Setelah Presiden Amerika Serikat, Donald Trump mengumumkan pemindahan kedubes Amerika dari Tel Aviv ke Yerussalem, muncul berbagai kecaman dari berbagai pihak.
Tidak hanya Presiden Joko Widodo, beberapa ormas Islam Indonesia, juga berdiri di garda terdepan mengecam keputusan kontroversial Trump ini.
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) melalui press rilisnya dengan keras mengecam sikap Trump. Selain itu, menurut PBNU, sikap Trump tersebut dapat memicu kekacauan dan merusak perdamaian dunia.
PBNU juga mengatakan bahwa sikap Trump tersebut akan menjadikan situasi dunia menjadi lebih panas dan mengarah pada konflik yang tidak berkesudahan. PBNU hanya mengakui bahwa Yerussalem merupakan Ibu Kota Palestina bukan Ibu Kota Israel.
Pengakuan terhadap kedaulatan Palestina dengan Ibu Kotanya tersebut sudah menjadi komitmen PBNU melalui Muktamar ke 33 di Jombang, bahwa PBNU sangat mendukung kemerdekaan Palestina, serta mendesak PBB agar mengakui kedaulatan Palestina dan memberikan sanksi kepada Israel maupun negara manapun jika tidak mau mengakhiri pendudukan kepada tanah Palestina.
PBNU juga mendorong pemerintah Indonesia berperan aktif dalam membantu menyelesaikan konflik di Palestina, serta menghimbau kepada seluruh umat Islam untuk membacakan qunut nazilah.
Selain PBNU, Muhammadiyah juga bersama-sama mengecam sikap kontroversial Trump. Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Ahzar Simanjuntak mengatakan bahwa sikap Trump tersebut justru bisa berdampak pada stabilitas dunia dan meningkatkan eskalasi konflik di Palestina-Israel.
Hal ini juga disampaikan Sekretaris Umum Muhammadiyah, Abdul Mu’ti. Menurut Mu’ti, pemindahan ibu kota Israel juga bertolak belakang dengan klaim AS sebagai negara demokratis, HAM, dan pendukung kedaulatan bangsa-bangsa. Harus ada sikap politik tegas dari negara muslim, termasuk Indonesia dan Turki.
“Seharusnya Yerusalem dijaga sebagai kota bersama. Ini berarti agresi terhadap umat Muslim dan Kristiani,” ujar Mu’ti.
Bagi Muhammadiyah, tindakan Amerika Serikat ini dapat memprovokasi konflik menjadi semakin meluas di Timur Tengah bahkan di negara-negara lain karena sentimen Palestina vs Israel, yang kemudian bisa memprovokasi lahirnya tindakan-tindakan radikalisme di banyak tempat.