tempat ibadahnya. Ia tertidur di atas sajadahnya. Dalam tidurnya tersebut ia bermimpi dan mendengar ada suara yang sedang mengajaknya bicara.
“ketahuilah bahwa Allah SWT telah mengampuni semua kesalahan saudaramu (yang sedang merawat ibunya), dan Allah SWT juga telah mengampunimu sebab berkah dari apa yang sedang dilakukan oleh saudaramu”.
Mendengar suara yang ada dalam mimpinya tersebut ia protes, sebab menurutnya malam itu ia telah melakukan hal yang sama-sama mulianya yaitu beribadah kepada Allah SWT. Tapi menurut sosok orang yang ada dalam mimpinya tersebut Allah mengampuni dosanya bukan karena ibadahnya, melainkan karena berkah dari saudaranya yang sedang merawat ibunya di rumah.
“Bagaimana bisa seperti itu?! bukankah aku adalah orang yang berkhidmah (beribadah) kepada Allah malam ini, sedangkan saudaraku malam ini adalah orang yang berkhidmah pada manusia,” protesnya pada sosok yang ada dalam mimpi tersebut
Kemudian sosok yang ada dalam mimpi tersebut menjawab dengan sebuah jawaban yang sangat logis, sekaligus menyadarkan orang tersebut akan pentingnya merawat orang tua:
نَعَمْ، وَ لَكِنْ أَنْتَ فِي خِدْمَةِ مَنْ هُوَ مُسْتَغْنٍ عَنْ خِدْمَتِكَ، وَ هُوَ فِي خِدْمَةِ مَنْ هِيَ مُحْتَاجَةٌ إِلَى الخِدْمَةِ
“Iya, memang seperti itu (kamu sedang ibadah kepada penciptamu sedang saudaramu di rumah hanya sedang merawat manusia), tapi ketahuilah bahwa apa yang kamu lakukan adalah berkhidmah (beribadah) kepada dzat yang tidak butuh terhadap jasamu (ibadahmu), sedangkan saudaramu malam ini adalah orang yang sedang berkhidmah keapda orang yang sedang membutuhkan”
Dari kejadian tersebut, dapat memaknai bahwa Allah SWT adalah dzat yang sama sekali tidak membutuhkan ibadah dari hamba-Nya, dalam artian bahwa Allah SWT tidak akan hilang keagungannya ketika manusia tidak mau patuh kepada Nya. Justru manusialah yang butuh terhadap ibadah itu sendiri.
Selain itu, kisah tersebut juga memberikan pelajaran bahwa berbakti kepada orang tua adalah hal sangat mulia, pahala yang didapat dtidak kalah besarnya dengan ibadah yang dilakukan seorang anak. Sebab, pada hakikatnya berbakti kepada orang tua adalah termasuk bagian dari ibadah itu sendiri. (AN)