Dalam sejarah awal Islam, para sahabat memiliki mushaf yang disimpan pribadi dengan nama yang dinisbahkan kepada mereka.
Mereka adalah: Abdullah ibn Mas’ud, Ubai bin Ka’ab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Abbas, Umar bin Khattab, Hafsyah binti Umar, ‘Aisyah binti Abi Bakar, Ummu Salamah, Abdullah bin ‘Amr, dan Abdullah bin Zubair.
Akan tetapi, dari uraian tersebut−tanpa harus merinci perbedaan-perbedaan diantara Mushaf-Mushaf di atas−dapat kita simpulkan bahwa sebagian besar dari mushaf tersebut masih sesuai dengan Mushaf Utsmani, kecuali Mushaf Abdullah bin Mas’ud.
Ibn Mas’ud sendiri merupakan salah satu sahabat yang menerima bacaan Al-Quran langsung dari Nabi, mengetahui turunnya beberapa surah Al-Quran, serta salah satu sahabat yang ditetapkan Nabi untuk tempat bertanya tentang Al-Quran. Pengutusan beliau untuk mengajar Al-Quran dan menjadi qadi (hakim) di kufah oleh khalifah Umar, merupakan bukti kredibilitas Ibn Mas’ud dalam bidang Al-Quran.
Setelah menetap cukup lama dan mengajar Al-Quran di Kufah, masyarakat di sana pada umumnya mengikuti bacaannya. Begitu juga ketika adanya rasm Ustmani sebagai Mushaf yang ditetapkan oleh khalifah ustman. Qira’at atau Mushaf Ibn Mas’ud tetap eksis di daerah tersebut sampai beberapa masa kemudian. Dari kenyataan tersebut, qira’ah Ibn Mas’ud maupun mushafnya dapat ditelusuri keberadaannya, karena tidak langsung musnah ketika rasm usmani diresmikan.
Beberapa karakteristik yang menonjol dari naskah Ibnu Mas’ud di antaranya adalah: pertama, perbedaan urutan surah (tartib al-suwar) dengan Mushaf Utsmani. Ibn Nadim mengutip al-Fadl bin Sadan, “saya melihat susunan surah dalam Mushaf Ibn Mas’ud sebagai berikut: al-Baqarah, an-Nisa’, al-‘Imran, yaitu tanpa al-Fatihah.”
Kedua, beberapa ulama seperti Ibn Nadim atau as-Suyuthi menyatakan bahwa dalam Mushaf Ibn Mas’ud, setidaknya ada beberapa surah yang hilang, yakni al-Fatihah, al-Falaq, dan an-Naas. Namun demikian, pernyataan bahwa surah al-Falaq dan an-Naas tidak tercantum dalam Mushaf Ibn mas’ud dibantah keras oleh oleh Al-A’zami. Menurutnya sumber informasi yang mengatakan bahwa dalam Mushaf Ibn Mas’ud tidak mencantumkan atau menolak keberadaan surah al-Falaq dan an-Naas tidak bisa dibenarkan.
Al-A’zami mengatakan riwayat yang menceritakan tidak adanya dua surah tersebut perlu dikoreksi dan diteliti. Mengutip pendapat al-Sabbagh dan Ibn Qutaibah, awalnya Ibn Mas’ud enggan mengakui kedua surah tersebut sebagai Al-Quran, melainkan menganggapnya sebagai doa yang diperuntukan kepada Hasan dan Husain sehingga tidak memasukkan kedua surah tersebut dalam mushafnya. Ketika sikap keraguan hilang dan akhirnya percaya bahwa keduanya adalah sebagian dari surah Al-Quran, ia pun memasukkan kedua surat tersebut.
Wallahu A’lam.