Dari kasus Rachel Corrie, wanita berdarah Yahudi yang memperjuangkan hak-hak warga Palestina mengingatkan kita atas Perang Uhud yang terjadi pada Sabtu 7 Syawwal 3 H di bawah komando Rasulullah. Dalam Sirah al–Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam menyebutkan ada sosok Yahudi yang mendedikasikan diri untuk agama Islam. Ia bernamaMukhairiq bin Nadhiir dari Qabilah Qaynuqa‘.
Mukhairiq tidak sekedar berbagi ide, membantu dan menolong Rasulullah saat tiba di Yasrib, melainkan juga turut serta membela Rasulullah di medan perang. Ia juga mengajak orang-orang Yahudi untuk bergabung dengan pasukan Rasulullah selama perang Uhud berlangsung.
Mukhairiq berkata, “Wahai orang-orang Yahudi, demi Allah wajib bagi kalian untuk menolong Muhammad!”. Mereka mengelak dengan mengatakan “tapi hari ini hari sabat”. Mukhairiq Membantah “tidak ada perayaan hari sabat bagi kalian!”.
Rupanya ajakan Mukhairiq diamini oleh kaumnya sebab ia tergolong orang yang terpandang. Dalam strata sosial, ia termasuk pengusaha dan cendekia di kalangan Yahudi. Kebun kurma yang ia miliki sangat luas. Sampai-sampai ia berjanji kepada Rasulullah, “Andai saja saya ditakdirkan mati diperang uhud, maka saya wakafkan seluruh harta saya untuk kepentingan umat Islam!”.
Ternyata itu bukan sekedar pesan – bisa jadi firasat –,Mukhairiq meninggal di medan Uhud bersama sebagian besar para Syuhada’. Ada yang menarik saat kabar meninggalnyaMukhairiq sampai kepada Rasulullah, beliau mengatakan “Mukhayriq khariul yahūd” (Mukhairiq sebaik baik orang Yahudi).
Artinya dari kisah ini kita bisa mengambil hikmah; agama bukan menjadi alasan untuk kita membenci satu sama lain. Agama tidak melegalkan kita untuk saling bermusuhan. Agama tidak menghalangi kita untuk bersedia menolong diluar agama kita. Ada yang lebih penting dari itu, yaitu ‘ruhul basyariyah’ (humanisasi).
Seperti pesan Gus Dur, “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”.