Hawa dingin membuat sebagian orang merasa malas bersinggungan dengan air. Rasa dingin seolah-olah bisa menjalar ke seluruh tubuh yang mengakibatkan otot tidak bisa bekerja sehingga tubuh bisa membeku. Pipi, hidung, dan jari-jari adalah bagian yang sangat rentan mengalami kedinginan. Jika sangat membahayakan, dibolehkah mengganti wudhu dengan tayamum.
‘Dingin’ sebenarnya bisa juga dijadikan dalih seseorang untuk mengganti wudhu dengan tayamum. Apalagi saat hendak melakukan shalat malam atau shubuh. Jika air dingin tersebut dianggap dapat membahayakan tubuh.
Lalu bagaimana hukum tayamum yang menggantikan wudhu ketika dingin? Dari penelusuran fikih hukum yang telah dibaca penulis, terdapat sebab utama yang memperbolehkan tayamum. Sebab pertama karena tidak mendapati air dan sebab kedua adalah khawatir menggunakan air. Dalam kasus ini misalnya, kedinginan dan dingin tersebut dapat membahayakan.
Secara lebih lengkap sebab yang dimaksud sebagai berikut; tidak ada air yaitu tidak ditemukan atau sumber air begitu jauh, adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh sakitnya, jika air sangat dingin dan sulit dipanaskan, dan apabila air yang diperlukan untuk minum terbatas jumlahnya dan khawatir kehausan.
Ada salah satu hal yang menjadi pembatal tayamum yaitu hilangnya penghalang. Maksudnya, bahwa jika hilang penghalang untuk menggunakan air, maka tayamum batal dan wajib berwudhu. Seperti orang yang sakit kemudian sembuh, atau tayamum ketika dingin lantas dinginnya hilang.
Namun, ada juga solusi lain, yaitu menghangatkan air yang dingin. Imam as-Syafi’i memperbolehkan air dingin yang dihangatkan untuk berwudhu. Pendapat pendiri mazhab Syafii ini tertera dalam kitab Al-Hawi yang ditulis oleh Al-Mawardi menuturkan bahwa,
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ : وَكُلُّ مَاءٍ مِنْ بَحْرٍ عَذْبٍ أَوْ مَالِحٍ أَوْ بِئْرٍ أَوْ سَمَاءٍ أَوْ بَرَدٍ أَوْ ثَلْجٍ مُسَخَّنٍ وَغَيْرِ مُسَخَّنٍ فَسَوَاءٌ ، وَالتَّطَهُّرُ بِهِ جَائِزٌ
Artinya, Imam Syafi’i RA berkata, “Bahwa setiap dari laut, baik tawar atau asin, dari sumur atau langit (air hujan), atau air yang dingin atau salju, yang dipanaskan atau tidak adalah sama dan boleh untuk bersuci,” ( Al-Mawardi, Al-Hawi fi Fiqhis Syafi’i, Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, cetakan ke-1, 1414 H/1994 M, juz I, halaman 39).
Jadi kesimpulannya, dingin bisa jadi alasan untuk mengganti wudhu dengan tayamum, namun dengan syarat dingin tersebut dapat membahayakan tubuh. Namun bisa juga dengan memanaskan atau menghangatkan air dingin tersebut agar tidak terlalu membahayakan.
Berkenan ataupun tidak berkenan, sebuah keharusan wajib dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah SWT dengan mengharap keridhoan-Nya. Sesuatu yang sudah ada aturannya harus ditunaikan dan tidak bisa ditolak dengan alasan yang dibuat. Allah ta’ala telah memberikan rukhshoh (keringanan) kepada umatnya untuk beribadah karena sebab tertentu. Sebaiknya setiap kemudahan perlu disyukuri, bukan untuk mencari-cari alasan agar mendapatkan keringanan tersebut.
Wallahu A’lam Bisshawab.