Judul Buku : Al-Risalah Imam Syafi’i
Penerjemah : Ahmadie Thaha
Penerbit : Pustaka Firdaus
Edisi : Revisi
Jumlah halaman : 459 halaman
Tahun terbit : 2016
Secara langsung atau tidak langsung mayoritas umat Islam di Indonesia bermadzhab pada Imam Syafi’i dalam fiqihnya. Hal itu tidak mengherankan karena sebagian besar buku fiqih, fatwa, maupun putusan hukum para hakim di Pengadilan Agama di sini rujukannya adalah teori hukum yang telah dirumuskan olehnya. Namun umumnya orang belum mengetahui bahwa Imam Syafi’i sedemikian ketat dalam mendirikan madzhabnya.
Al-Risalah adalah kitab pertama yang berhubungan dengan kaidah penggalian hukum-hukum Islam yang tersusun secara sistematis. Gagasan Imam Syafi’i tersebut kemudian diteruskan oleh ahli-ahli fiqih dan para teoritisi setelahnya yang belakangan berkembang menjadi ushul fiqh maupun ushul hadits.
“Sekitar 195/811, al-Syafi’i memutuskan balik kembali ke Baghdad, Irak. Di sini, ia mulai mengembangkan madzhabnya, melakukan banyak diskusi dan tukar pikiran dengan kalangan fuqaha ahl al-ra’y (rasionalis) yang mayoritas murid-murid Abu Hanifah. Di berbagai diskusi ini, ia melakukan pembelaan terhadap para ulama hadits yang sebelumnya menjadi bulan-bulanan ahl al-ra’y. Itu sebabnya, al-Syafi’i kelak dikenal sebagai Naashir al-Sunnah (Sang Pembela Sunnah).” (Pengantar penerjemah hal. xiv).
Tidak berlebihan kiranya jika buku Al-Risalah Imam Syafi’i yang diterbitkan Pustaka Firdaus tahun 2016 sejauh yang saya tahu merupakan terjemahan terbaik yang pernah ada, setidaknya yang berbahasa Indonesia.
Pengantar sepanjang 42 halaman yang ditulis oleh penerjemahnya, Ahmadie Thaha, telah memberikan informasi yang memadai akan hal itu. Penerjemah yang menyadari akan pentingnya kitab Al-Risalah dengan tekun mengupayakan agar terjemahannya bisa hadir di hadapan pembaca sedekat mungkin dengan aslinya.
Al-Risalah yang diterjemahkan oleh Ahmadie Thaha ini pertama kali terbit tahun 1985. Namun setelah penerjemah menemukan cetakan Al-Risalah dalam bahasa Arab edisi 2001 yang ditahqiq Rif’at Fawzi ‘Abdul Muthalib, dosen di Universitas Ummul Qura, Makkah, pada 2013 terjemahannya dibongkar ulang. Tidak hanya diedit kembali tetapi sistematikanya pun diubah hingga sedemikian rupa.
“Terjemahan ini, ketika saya buat pertama kali pada tahun 1980-an, hanya mengacu pada al-Risalah edisi Syakir. Namun, dalam melakukan revisi terhadap terjemahan ini, saya kemudian juga mengacu ke al-Risalah edisi ‘Abd al-Muthalib. Saya telah memanfaatkan kedua versi komplementer itu dengan mempertahankan semua yang terdapat pada edisi Syakir sebagai jendela ke sejarah awal teks al-Risalah, sekaligus sebisa mungkin menyajikan versi inklusif teks al-Risalah dengan mengambil bahan-bahan yang telah disajikan oleh ‘Abd al-Muthalib.” (Pengantar, hal. xxxv).
Terkait dengan Al-Risalah, Jalaluddin Al-Suyuthi, cendikiawan muslim Kairo, Mesir, abad 15, yang telah mewariskan banyak kitab di bidang bahasa, Hadits, tafsir Alquran, dan hukum Islam pun sangat terkesan. Menurutnya al-Syafi’i adalah peletak batu pertama ilmu ushul fiqih yang lengkap dan independen. Karenanya upaya penerjemah dan penerbit yang menghadirkan kembali buku Al-Risalah Imam Syafi’i ini memang perlu kita sambut baik.