Berbuat baik adalah naluri manusia. Setiap orang normal pasti menyukainya. Sebaliknya, orang yang berbuat sebuah keburukan, dalam hati kecilnya pasti mengingkarinya. Mereka pasti merasa apa yang dilakukan adalah sebuah kesalahan dan ingin menyudahinya. Hanya saja terdapat kondisi atau ada hal lain yang membuatnya tidak kuasa untuk itu.
Nabi Muhammad SAW bersabda bahwa setiap anak yang lahir memiliki fitrah untuk menerima kebaikan, hanya saja orangtua yang di kemudian hari mendidik dan menjadikannya yahudi, nasrani, atau majusi (HR. Muslim).
Al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa Allah SWT sebenarnya telah memberikan kemampuan kepada manusia untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Tapi, setiap manusia juga dibekali nafsu. Dan, seringkali pengendalian nafsu ini menjadi persoalan tersendiri.
Dalam Islam, sebuah perbuatan baik itu disebut amal saleh. Kata ini banyak sekali disebut dalam Al-Qur’an. Dan, kebanyakan disebut dengan disandingkan dengan keimanan. Salah satu adalah ayat berikut:
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 82)
Al-Qasimi dalam karyanya Mahasin at-Takwil menyebutkan bahwa ulama salaf sepakat bahwa keimanan sudah mencangkup perbuatan baik (amal saleh). Ketika penyebutannya dimutlakkan (hanya disebut iman saja), maka sebenarnya di sana sudah pula dikatakan amal saleh.
Namun, ketika amal saleh digabungkan (‘athaf) dengan iman, para ulama berbeda pendapat. Satu kelompok mengatakan amal saleh sudah termasuk dalam keimanan. Namun kelompok yang lain berkata bahwa itu merupakan penggabungan kata yang khusus (amal saleh) kepada yang umum (iman), dan itu berarti ia adalah dua hal (iman sendiri dan amal saleh sendiri). Demikian al-Qasimi.
Adapun bentuk dari amal saleh itu sangatlah beragam. Meski begitu, secara umum ia bisa dikelompokkan menjadi dua: amal ritual (salat, zakat, haji, puasa, dan lain-lain) dan amal sosial (sedekah, menolong korban banjir, membantu anak-anak menyebrang jalan, dan lain-lain). Yang pertama, hanya dilakukan oleh orang Islam saja. Namun yang kedua bisa siapa saja melakukannya.
Jika kita sepakat dengan pendapat yang mengatakan bahwa iman sudah termasuk amal shaleh, maka orang yang beriman sudah pasti (telah dan akan) beramal saleh. Namun jelas tidak sebaliknya.
Oleh karenanya, tidak mengherankan jika banyak orang non-muslim yang berbuat baik, bahkan kebaikannya terkadang melebihi orang yang beriman.
Nah, sehubungan dengan itu, apakah perbuatan mereka akan mendapat pahala?
Allah SWT berfirman:
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl: 97)
Secara jelas, ayat di atas menyebutkan bahwa “kehidupan yang baik” telah dijanjikan sebagai pahala atau balasan kepada mereka yang beramal saleh. Namun, para ulama berbeda pendapat tentang maksud ayat ini. Beberapa pendapat tentang kehidupan yang baik itu akan mewujud sebagai rezeki yang halal, qana’ah, keberuntungan, ketaatan, surga, atau ridla dengan ketetapan Allah SWT, dengan catatan—dan ini yang paling penting—bahwa perbuatan baik yang ia lakukan itu dilandasi dengan kesadaran beriman.
Nah, di titik ini keimanan menjadi syarat mutlak diterimanya sebuah amal kebaikan. Tanpanya, perbuatan itu akan “sia-sia”. Al-Baidlawi dalam tafsirnya mengatakan bahwa perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang non-muslim tidak akan bisa mendatangkan pahala. Hanya saja, diharapkan atau dimungkinkan, perbuatan baik itu akan memperingan pendertitaan.
Sementara itu, ulama tafsir kontemporer dari Mesir, As-Sya’rawi berpendapat bahwa setiap perbuatan baik akan diterima oleh Allah SWT. Dengan kata lain, setiap amal saleh pastilah akan berguna dan bermanfaat bagi pelakunya.
Lebih jauh, Allah SWT juga akan membalas setiap kebaikan yang dilakukan oleh orang non-muslim. Hanya saja balasan itu diberikan kepada mereka ketika di dunia saja. Ibnu Kasir juga berpendapat kurang lebih seperti ini. Wallahu a’lam.