Foto yang memperlihatkan anak berusia 6 tahun korban bom panci Pasuruan awal bulan ini, masih saja terbayang di depan mata. Iba namun kita tak bisa berbuat apa-apa.
Ditarik lagi mundur ke belakang, entah sudah berapa anak yang menjadi korban dalam pusaran radikalisme, yang seolah tanpa ujung di negeri ini.
Tentu masih hangat dalam ingatan kita tentang peristiwa bom Surabaya yang melibatkan seluruh anggota keluarga. Hingga terakhir pelemparan bom panci di Mapolres Indramayu sepekan silam yang dilakukan pasangan muda suami istri, yang diketahui pula mempunyai anak balita perempuan.
Bahkan kejadian terakhir ini menjadi pembicaraan hangat beberapa orang di lingkungan terdekat saya. Tetangga saya memang mengenal dengan baik pelaku sejak mereka masih anak-anak.
Anak-anak dan remaja menjadi kelompok yang paling rentan menerima paparan radikalisme. Mereka mudah terjebak dalam pemahaman yang keliru. Itu karena mereka memiliki keterbatasan dalam pengalaman dan pengetahuan. Dalam usia tersebut mereka cenderung mengikuti saja apa yang menjadi tujuan hidup orangtua atau keluarganya.
Jiwa anak-anak itu bersih putih bagai selembar kertas yang masih kosong. Kitalah orang dewasa yang mengisinya sesuai dengan kehendak apa yang kita inginkan. Anak merupakan prototipe atau cetak biru orangtuanya. Akan menjadi apa dia di masa depan tergantung bagaimana hari ini kita mendidik dan memberikan pemahaman yang baik pada mereka.
Untuk mencegah radikalisme semakin meluas, anak dan remaja menjadi kelompok yang harus dilibatkan secara aktif. Tidak hanya sekadar menjadi sasaran kampanye atau ajakan semata. Mereka juga harus diberikan peran untuk melindungi diri sendiri dan orang terdekat dari ajakan mengikuti gerakan radikal.
Berikutnya dengan menguatkan cinta dan kasih sayang keluarga sebagai basis awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Karena lingkungan keluarga yang baik, peran serta dukungan orang tua menjadi nilai plus bagi anak untuk bekal menghadapi masa depan.
Kembali pada cinta dan nilai-nilai keluarga, saya mengutip kalimat Martin Luther King Jr, dari Buku Pendar-Pendar Kebijaksanaan karya KH. Husein Muhammad.
“Darkness cannot drive out darkness ; only light can do that. Hate cannot drive out hate; only love can do that.”
Kegelapan tidak dapat mengusir kegelapan; Hanya cahaya yang dapat melakukan itu. Kebencian tidak dapat mengusir kebencian; Hanya cinta yang dapat melakukan itu.”
Maka mengajarkan anak makna cinta dan kebahagiaan menjadi semakin penting hari ini. Kebencian dan kekerasan hanya akan terus melahirkan luka, duka, dan nestapa.
Tak hanya sebatas ucapan, namun juga sikap dan perbuatan bagaimana kita memperlakukan anak dengan baik. Bukan dengan olok-olok merendahkan dan caci-maki yang penuh dengan kemarahan.
Jika boleh bertanya, sudahkah kita memeluk dan mencium anak-anak kita hari ini? Sudahkah kita memberinya pujian atas upaya yang telah mereka lakukan? Kalimat dan sikap yang positif akan menyenangkan mereka.
Wajah mereka yang tersenyum bahagia hari ini, menjadi cerminan masa depan mereka yang cerah dan merekah.
selengkapnya, bisa klik di sini