Sejak era Islam lahir, Madinah dikenal sebagai pusat administrasi dan salah satu pasar yang potensial. Oleh karena itu, para saudagar dari berbagai wilayah datang untuk berdagang mencari peruntungan.
Suatu ketika, datanglah seorang saudagar dari Irak untuk membuka lapak dan menjajakan dagangannya.
Selang beberapa waktu mencari peruntungan di Madinah, ia merasa tak ada kemajuan. Barang yang ia jual tak banyak diminati konsumen. Bahkan, tak satupun kerudung hitam yang ia jajakan laku di pasaran. Jangankan melihat dan ditawar, dilirikpun tidak. Sebab waktu itu, hitam bukanlah warna yang populer untuk membalut kerudung.
Ini membuatnya sedih dan bimbang. Mau pulang, tapi modal belum kembali. Mau bertahan, tapi tak ada alasan yang mampu menahan.
Melihat ia bingung, seorang pedagang lain memberi saran agar ia pergi menemui Miskin ad-Darimy, seorang penyair yang memilih moksa dan menyendiri.
Maka pergilah dia menemui Miskin ad-Darimy yang sedang i’tikaf di masjid untuk mengatasi masalah yang dia hadapi.
“Ada satu cara, dengan syair. Namun tak mungkin kulakukan,” kata Miskin menawarkan solusi. “Sebab, kini aku berhenti menggubah syair. Aku sudah mantap untuk menempuh jalan sufi”.
“Mohon tolonglah aku. Aku orang asing. Tak ada sanak-saudara yang bisa membantuku di sini. Kau satu-satunya harapanku,” pintanya pada Miskin ad-Darimy.
Tak tega, Miskin ad-Darimy keluar masjid. Pulang ke rumah dan memakai baju penyair, sebagai tanda bahwa dia kembali ke profesinya dulu, melepas pakaian sufi yang ia kenakan sebelumnya. Lalu ia melantunkan sebuah syair:
قل للمليحة في الخمار الأسود :: ماذا فعلت بناسك متعبد
قد كان شمر للصلاة ثيابه :: لما وقفت له بباب المسجد
فسلبت منه دينه ويقينه :: وتركته في حيرة لا يهتدي
ردي عليه صلاته وصيامه :: لا تقتليه بحق دين محمد
“Duhai, sampaikan pada perempuan cantik berkerudung hitam,
Apa yg kau perbuat pada hamba yang memilih kezuhudan?
Dulu, ia selalu bersiap salat, bersimpuh menghadap Tuhan
Kini, bahkan ia berdua bersamamu di pintu rumah Tuhan
Kau renggut darinya agama dan keyakinan
Kau tinggalkan dia dalam kebingungan tanpa tuntunan
Telah tertolak segala ibadah yang dia lakukan; puasa dan salat
Maka janganlah kau bunuh dia, demi kebenaran agama Muhammad”
Usai melantunkan syair tersebut, seisi Madinah gempar. Bagaimana mungkin, seorang sufi yang telah berkomitmen untuk menempuh jalan sakral dan mengabdi untuk meraih cinta Allah, justru memilih untuk mencintai manusia? Secantik apa perempuan yang berhasil memikat hati seorang sufi?
Maka orang-orang mulai berspekulasi mengenai kecantikan perempuan yang Miskin ad-Darimy cintai. Lahirlah presepsi bahwa perempuan berkerudung hitam dapat memikat hati siapapun, bahkan seorang sufi.
Tak ayal, kerudung hitam menjadi tenar. Para istri meminta kerudung hitam pada suaminya. Gadis muda memohon kerudung hitam sebagai hadiah pada ayahnya. Mempelai wanita menyaratkan kerudung hitam bagi para pria.
Sejak itu, hitam bukan lagi warna yang tabu untuk membalut kerudung, sampai sekarang.
Syair ini banyak dibawakan oleh para penyanyi Arab sebagai “musikalisasi” puisi. Di antaranya Luthfi Bushnaq, seorang penyanyi Tunisia yang konsisten mengusung nuansa dan genre tradisional dalam lagu-lagunya.
Miskin ad-Darimy adalah julukan dari seorang penyair terkenal era Dinasti Muawiyah. Nama aslinya Rabi’ah bin Amir bin Unaif. Julukan tersebut diambil dari salah satu syairnya:
أنا مسكين لمن أنكرني :: ولمن يعرفني جدّ نطق
“Aku bukan siapa-siapa bagi mereka yang tak tahu jatidiriku
Sedang mereka yang tahu tak akan mengabaikanku”