Baru-baru ini viral di media sosial, penggalan ceramah dari salah seorang dai yang penampakannya sering kita lihat di televisi, yang menyebut bahwa Muhammad “sesat” sebelum menjadi Nabi di umur 40 tahun, sehingga perayaan maulid Nabi atau Muludan, dia anggap sebagai merayakan kesesatan.
Tulisan ini tidak akan membahas soalan peringatan Maulid Nabi atau keyakinan apa yang dianut oleh Nabi sebelum umur 40 tahun. Tulisan ini akan fokus pada benarkah ayat dalam surat al-Duha tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad “sesat” sebelum diangkat jadi Nabi?
Di dalam kitab Tafsir Ibnu Katsir disebutkan:
إن المراد بهذا أن النبي صلّى الله عليه وسلّم ضَلَّ فِي شِعَابِ مَكَّةَ وَهُوَ صَغِيرٌ ثُمَّ رَجَعَ، وَقِيلَ إِنَّهُ ضَلَّ وَهُوَ مَعَ عَمِّهِ فِي طَرِيقِ الشَّامِ، وَكَانَ رَاكِبًا نَاقَةً فِي الليل، فجاء إبليس فعدل بِهَا عَنِ الطَّرِيقِ، فَجَاءَ جِبْرِيلُ فَنَفَخَ إِبْلِيسَ نَفْخَةً ذَهَبَ مِنْهَا إِلَى الْحَبَشَةِ، ثُمَّ عَدَلَ بالراحلة إلى الطريق حكاهما البغوي
“Yang dimaksud dengan ayat ini (dan kami temukan kamu tersesat, kemudia kami beri petunjuk), bahwasanya Nabi SAW pernah tersesat di bebatu Mekah, saat itu beliau masih kecil, kemudian beliau bisa kembali. Ada juga yang menyatakan bahwa Nabi tersesat bersama dengan pamannya di jalanan kota Syam, saat sedang mengendarai unta di malam hari, kemudian datang iblis yang menyesatkan jalan Nabi. Kemudian datang Jibril yang meniup (mengusir) iblis dengan tiupan yang membuat iblis kabur hingga Habasyah. Kemudian Nabi bisa kembali ke jalan yang benar. Kedua riwayat ini diceritakan oleh Imam al-Baghawi.”
Dari pernyataan tersebut, dapat kita pahami bahwa maksud dari pernyataan “tersesat” yang ada dalam surat al-Duha tersebut ialah bahwa Nabi pernah tersesat jalan dan kemudian mendapatkan pertolongan dari Allah untuk kembali ke jalan yang benar. Sama halnya seperti Nabi Yusuf yang pernah dimasukkan ke dalam sumur oleh saudara-saudaranya, dan kemudian atas seizin Allah, mendapatkan pertolongan dari kafilah dagang (QS Yusuf: 19).
Sepertinya agak terlalu jauh dari maksud apabila ustadz tersebut ingin menyebut Nabi sebagai “sesat” sebelum kenabian dengan menggunakan ayat tersebut. Karena tentu saja, ayat ini menerangkan tentang Nabi yang di masa kecilnya pernah tersesat jalan, bukan Nabi yang sesat akidah