Di dalam ajaran Islam, usaha yang paling mulai adalah berdagang (al-mu’min al-muharrif). Tapi Allah Swt juga banyak mencabut keberkahan usaha pedagang yang telah naik pangkat menjadi majikan. Gara-garanya pedagang itu menyepelekan setetes keringat buruh yang memanggul barang dagangnya.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, saat beliau duduk bersama Rasulullah Saw. Entah kenapa panutan sahabat itu tiba-tiba tertawa sehingga membuat penasaran Umar bin Khattab dan lalu bertanya, “wahai Rasulullah, demi ayah ibuku ada apa gerangan yang membuatmu tertawa?”
Rasulullah Saw menjawab, “Aku melihat dua orang sedang di hadapan persidangan Allah. Salah satu mengadukan satu orang yang lain kepada Allah: Ya Allah, dia telah berbuat lalim kepaduku, maka aku tuntut dia di hadapan-Mu. Allah lalu memerintahkan malaikat untuk mengambil milik orang yang melakukan kelaliman itu”.
Setelah diperiksa malaikat tidak menemukan satupun peninggalannya kecuali hutang amalan. Allah Swt kemudian memerintahkan malaikat agar menumpuk tanggungan orang yang dilalimi itu di atas tumpukan tanggungan orang yang berbuat lalim.
Tidak menghargai jerih payah dan tetesan keringat orang lain yang memiliki andil dalam kesuksesan kita adalah salah satu perbuatan lalim. Oleh sebab itulah Rasulullah berpesan kepada para majikan, “Bayarlah upah (pekerjamu) sebelum kering keringatnya.” (HR. Al-Tabrani, Abu Ya’la, dan Ibn Majah).
Dalam sebuah hadits qudsi juga dijelaskan, “Ada tiga kelompok dimana Aku menjadi penegak keadilan diantara mereka: yaitu (salah satunya) buruh yang telah melakukan tugas tapi tidak dipenuhi upahnya majikan).” (HR. Bukhori, Ibnu Majah dan imam lainnya).
Saudagar, konglomerat atau apapun namanya biasa berpikir keuntungan. Dorongan ini seringkali mempengaruhi kehendak untuk menekan bawahan, karyawan dan buruh agar bekerja semaksimalnya tapi diupah semurahnya. Padahal kesuksesan dan kekayaan yang didapat konglomerat bukan hanya dari cucuran keringat tapi juga seruan doa dari seluruh anggota keluarga buruh.
Konglomerat, pengusaha, dan pedagang yang dermawan pasti didoakan banyak orang yang memiliki hubungan pemenuhan hajat hidup dengan mereka. Istri dan anak-anak serta orang tua buruh pasti mendoakan “pahlawan keluarga” mereka agar dimudahkan seluruh urusannya dan dilimpahkan rizkinya. Seperti snowball, pada akhirnya doa itu juga mengenai para majikan dan saudagar.
Putra dari Ibnu Umar berkisah dari cerita Rasulullah Saw, bahwa suatu saat ada tiga orang berkelana ke luar kota dan tiba-tiba turun hujan badai. Mereka memutuskan berteduh di dalam goa menunggu reda. Rupanya hujan deras menyebabkan longsor batu besar hingga menutupi mulut goa itu.
Ketiga orang yang didalam gua itupun panik karena takut terpendam mati. Usaha mereka menyingkirkan batu yang menutupi pintu gua tak segera membuahkan hasil. Kewalahan mereka mendorong untuk tawakkal kepada Allah. Mereka bermunajat sambil tawasul dengan amal soleh mereka.
Salah satu mereka berdoa, “Ya Allah saya punya karyawan banyak yang selalu saya bayar upahnya tetap waktu kecuali ada satu karyawan yang menghilang sebelum menerima bayaran. Aku putuskan upahnya itu diinvestasikan hingga nilainya bertambah berlipat ganda.”
Beberapa tahun kemudian karyawan yang menghilang itu datang untuk menagih bayaran. Aku katakan ke dia, “Lihat! unta, sapi, kambing, dan budak penggembala itu semua adalah milikmu. Ya milikmu hasil dari gajimu yang belum kamu ambil. Silahkan ambil! Aku lakukan dengan penuh ikhlas karena-Mu, ya Allah. Maka singkirkan batu ini!”
Sungguh luar biasa! Ketiga orang yang terjebak di dalam goa itu bisa selamat, salah satu sebabnya karena berkah menghargai tetesan keringat buruh dan karyawannya. Wallahu a’lam