Menghina dan menistakan keyakinan menjadi perbincangan hangat hampir tiap tahun. Buntutnya bukan hanya kecaman di media/sosial media, akan tetapi bisa berdampak panjang; ribuan massa yang berduyun-duyun melakukan demonstrasi, hingga langkah politis yang berujung kebijakan untuk orang banyak.
Respon kasus penistaan agama sering terjadi. Beberapa tahun lalu, demonstrasi digelar di banyak tempat, memprotes Geert Wilders yang membuat film: Fitna. Lalu majalah satir yang suka membuat parodi soal agama, Charlie Hebdo yang memang telah menjadi langganan dikecam oleh umat Islam di seluruh dunia. Di Indonesia ada kasus Ahok dan Gus Muwafik—meski tidak sampai ke pengadilan, hingga seseorang yang pernah memprotes suara adzan kemudian justru dipolisikan.
Agama, kata Yuval Noah Hariri, merupakan satu dari imaji yang mampu menyatukan manusia. Dalam hidup berkerumun, manusia perlu cita-cita, perlu kesepahaman dan harapan. Dengan begitu manusia akan bergerombol membentu masyarakat!. Jika tidak, mereka akan susah beradaptasi!. Itulah kelebihan manusia dari yang mamalia yang lain.
Sayang sekali, kita harus menerima bahwa keyakinan atau agama hampir selalu merevisi tatanan yang sudah baku sebelumnya: mereka “menistakan” kepercayaan sebelumnya. Yahudi meluruskan kaum pagan, demikian pula dengan Kristen, ingin meluruskan ajaran Yahudi, dan tentu Islam, ingin meluruskan kepercayaan orang-orang paganist di Arab. Karena dianggap “menghina” tradisi paganisme yang sudah raturan tahun ada di Makkah, mereka kerapkali mendapat persekusi hingga pindah ke kota Yasrib (Madinah).
Jauh sebelum Islam, di alexandria abad ke-4, Hypatea, matematikawan dan astronom juga harus mati, dimutilasi. Temuan-temuan ilmiahnya dianggap menghina ajaran agama yang sedang tumbuh pesat saat itu: Kristen.
Perpustakaan yang merupakan tempat kumpulan mahkota ilmu pengetahuan dibakar, tak terselamatkan. Dia merupakan seorang perempuan yang berhasil menteorikan bumi itu berputar mengelilingi matahari dan rotasi bumi dalam lingkarang yang tidak begitu bulat. Bahkan dia sempat memikirkan gravitasi bumi. Pencapaian ilmiah luar bias itupun lenyap. “Kebenaran” pun tertunda lama sekali. Kelak hampir seribu tahun setelahnya, Capernicus dan Gelileo membenarkan semua teori yang pernah dibangun Hypatia. Carl Sagan, futurist itu, pernah menyebut jika tidak ada pembakaran buku di zaman Hypatia, ilmu pengetahuan kita sekarang jauh lebih maju 500 tahun ke depan. Mungkin, jika tak terjadi pembakaran itu, sekarang mobil terbang di mana-mana, dan mungkin manusia sudah bisa membangun koloninya di Mars. Sayang, pembakaran buku-buku sudah terjadi.
Arnold Whitehead, Filsuf Inggeris percaya bahwa semua filsafat modern merupakanfootnote dari Plato. Dan Plato adalah murid dari Socrates. Kita tahu, Socrates dianggap merupakan orang paling bijaksana di Athena, tokoh utama pembaruan pemikiran Yunani. Orang-orang di zamannya percaya Socrates melukai agama yang telah mapan: Zeus dan keluarganya. Pemikiran-pemikiran bijak dan rasional Scorates tak diterima pada masyarakat. Dia seperti tamu dari masa depan yang terlalu dini datang ke bumi!. Lalu dia harus mati, dipaksa meminum racun.
Di era awal pencerahan, pengagas heliocentrisme modern, Guiordano Bruno, dianggap menghina gereja. Dia harus dipenjara dan diasingkan. Demikian pula yang terjadi dengan Gelileo. Bahkan bahkan Jean Jacques Rousseau yang memberi kontribusi besar pada teori politik dalam sebuah negara yang sekarang ini banyak dianut.
Dalam dunia Islam tentu banyak sekali cerita kematian, presekusi dan pembunuhan dikarenakan dianggap menista agama? Yang paling menarik adalah Alhallaj, sufis yang akrab bagi orang Indonesia. Dia harus mati digantung oleh orang-orang dikarenakan dianggap menghina Islam. Pemikiran-pemikirannya yang membatinkan Tuhan melekat dalam dirinya dianggap berbahaya. Di Indonesia, kita mengenal Syeh Siti Jenar, yang juga dihukum dikarenakan dianggap sesat dan melukai kebenaran agama.
Di dunia Islam kekinian, Faraq Foda, dibunuh tahun 1992 oleh al-Gama A-Islamiyaa. Menurut Ulama mesir, tulisannya menyesatkan dan membahayakan Islam, karena membenarkan bahwa urusan agama dan negara harus dipisah. Demikian pula dengan Fazur Rahman, pemikir Pakistan yang harus pergi ke Amerika karena pemikirannya dianggap menyesatkan. Di Malaysia Abdul Kahar Ahmad, di tahun 1990 juga dipenjara, karena dianggap menyebarkan doktrin agama yang menistakan Islam. Dan tentu masih banyak lagi.
Penistaan ini akan terus terjadi. Kenapa? Karena agama menawarkan renungan, konsep, sejarah, cara pandang dan janji ke publik dalam waktu yang sangat lama. Jika sudah demikian, akan banyak tafsir, ketidaksetujuan, sinisme, ejekan dan tentu saja penolakan. Ya, karena dia sudah menjadi barang publik. Terlebih lagi sudah ratusan tahun, bahkan ribuan dan sudah banyak penafsiran termasuk mengundang banyak respon. Agama harus siap menerima itu. Berbeda dengan istri atau bapakmu, yang selalu dijadikan perumpamaan itu!. Sangat berbeda!. Mereka tak terlibat memberikan system yang konprehensif dan mempunyai potensi multi tafsir ke publik.
Berbagai kasus penistaan agama sudah banyak terjadi dalam sejarah. Banyak dari mereka yang dianggap menista memberikan kontribusi besar dalam kemajuan peradaban manusia. Tentu anda berhak merasa sebal. Akan tetapi jangan panik dan marah, itu bagian dari konsekuensi wacana publik yang harus diterima. Jika masih merasa sebal, anggap saja mereka orang gila yang sedang menghina anda, lalu anda mau marah-marah karena dihina orang gila?. Ada baiknya mengikuti kata Nabi Muhammad: Jangan Marah! Jangan Marah, Jangan Marah!
*) Slamet Thohari; dosen, tinggal di Malang.