Panitia Buku Internasional Kairo 2020 mengadakan simposium untuk mengenang almarhum penyair Nizar Qabbani. Sastrawan kelahiran Damaskus, Syria ini sering dipuja generasi penyair Arab sesudahnya sebagai penyair yang romantis, sensual hingga kontroversial. Tidak hanya dikenal sebagai penyair, Nizar Qabbani adalah penulis produktif, diplomat dan pembela hak-hak perempuan Arab.
Bernama lengkap Nizar Tawfiq Qabbani, pria ini terlahir di Suriah 21 Maret 1923. Karya-karyanya yang terkenal antara lain Habbibati,Qalat li al-Samra’ , Qasa’id (sajak-sajak), Samba, Anti Li dan Fath Pasukan Komando Palestina. Keluarganya dikenal sebagai pedagang. Ayahnya Taufik Kabbani adalah pemilik pabrik cokelat. Namun bakat sastranya mungkin turun dari kakeknya yang bernama Abu Khalil yang dikenal sebagai penyair, komposer dan aktor teater.
Pendidikannya ditempuh di National Scientific College School yang dimiliki oleh Ahmad Munif al-Aidi, teman ayahnya. Ia pernah juga belajar di Universitas Damaskus dengan mengambil spesifiksasi bidang hukum.
Semenjak usia dini, Nizar mulai mengekspresikan emosi dan pikirannya melalui puisi. Ketika berumur 15 tahun kakak perempuannya yang bernama Wisal melakukan tindakan bunuh diri. Penyebabnya sang kakak menolak perjodohan yang diatur oleh orangtunya.
Kejadian tragis ini kemudian memantik kemarahan Nizar. Ia berfikir bagaimana keluarganya yang terdidik, beradab, dan tak pernah kelaparan itu tidak bisa memberikan kebebasan dan rasa tidak adil terhadap kakak perempuannya. Latar belakang ini yang menjadikannya sering menyuarakan pendapatnya tentang hak-hak perempuan melalui karya-karyanya. Tak salah kalau sebagaian besar tulisannya didominasi oleh pandangannya terhadap feminisme.
Nizar Qabbani juga dikenal paiwai menggambarkan penderitaan perempuan di masyarakat kontemporer dalam karyanya. Sebagai seorang diplomat ia pernah berkarier di Kementerian Luar Negeri Suriah dan ditugaskan di Beirut, Kairo, Istanbul, Madrid, hingga London.
Nizar mulai menulis puisi sejak usia 16 tahun. Ia menerbitkan sendiri buku kumpulan puisi pertamanya ketika berumur 19 tahun. Bukunya juga sering memunculkan kontroversi karena bait-bait romantisnya, utamanya ketika menyangkut tubuh perempuan. Hal ini dianggap menimbulkan gelombang kejut pada masyarakat Arab kala itu. Namun, puisi ciptaan Nizar justru disetujui oleh Menteri Pendidikan Suriah kala itu, Munir al-Ajlani. Bahkan ia mendukung Nizar dengan menulis kata pengantar untuk kumpulan puisinya.
Nizar Qabbani sangat dihormati dengan julukan sebagai Raja Penyair Arab. Saat wafatnya pun dihadiri oleh banyak laki-laki dan perempuan di Damaskus pada 30 April 1998. Nizar meninggal pada 30 April 1998 akibat serangan jantung. Pada saat menjalani perawatan di rumah sakit London ia pernah berkata, “Rahim yang mengajari aku puisi, yang mengajari aku berkreasi, yang mengajari aku aksara bunga melati”
Beberapa karyanya antara lain adal Qalat Li Al-Samra’ (1944), Thufulat Nahd (1948), Samia (1949), Anti Li (1950), Qashâid (1956), Habibati (1961), Al-Rasm Bi Al-Kalimat (1966), Yaumiyat Imraah La Mubaliyah (1968), Qashaid Mutawahhisyah (1970), Kitab Al-Hubb (1970) dan masih banyak lainnya. Aku Bersaksi Tiada Perempuan Selain Engkau adalah salah satu karyanya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerbit Basa Basi pada tahun 2018. (AN)