Mewanti-wanti Ancaman Terorisme di Tahun 2018

Mewanti-wanti Ancaman Terorisme di Tahun 2018

Teror masih menjadi ancaman menakutkan di tahun ini bagi publik dunia

Mewanti-wanti Ancaman Terorisme di Tahun 2018
Mengapa sih, ada korban di sekitar kita kok malah kita tidak bisa simpati kepada korban, padahal ia di depan mata kita?

Tahun lalu diangap  cukup aman dari tindakan teror-meneror dan intoleran lainnya. Meskipun tetap ada beberapa kasus-kasus intoleran dan SARA seperti ketika menjelang pilkada DKI Jakarta, dimana ayat al-Qur’an dipakai untuk berpolitik. Begitupun dalam skala global, kasus intoleransi, kekerasan dan krisis kemanusiaan masih terjadi.

Namun, kondisinya berbeda saat perayaan Natal tiba. Semua berjalan lancar tanpa ada tindakan intoleran dan teror yang menyertainya. Bahkan ada beberapa umat beragama lainnya yang ikut menjaga gereja saat perayaan Natal.

Tetap saja, walau kondisi cukup aman kita harus berhati-hati. Karena untuk melakukan tindakan radikal dan teror sekarang tak pandang tempat. Bahkan masjid pun bisa jadi sasaran. Seperti yang terjadi di Mesir beberapa waktu yang lalu, masjid sendiri dibom oleh para teroris.

Syafi’i Ma’arif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, dalam buku Ilusi Negara Islam, setidaknya ada tiga teori yang menyebabkan adanya gerakan radikal dan tumbuh suburnya gerakan transnasional ekspansif. Pertama, adalah kegagalan umat Islam dalam menghadapi arus modernitas sehingga mereka mencari dalil agama untuk menghibur diri dalam sebuah dunia yang dibayangkan belum tercemar. Kedua, adalah dorongan rasa kesetiakawanan terhadap beberapa negara Islam yang mengalami konflik, seperti Afghanistan, Irak, Suriah, Mesir, Kashmir, dan Palestina. Ketiga, dalam lingkup Indonesia, adalah kegagalan negara mewujudkan cita-cita negara yang berupa keadilan sosial dan kesejahteraan yang merata.

Yang pertama, terkait terorisme terjadi sebab pelarian kaum muslimin tertentu karena gagal menghadapi arus modernitas. Lalu, mencari afirmasi dari teks agama. Sehingga melahirkan pemahaman terhadap teks-teks agama secara rigid, tidak melihat historis, asbabun nuzul dan konteksnya sehingga memicu pemahaman yang sempit dan radikal. Ini sangat berbahaya bagi kelangsungan si pemeluk agama dan agama itu sendiri. Sebab pemahaman yang sempit bisa melahirkan terorisme. Dan terorisme dikutuk dunia. Alhasil nama Islam buruk di mata dunia.

Kedua dari teori Buya Syafi’i Ma’arif diterangkan, bahwa kesetiakawanan sebagai bentuk solidaritas yang sempit dan eksklusif terhadap sesama Islam (negara Islam). Mengingat negara-negara muslim seperti Timur Tengah banyak yang menjadi korban keberingasan negara barat. Berawal dari seperjuangan dan solidaritas yang sempit serta eksklusif orang-orang tadi melakukan pembenaran tindakan radikal hingga terorisme.

Dan yang terakhir, terorisme terjadi sebab ketidakpuasan terhadap kinerja aparatur negara maupun sistem negara yang tidak kunjung juga mengentaskan kemiskinan dan menciptakan kedamaian bagi warga negara. Alih-alih menciptakan kesejahteraan yang terjadi justru sebaliknya, hilangnya mata pencaharian dan minimnya lapangan kerja di era globalisasi ini. Yang miskin semakin miskin dan yang kaya semakin kaya.

Ancaman Teror lewat Media

Seiring berubahnya zaman, tindakan radikal dan teror tidak hanya terjadi di dunia nyata saja. Sosial media atau dunia maya sudah banyak tercemar oleh narasi-narasi hoax, provokasi dan radikal. Para aktivis Islam radikal pun memanfaatkan dunia maya sebagai ladang basah.

Kepala Biro Umum Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen TNI Dadang Hendrayudha seperti yang dilansir laman BNPT menegaskan, hubungan terorisme dengan dunia maya bukan hal baru karena mereka sudah lama memanfaatkan internet untuk propaganda. Karena itu, pemerintah melalui BNPT berinisiatif membentuk duta damai dunia maya dalam rangka untuk membangun tujuan bersama untuk Indonesia damai. Ini juga bentuk komitmen dan konsistensi BNPT mengajak seluruh komponen masyarakat, khususnya kalangan generasi muda untuk bersinergi dalam mengkampanyekan perdamaian di dunia maya.

Yang cukup meresahkan yakni pemanfaatan internet yang tak sesuai porsinya. Internet digunakan untuk propaganda, rekruitmen, indoktrinasi, hingga baiat oleh kaum radikal dan peneror. Ini merupakan salah satu fenomena baru. Jika dulu kaum jihadis atau kaum radikal secara langsung melakukan propaganda dan lain-lain, sekarang hanya melalui internet.

Oleh karenanya langkah BNPT dalam membendung propaganda kaum jihadis tersebut lewat narasi-narasi damai dan toleran sudah tepat. Semakin banyak narasi -narasi damai dan toleran yang dibuat semakin besar pula kesempatan perdamaian dan toleransi. Karena kalau kita melihat fakta, sosial media atau dunia maya merupakan tempat generasi milenial belajar dan menghabiskan waktu hidupnya.

Selain untuk membendung narasi-narasi radikal, narasi-narasi damai juga berfungsi untuk menangkal hoax. Karena dewasa ini hoax sangat marak sekali. Mengapa hoax harus dibendung? Karena hoax berpotensi memecah belah kesatuan dan perdamaian bangsa dan negara. Banyak sekali kasus-kasus kekerasan yang bermula dari berita hoax. Penulis contohkan akibat kabar hoax, orang-orang di Tanjung Balai, Sumatra Utara beberapa tahun yang lalu berbondong-bondong membakar tempat ibadah (vihara dan kelentheng).