Pada Masa Rasul, Ternyata Banyak Muslimah Bekerja di Luar Rumah

Pada Masa Rasul, Ternyata Banyak Muslimah Bekerja di Luar Rumah

Aktivitas perempuan tidak jauh berbeda dengan laki-laki pada masa Rasulullah. Perempuan tidak hanya beraktivitas di dalam rumah, tetapi juga beraktivitas di luar rumah. Mereka tidak hanya melayani suami dan mengurus anak, namun juga berkontribusi dalam kegiatan keagamaan dan sosial. Sejarah menunjukkan pada masa Nabi Muhammad SAW, terutama di Madinah, perempuan dan laki-laki bekerjasama dalam banyak hal untuk memperkuat agama Islam dan membantu kegiatan sosial.

Pada Masa Rasul, Ternyata Banyak Muslimah Bekerja di Luar Rumah
Ilustrasi Madinah

Di antara kontribusi Rasulullah terhadap kemanusiaan ialah memosisikan laki-laki dan perempuan setara. Rasulullah tidak pernah membedakan keduanya. Ajaran Islam disampaikan tidak hanya kepada laki-laki, tetapi juga perempuan. Keduanya punya peran yang sama dalam agama dan dunia. Perlakuan Rasulullah terhadap perempuan sangat berbeda dengan masyarakat Arab pada umumnya. Dalam imajinasi masyarakat Arab pada masa itu, perempuan adalah sumber sial. Kalau ada anak perempuan lahir, bapaknya bukannya malah bahagia, tetapi menanggung malu. Pilihannya, menahan malu atau membunuhnya.

Al-Qur’an mengisahkan, “Dan apabila seorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan merahlah mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (QS: Al-Nahl ayat 58-59).

Rasulullah SAW mengubah banyak persepsi negatif tentang perempuan. Perempuan haid misalnya, dahulu mereka dikucilkan, dijauhkan dari masyarakat, dan tidak boleh makan bersama keluarganya. Rasulullah mereformasi pandangan itu dengan tidak mengucilkan perempuan haid, beliau tetap tinggal bersama istrinya yang sedang haid, bahkan makan bersama dengan mereka. Rasulullah juga mengajarkan perempuan punya kuasa atas dirinya sendiri. Mereka boleh menentukan nasib dan pilihan hidupnya sendiri, termasuk menikah dengan laki-laki mana saja. Perempuan juga dibolehkan beribadah di masjid dan mengikuti keagamaan lainnya.

Relasi laki-laki dan perempuan juga relatif lebih cair dan tidak kaku. Rasulullah mengizinkan interaksi laki-laki dan perempuan selama menjaga nilai-nilai syariat Islam. Perempuan dan laki-laki dibolehkan saling sapa dan bertamu asalkan tidak khalwah, maksudnya hanya berdua di dalam satu ruangan, tanpa ada yang lain. Ummu Syarik dikenal sebagai perempuan kaya dan dermawan. Rumahnya selalu banyak tamu, baik dari laki-laki ataupun perempuan. Rasulullah menyebutnya sebagai perempuan yang banyak tamu.

Aktivitas Perempuan Masa Rasulullah

Aktivitas perempuan tidak jauh berbeda dengan laki-laki pada masa Rasulullah. Perempuan tidak hanya beraktivitas di dalam rumah, tetapi juga beraktivitas di luar rumah. Mereka tidak hanya melayani suami dan mengurus anak, namun juga berkontribusi dalam kegiatan keagamaan dan sosial. Sejarah menunjukkan pada masa Nabi Muhammad SAW, terutama di Madinah, perempuan dan laki-laki bekerjasama dalam banyak hal untuk memperkuat agama Islam dan membantu kegiatan sosial.

Aktivitas perempuan ketika itu sangatlah beragam. Ahmad Zaky Yamani dalam artikelnya Wad’ul Mar’ah fi ‘Ahdin Nabawi menyebut beberapa aktivitas perempuan pada masa Nabi Muhammad dan khalifah setelahnya. Aktivitas tersebut terekam dalam banyak kitab sejarah dan hadis. Di antara pekerjaan perempuan pada masa itu adalah pedagang. Bahkan istri Rasulullah sendiri, Khadijah, termasuk pedagang kaya raya dan posisinya sangat penting pada masa itu. Selain Khadijah, Al-Hanzhaliyyah, ibu dari Abu Jahal, juga termasuk perempuan pebisnis yang diperhitungkan.

Selain berdagang, perempuan juga ada yang bekerja di sektor pertanian dan perternakkan. Dalam hadis riwayat Muslim, bibi dari Jabir bin Abdullah ialah seorang petani kurma. Bahkan, Rasulullah mengizinkan dia untuk memetik kurma, sekalipun pada masa iddah. Aliyah binti Suba’i dalam riwayat Abu Daud disebut sebagai perempuan yang beraktivitas sebagai peternak. Dia pernah bertanya kepada istri Nabi, Maimunah, terkait kambingnya yang mati. Apakah kulitnya boleh dimanfaatkan atau tidak. Riwayat Abu Daud ini sekaligus juga menunjukkan para istri Nabi menjadi tempat bertanya dan belajar banyak orang pada waktu itu.

Bahkan dalam perang sekalipun, perempuan juga ikut berjuang bersama Nabi dan sahabat lainnya. Mereka menjadi tenaga medis dan menyediakan logistik untuk pasukan perang. Rufaidah al-Aslamiyah termasuk perawat yang selalu sedia merawat korban perang. Beberapa di antara mereka juga ikut andil terjun langsung ke medan perang, seperti Nusaibah binti Ka’ab al-Anshariyyah, dikenal sebagai sahabat perempuan yang lihai memainkan pedang.

Setelah Rasulullah wafat, Umar bin Khattab pernah mengangkat pejabat dari kalangan perempuan. Umar menunjukk Syifa’ binti Abdullah al-Makhzumiyyah sebagai pengawas pasar. Tugasnya adalah melakukan kontrol terhadap pasar, memastikan tidak ada pedagang curang, dan menghukum siapa saja yang melakukan pelanggaran dan kecurangan di pasar. Selain Syifa’, Umar juga menunjuk Samra’ binti Nahyik sebagai pengawas pasar Mekah dan mengizinkan dia untuk mencambuk pedagang yang curang dan memainkan timbangan.

Sejarah Islam awal menunjukkan betapa beragamnya aktivitas dan profesi perempuan. Masih banyak perempuan di dalam sejarah Islam yang memiliki kontribusi terhadap agama ataupun peradaban. Gambaran perempuan pada masa Rasulullah, kalau melihat catatan sejarah dan hadis Nabi, tidak sekaku yang dibayangkan sebagian orang. Fakta sejarah ini sangat berbeda dengan pemahaman sebagian orang yang kerapkali mengimajinasikan muslimah ideal itu harus di rumah, tidak boleh bekerja, dan beraktivitas di luar rumah kecuali didampingi mahram.

*Artikel merupakan hasil kerja sama dengan Rumah KitaB atas dukungan investing in women dalam mendukung perempuan bekerja