Nadia Murad, seorang bekas budak seks ISIS meraih nobel perdamaian 2018. Sebelumnya, perempuan berkebangsaan Irak ini pernah menjadi budak seks ISIS selama tiga bulan.
Bagi ISIS, perempuan-perempuan yang diculik adalah harta rampasan dan boleh dijadikan budak. Selain itu, ISIS juga meyakinkan bahwa seks adalah cara mereka berjihad, mereka biasa menyebutnya dengan jihad seks.
Perempuan kelahiran Yazad ini dijadikan sebagai budak seks dan diperjualbelikan beberapa kali sebelum berhasil meloloskan diri. Setelah lolos dari sekapan ISIS pada November 2014, perempuan berusia 25 tahun ini berjuang memerangi kekerasan seks di seluruh dunia.
Nadia mendedikasikan penghargaan yang diraihnya untuk semua perempuan yang mengalami kekerasan seksual. “Ini sangat berarti, bukan hanya bagi saya, namun juga bagi semua perempuan di Irak dan seluruh dunia”, ucap Nadia dalam wawancara dengan situs Nobel usai pemberian penghargaan.
“Hadiah Nobel ini adalah pengakuan atas penderitaan dan kegagalan untuk memberi kompensasi yang memadai bagi perempuan yang menjadi korban perkosaan dan kekerasan seksual di semua negara di seluruh dunia,” ucap Nadia, sebagaimana dilansir BBC.
Sebelum mendapatkan nobel ini, pada 2016 Nadia telah meraih penghargaan hak asasi manusia Vaclav Havel oleh Dewan Eropa. Ketika menerima penghargaan ini di Strasbourg, Prancis, Murad mendesak milisi-milisi ISIS diadili di pengadilan internasional. Pada 2017, PBB bahkan mengangkatnya sebagai duta besar khusus.