Patriarki Adalah Sikap dan Pelakunya Tidak Selalu Laki-Laki

Patriarki Adalah Sikap dan Pelakunya Tidak Selalu Laki-Laki

Pelaku patriarki dianggap selalu berkaitan dengan laki-laki, padahal tidak selalu demikian.

Patriarki Adalah Sikap dan Pelakunya Tidak Selalu Laki-Laki

Hati saya terenyuh melihat video yang beredar di media sosial. Video itu menampilkan seorang istri memukuli suaminya yang mengidap stroke dengan tongkat walker. Tidak hanya memukuli, ia juga memaki-maki dan berteriak agar suaminya cepat mati. Meski dihujam pukulan bertubi-tubi, sang suami tak bisa melawan dan hanya bisa berkata “Maamaamaa” seolah memohon agar tak dipukuli lagi. Kejadian dalam video itu dibenarkan dan mulai diberitakan di berbagai media massa.

Melihat kejadian itu, saya jadi teringat ucapan Prof. Musdah Mulia mengenai patriarki. Beliau menyatakan, patriarki adalah sikap menganggap diri sendiri lebih dominan dari orang lain. Patriarki adalah sebuah sikap dan prilaku, sehingga siapapun bisa berlaku demikian, begitu pula perempuan.

“Patriarki tidak selalu berkaitan dengan laki-laki, banyak perempuan yang lebih patriarki dari laki-laki. Patriarki adalah suatu sikap yang memandang diri paling benar, paling istimewa. Orang seperti ini berbahaya,” ucap Musdah Mulia saat mengisi acara Bedah Buku Muslimah Reformis di Hotel Sapadia Cirebon, Rabu (11/12) lalu.

Banyak orang yang menganggap budaya patriarki selalu berkaitan dengan superioritas laki-laki. Definisi seperti itu juga ditawarkan dalam berbagai referensi, termasuk dalam KBBI sendiri. Namun dalam kehidupan sehari-hari, tak dapat dipungkiri, kita juga menemukan perempuan-perempuan yang juga berlaku patriarki, menganggap dirinya lebih dominan dari orang sekitarnya, termasuk dari laki-laki.

Patriarki tidak memandang laki-laki maupun perempuan karena perilaku ini menindas mereka yang lebih lemah. Dalam ranah personal, patriarki memang seringkali menjadi akar berbagai tindak kekerasan, terlebih dalam lingkup keluarga.

Berkaitan dengan hal ini, Prof. Musdah Mulia dalam bukunya, Muslimah Reformis mengenalkan konsep tauhid untuk bermualah antar sesama manusia. Dalam konsep tauhid, hanya Allah SWT lah yang memiliki kuasa, sedangkan manusia baik laki-laki maupun perempuan dianggap sama. Tidak ada yang lebih mendominasi di atas yang lain, sebab semua manusia sama di mata Allah, hanya iman dan takwanya lah yang membedakan.

“Kalau Anda memahami tauhid dengan baik, pasti Anda tidak setuju dengan budaya patriarki. Karena patriarki bertentangan dengan prinsip tauhid,” ucap Prof. Musdah Mulia.