Pemerintah Israel mengatakan, pihaknya menolak untuk memvaksinasi tahanan Palestina yang di penjara di tahanan Israel. Arahan tersebut jelas bertentangan dengan pedoman kementerian kesehatan mengenai prioritas vaksinasi. Pernyataan itu dikeluarkan oleh Menteri Keamanan Publik Israel, Amir Ohana pada sebuah surat kabar Haaretz. Laporan itu muncul ketika Israel memulai penguncian dan rencana vaksinasi virus korona kuartal ketiga yang diputuskan beberapa hari lalu.
Selanjutnya menurut surat kabar Haaretz, tidak jelas pada otoritas apa Ohana dapat memerintahkan layanan penjara untuk memvaksinasi narapidana tertentu dan bukan yang lain. Apalagi spesifik ke pemisahan antara tahanan antara tahanan Palestina/bukan yang bakal tidak akan dapat vaksin.
Untuk itu, menanggapi arahan Kementerian Keamanan Publik, seorang anggota parlemen Shas Moshe Arbel mengajukan pertanyaan kepada Ohana. Arbel meminta Ohana untuk menjelaskan mengapa tidak perlu menyuntik semua narapidana mengingat kondisi yang padat dan keras di penjara Israel dan kecepatan positif vaksinasi di masyarakat?
“Negara harus mempertimbangkan situasi sulit para tahanan, di antara kelompok yang paling padat dan rentan di negara ini, dan bertindak untuk memvaksinasi mereka sesegera mungkin,” tulis Arbel.
Sementara itu seorang dokter untuk Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa arahan Menteri Ohana bermotivasi politik. “Ini menunjukkan sekali lagi mengapa tanggung jawab kesehatan tahanan harus dipindahkan dari Kementerian Keamanan Publik dan Layanan Penjara Israel ke badan yang prioritas utamanya adalah kesehatan,” ungkap dokter tersebut seperti dikutip laman middleeasteye.net.
“Arahan menteri itu bertentangan dengan pedoman vaksinasi yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan. Kami harus memastikan bahwa para narapidana diberi prioritas tinggi untuk vaksinasi sejalan dengan rekomendasi para ahli kesehatan yang terlibat dalam masalah ini, terutama mengingat data di seluruh dunia yang menunjukkan bahwa risiko infeksi di antara narapidana lebih tinggi daripada populasi luar,” sambungnya
Pada pekan lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menerima suntikan vaksin Covid-19 pada saat peluncuran vaksinasi COVID 19. Vaksinasi dengan kampanye bertema “Give a Shoulder”, tidak akan mencakup jutaan orang Palestina yang hidup di bawah kendali Israel, meski ada lonjakan kasus dan kematian baru yang disebabkan oleh virus tersebut.
Kampanye vaksinasi Israel itu mencakup pemukim Yahudi yang merupakan warga negara Israel yang tinggal jauh di dalam Tepi Barat yang diduduki, namun tidak dengan 2,5 juta warga Palestina di wilayah itu. Warga Palestina dibiarkan menunggu Otoritas Palestina yang kekurangan dana.
Saat ini pihak Otoritas Palestina berharap untuk mendapatkan vaksin melalui kemitraan yang dipimpin Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dengan organisasi kemanusiaan yang dikenal sebagai Covax.
Pihak Otoritas Palestina telah melaporkan bahwa lebih dari 85.000 kasus di Tepi Barat, termasuk lebih dari 800 kematian, dan wabah telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Sementara itu Gaza kondisinya lebih mengerikan. Dua juta warga Palestina dan yang telah berada di bawah blokade Israel dan Mesir ini dilaporkan ada lebih dari 30.000 kasus, termasuk lebih dari 200 kematian.