Di Yaman, hampir bisa dipastikan, tak ada orang yang tidak kenal dengan nama Habib Salim Asy Syatiri. Putra Habib Abdullah bin Umar yang mempunyai jalur nasab sampai Baginda Rasulullah shallahu alaihi wa sallam melalui jalur Sayyidina Husain ini merupakan pengasuh Rubath Tarim, sejenis pesantren yang pertama kali berdiri di Tarim, Yaman, sekitar 120 tahun silam.
Selain terkenal kasyaf, cermat mata batinnya, Habib Salim terkenal faqih, pakar ilmu fikih. Mulai Habib Abu Bakar Al Adni bin Ali Al Masyhur hingga Habib Umar bin Hafidz, semua hormat dan selalu mendengarkan fatwa Habib Salim. Dengan kata lain, Habib Salim ialah sosok sepuh yang paling dituakan di Yaman.
Satu kutipan kasyaf Habib Salim, satu ketika, di hadapan para murid beliau, Habib Salim mengatakan, “aku selalu mengawasi pergerakan kalian hingga kalian sampai di kamar mandi-pun”. Artinya, meskipun tidak tampak di depan mata, seorang guru selalu mengawasi muridnya. Satu sosok pendidik jiwa (murabbir ruh) sejati.
Selain mengawasi secara ruh, Habib Salim juga mendidik secara jasad, atau kasat mata.
Suatu saat, ada seorangn datang kepada Habib Salim, kemudian mencium tangan kanan Habib Salim dengan dibolak-balik bagian luar dalam. Setelah itu, lelaki ini mencium lutut Habib Salim. Saking cinta dan takzimnya.
Habib Salim kemudian bertanya,“Apakah seperti ini juga kamu lakukan kepada orang tuamu, terutama ibumu?”
“Tidak,” jawab murid itu.
“Tidak perlu kamu lakukan itu kepadaku. Karena aku tidak membutuhkan. Lakukan yang seperti demikian itu kepada orang tuamu, terutama ibumu jika ia masih hidup.”
Lebih lanjut, Habib Salim menyatakan, “apakah kamu ingin melihat wali di rumahmu? Doa dari semua kebutuhan akan dikabulkan dengan segera? Dia adalah ibumu. Jika dia masih hidup, berbaktilah kepadanya, niscaya kamu akan mendapat keberkahan dan ridla dari Allah Ta’ala” Begitu kurang lebih.
Nampaknya, Habib Salim ingin memposisikan diri sebagai orang utama melebihi posisi orang tua. Mengingat, orang tua yang melahirkan, umumnya, selain menjamin masalah rejeki anak, ia juga bertindak sebagai guru. Ibu dan bapak adalah sekolah yang pertama kali bagi anak-anaknya. Mengajari adab, doa, dan lain sebagainya.
Dengan pelajaran orang tua yang bagus, bisa menjadikan anak mencintai ilmu dan ulama termasuk bisa mencintai Habib Salim. Sehingga, atas jasa orang tua tersebut, Habib Salim merasa bagi setiap anak tetap harus lebih mendahulukan orang tua masing-masing dari pada gurunya. Sebagaimana cerita Uwais Al Qarni, pemuda asal Yaman yang tidak sempat bertemu Rasulullah saat hidup demi melayani ibunya. Dengan itu, Uwais justru mendapat titipan salam dari Rasulullah melalu Sayyidina Umar radiyallahu anhu.
Habib Salim belajar kepada sekitar 80 ulama terkemuka Yaman dan Haramain, di antaranya Habib Muhammadal-Mahdi, Habib Abu Bakar, Habib ‘Alwi bin ‘Abbas al-Maliki al-Hasani, Syaikh Hasan bin Muhammad Masyath; Habib Ali Al Habsyi, dll
Ada banyak murid Habib Salim As Satiri di Indonesia, di antaranya Habib Abdul Qodir bin Ahmad Bilfagih, Habib Abdullah bin Husin Al-’Attas As-Syami Jakarta, Habib Abdullah bin Ahmad Alkaf, Tegal, Habib Abdurrahman bin Ahmad Alkaf, pengarang kitab Sullamut Taysir, dan lain sebagainya.
Habib Salim As Syatiri lahir tahun 1359 H (sekitar 1940 M), wafat 16 Februari 2018 M / 30 Jumadil Ula 1439 H. Artinya beliau wafat di usia 80 tahun.
Selamat jalan Habib. Semoga Allah memberikan ganti orang-orang seperti anda di dunia ini. Semoga kami dapat mengikuti jejak engkau… Al Fatihah. []