Teroris yang meledakkan diri bersama keluarga mereka itu punya agama adalah fakta. Saya mungkin salah satu orang yang sudah lama tak begitu peduli dengan konsep agama. Tapi, saya tidak pernah sekalipun berpikir untuk melakukan pembunuhan, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Teroris-teroris itu jelas punya agama. Mereka melakukan aksi brutalnya, justru karena imannya akan kehidupan di surga setelah kematian. Mereka merindukan pelukan bidadari, gemericik sungai madu, dan warna-warni pelangi di suatu senja yang sendu.
Masalahnya bukanlah mereka itu beragama atau tak beragama, karena itu sudah jelas dan tak perlu diperdebatkan lagi. Masalahnya adalah, kenapa mereka bisa mengimani kalau ajaran agamanya mengamini jalan kekerasan? Itu yang menuntut jawaban.
Selama ini banyak umat Islam yang moderat cenderung menyangkal fakta itu, dengan terus melakukan pembiaran terhadap aksi-aksi intoleran.
Seringkali, sebagian dari kita dengan entengnya mengatakan, bahwa aksi intoleran bukanlah ajaran Islam dan mereka yang melakukan tindakan intoleran bukanlah bagian dari Islam. Padahal, aksi intoleran terhadap liyan adalah pintu gerbang gerakan radikalisme.
Hari ini kita mengenal NAZI sebagai sebuah institusi yang melakukan serentetan kebrutalan di era Perang Dunia II. Lalu kenapa, ketika itu, NAZI bisa berkembang menjadi sebuah gerakan yang begitu besar? Salah satunya adalah karena pembiaran oleh kelas menengah toleran yang tidak menganggap gerakan NAZI sebagai sesuatu yang signifikan.
Padahal, sebenarnya mereka memiliki kesempatan untuk melawan narasi yang dipropagandakan oleh NAZI. Narasi dilawan dengan narasi. Pemikiran dilawan dengan pemikiran. Tapi, tidak. Kaum toleran itu memilih abai dan diam.
Jadi, apakah teroris itu memiliki agama? Iya. Mustahil kita bisa menyembuhkan penyakit jika kita terus menyangkal keberadaan penyakit itu. Untuk bisa menyembuhkan sebuah penyakit, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menerima fakta bahwa penyakit itu memang sungguh-sungguh ada.
Jadi, berhentilah menyangkal. Menerima fakta bahwa memang ada gerakan radikalisme di tubuh Islam, tidak akan pernah merendahkan ajaran Islam. Justru hal itu bisa menjadi sebuah langkah awal untuk mencari jalan keluar dari masalah ini.
Berhentilah mengatakan bahwa teroris-teroris yang menggila belakangan ini tak punya agama. Seseorang yang tak beragama jelas tidak memercayai konsep kehidupan setelah kematian. Kalau bukan karena rasa putus asa yang berlebihan, buat apa mereka ingin mati cepat-cepat, sementara tak ada sepetak tanah di surga yang menunggu mereka?
Jika harus memilih satu di antara dua pilihan, kebaikan atau kebenaran, pilihlah kebaikan.