Kendati telah disahkan menjadi Undang-Undang, nyatanya Omnibus Law Cipta Kerja masih dalam tahap konsolidasi substansi. Ini terbukti setelah Presiden Jokowi memerintahkan Mensesneg Pratikno agar bertandang ke NU dan MUI sebagai pihak yang dinilai punya pengaruh signifikan dalam memuluskan sosialisasi UU Ciptaker.
Ditengarai, tujuan dari kunjungan Pratikno itu adalah untuk mengakomodasi aspirasi public sebelum Presiden Menyusun aturan turunan UU Ciptaker. Lebih dari itu, Pratikno dikabarkan turut membawa naskah final UU Ciptaker ke NU dan MUI.
Sebelumnya, MUI tampak merasa kecolongan karena baru dilirik pemerintah setelah UU Ciptaker disahkan pada 5 Oktober lalu.
Lebih jauh, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Muhyiddin Junaidi mengaku telah meminta Presiden Jokowi untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) agar membatalkan UU Ciptaker yang diprotes oleh masyarakat. Permintaan ini disampaikan saat MUI bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Bogor, Jumat (16/10/2020), pekan lalu.
Hanya saja, Presiden Jokowi menolak permintaan tersebut.
“Kami MUI minta agar pemerintah bisa mengeluarkan Perppu. Tapi Presiden bilang tidak bisa karena itu inisiatif dari pemerintah,” kata Muhyiddin, dikutip Kompas.com.
Menurut Muhyiddin, permintaan untuk menerbitkan Perppu tersebut tidak lahir dari ruang kosong. Dengan kata lain, apa yang diminta MUI itu diklaim telah sesuai dengan aspirasi sejumlah masyarakat yang selama ini menyampaikan aspirasi ke MUI. Salah satunya adalah para pekerja yang merasa hak-haknya dipangkas.
Sayangnya, demikian Muhyiddin, Presiden Jokowi justru lebih menekankan bahwa pemerintah akan segera menyusun aturan turunan UU Cipta Kerja berupa peraturan pemerintah dan peraturan presiden. Alhasil, MUI pun diminta agar memberi masukan.
Meski begitu, Muhyidin menilai bahwa sebaik apapun aturan turunan yang kelak disusun pemerintah, tetap saja tidak bisa menjadi solusi bagi pasal-pasal bermasalah di UU Cipta Kerja.
“Sebab, PP atau Perpres kan tak bisa melampaui UU,” kata dia.