Sya’ban adalah bulan ke tujuh dalam system kalender Islam. Kaum muslimin tradisional menganggap bulan ini termasuk bulan penting. Sejak tanggal satu bulan ini mereka berpuasa dan memperbanyak amal saleh. Menurut keyakinan mereka pada pertengahan bulan ini (Nishfu Sya’ban), buku catatan amal manusia ditutup dan diganti dengan buku baru oleh Raqib dan ‘Atid Malaikat yang bertugas mencatat amal manusia.
Begitu pentingnya Nishfu Sya’ban, hingga mereka menyelenggarakan tradisi membaca surat Yasin tiga kali. Lalu berdoa meminta diteguhkan Iman-Islamnya, dipanjangkan umurnya dan ditambah rizkinya.
Ini bukan tidak ada dasar agama yang dipercaya mereka. Usamah bin Zaid seorang pemuda cerdas, pernah menyampaikan kepada Nabi; “Ya Rasulallah, aku belum pernah melihat engkau berpuasa di bulan lain lebih banyak dari puasamu di bulan Sya’ban”. Nabi pun menjawab; “Bulan itu sering dilupakan orang karena diapit oleh bulan Rajab dan Ramadhan, padahal dalam bulan itu , amal-amal manusia selama satu tahun diangkat dan dilaporkan kepada Tuhan. Karenanya, aku ingin agar sewaktu amalanku dibawa naik, aku sedang berpuasa”. (HR. Ahmad dan Nasa’i).
‘Aisyah, istri Nabi, bercerita bahwa pada suatu malam ia kehilangan Rasulullah Saw. Ia sempat curiga, lalu bergegas mencarinya. ‘Aisyah menemukan suaminya di Baqi’, nama kuburan para shahabat dan para pejuang (syuhada). Di tempat itu Nabi sedang menengadahkan wajahnya ke langit dengan mata sendu. Kepad istri tercintanya (‘Aisyah), Nabi berkata: “Sesungguhnya Allah yang Maha Agung turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban dan mengampuni (dosa) hamba-Nya yang jauh lebih banyak dari jumlah bulu domba Bani Kalb”. (HR. Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah).