Hari Jum`at itu menjadi hari yang sibuk bagi Nasruddin. Tidak hanya menjadi imam, tetapi juga menjadi pengkhotbah di hari yang mulia itu. Jelas perlu persiapan untuk menjadi imam sekaligus khotbah. Nasruddin membuka beberapa buku agar khotbahnya menarik dan didengarkan oleh jamaahnya.
Setelah semua persiapan selesai Nasruddin pergi ke masjid.
Ia kemudian duduk di depan. Waktunya khutbah dimulai. Nasruddin dengan sigapnya naik ke mimbar. Ia tampak memulai khotbahnya. Pada menit-menit awal khotbahnya didengar oleh para jamaah dengan khusyu. Namun tidak seberapa lama nampak oleh Nasruddin sebagian jamaah tertidur lelap. Melihat hal ini Nasrudddin tampak kecewa. Maka ia kemudian memutar otak.
“Api ! Api ! Api !,” kata Nasruddin dengan penuh semangat.
Tentu saja teriakan ini membuat seisi masjid jamaah yang mengantuk menjadi terbangun. Tidak sedikit yang membelalak mata dengan pandangan kaget. Ada pula yang menoleh kiri-kanan. Sebagian ada yang langsung bertanya,”Dimana apinya, Nasruddin ?”
Namun ditanya begitu Nasrudin meneruskan khotbahnya dengan acuh tak acuh.
Tak lama kemudian Nasruddin menjawab dengan tenang di sela khotbahnya, “Api yang dahsyat di neraka yaitu diperuntukkan bagi mereka yang lalai dalam beribadah.”