Menuju Pelantikan Presiden Baru: Jangan Ingkari Janji!

Menuju Pelantikan Presiden Baru: Jangan Ingkari Janji!

Menuju Pelantikan Presiden Baru: Jangan Ingkari Janji!

Dalam perjalanan politik, momen pemilihan umum adalah waktu yang penuh harapan. Rakyat memberikan suara mereka, berharap bahwa pemimpin terpilih akan membawa perubahan dan perbaikan. Namun, harapan tersebut bergantung pada satu prinsip fundamental yang sering kali terlupakan: menepati janji. Bagi presiden terpilih dan calon menteri, penting untuk menyadari bahwa setiap janji yang diucapkan adalah amanah yang harus dipenuhi.

Dalam Al-Qur’an, Allah SWT menekankan pentingnya menepati janji melalui berbagai ayat. Misalnya, dalam Surah Al-Maidah (5:1), Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah kontrak-kontrak.” Ini menunjukkan bahwa janji yang diucapkan kepada rakyat bukan hanya sekadar kata-kata, tetapi merupakan kontrak yang mengikat. Ketidakpatuhan terhadap kontrak ini dapat merusak kepercayaan rakyat terhadap pemimpin mereka.

Selanjutnya, dalam Surah An-Nahl (16:11), Allah berfirman,

وَأوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إذَا عاهَدْتُم

“Dan penuhilah perjanjian Allah apabila kamu berjanji.”

Pesan ini mengingatkan kita bahwa setiap janji, baik kepada Allah maupun kepada sesama, harus ditepati. Hal ini diperkuat dalam Surah Al-Isra (17:34), Allah menegaskan,

وَأوْفُوا بالعَهْدِ إِنَّ العَهْدَ كانَ مَسْؤُولًا

“Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

Peringatan ini sangat relevan bagi pemimpin yang sering kali membuat janji selama kampanye mereka.

Rasulullah SAW juga menekankan pentingnya menepati janji dalam ajaran beliau. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, beliau bersabda, “Tanda-tanda seorang munafik ada tiga: Jika dia berbicara, dia berdusta; jika dia berjanji, dia mengingkari; dan jika dia dipercaya, dia berkhianat” (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadis ini menunjukkan betapa seriusnya konsekuensi dari ingkar janji. Pengingkaran janji tidak hanya mencemari reputasi seorang pemimpin, tetapi juga dapat memicu ketidakpuasan di kalangan masyarakat.

Penjelasan Ulama tentang Mengingkari Janji

Ulama telah memberikan perhatian serius terhadap masalah mengingkari janji. Dalam  al-Adzkar an-Nawawi, dijelaskan bahwa orang yang mengingkari janji termasuk dalam kategori orang munafik, sebagaimana disampaikan dalam hadis Rasulullah. Dalam hal ini, para ulama sepakat bahwa jika seseorang menjanjikan sesuatu yang tidak dilarang, ia wajib untuk menepatinya.

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai apakah memenuhi janji itu wajib atau hanya sunnah. Imam Syafi’i, Abu Hanifah, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa memenuhi janji adalah sunnah yang sangat dianjurkan. Jika seseorang meninggalkan pemenuhan janji, dia akan kehilangan keutamaan dan dianggap melakukan hal yang makruh, meskipun tidak berdosa.

Di sisi lain, ada pendapat yang menyatakan bahwa memenuhi janji adalah wajib, terutama jika janji tersebut telah mengikat pihak lain dalam suatu perjanjian.

Imam Abu Bakar bin Arabiy menyatakan bahwa salah satu pendukung pendapat bahwa memenuhi janji adalah wajib adalah Umar bin Abdul Aziz. Selain itu, ulama Maliki memiliki pandangan bahwa jika suatu janji berkaitan dengan syarat tertentu, seperti dalam perjanjian nikah atau kesepakatan lainnya, maka pemenuhan janji menjadi suatu kewajiban. Namun, jika janji tersebut bersifat umum dan tidak terikat, maka kewajiban tersebut tidak berlaku.

Beberapa ulama berargumen bahwa janji dalam konteks tertentu dapat dianggap mirip dengan hadiah, di mana pemenuhan hadiah tidaklah wajib sampai ada penerimaan. Pandangan ini menunjukkan kompleksitas dalam memahami apa yang dimaksud dengan memenuhi janji dan konteks di mana janji tersebut dibuat.

Dampak dari Mengingkari Janji

Menepati janji memiliki dampak yang jauh lebih besar daripada sekadar memenuhi kewajiban. Ini adalah tentang membangun kepercayaan antara pemerintah dan rakyat. Ketika pemimpin menepati janji, kepercayaan rakyat akan semakin kuat, dan ini akan menciptakan kerjasama yang solid dalam berbagai aspek pemerintahan. Sebaliknya, jika pemimpin sering mengingkari janji, kepercayaan publik akan berkurang, yang pada gilirannya dapat mengganggu stabilitas pemerintahan.

Keberhasilan seorang pemimpin sering kali diukur berdasarkan kemampuan mereka untuk memenuhi janji. Ketika janji yang diucapkan selama kampanye dapat diimplementasikan dalam bentuk kebijakan nyata, rakyat akan merasa dihargai dan diakui. Hal ini akan mengurangi potensi ketidakpuasan dan protes yang sering kali muncul ketika rakyat merasa diabaikan.

Namun, memenuhi janji bukanlah hal yang selalu mudah. Ada banyak tantangan yang dihadapi seorang pemimpin dalam menjalankan tugasnya. Lingkungan politik yang dinamis, keterbatasan anggaran, dan faktor eksternal lainnya dapat mempengaruhi kemampuan untuk memenuhi janji. Oleh karena itu, penting bagi pemimpin untuk bijak dalam berjanji. Mereka harus memastikan bahwa janji-janji yang dibuat adalah realistis dan dapat dipenuhi.

Dengan semua hal ini, bagi presiden terpilih dan calon menteri, pengingat ini sangat penting: ingatlah untuk selalu menepati janji. Janji yang ditepati bukan hanya sebuah kewajiban, tetapi juga fondasi untuk membangun pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab. Dalam menjalankan amanah ini, mereka akan mampu mengukir sejarah yang baik di mata rakyat dan Allah SWT. Mengakhiri dengan prinsip yang sederhana namun mendalam: “Jangan ingkari janji.”

(AN)