Rasanya tidak berlebihan jika saya bilang saat ini tidak banyak para ahli atau ilmuwan yang dikenal khalayak ramai. Di era banjir konten seperti sekarang, bukanlah tokoh keilmuan yang mengisi pengetahuan sehari-hari manusia, terutama di sosial media. Warganet lebih gemar berkerumun di sekitar nama artis yang bergerak di dunia hiburan.
Hal ini senada dengan fakta tentang 10 besar kanal YouTube terpopuler di Indonesia. Data sampai bulan Maret 2020, semua kanal itu hadir dari mereka yang bergerak di dunia hiburan. Dari posisi pertama yang menghibur via jalur prank sampai peringkat sepuluh yang menghibur via musik Gambus. Video-video YouTube yang laris pengunjung juga bukan dari kanal yang menawarkan informasi dari para ahli atau berita, tetapi hadir dari foodvlogger, review gadget sampai podcast artis. Khusus yang terakhir, podcast memang sedang digandrungi akhir-akhir ini.
Masing-masing artis yang memiliki kanal sendiri dan punya konten podcast mau tak mau berakibat pada semakin berserakannya opini di sosial media. Para penghibur itu ikut-ikutan berpendapat atas apa yang sedang jadi polemik, dan untuk saat ini tentu isu soal corona adalah sesuatu yang hangat untuk dijadikan topik dalam podcast-podcast mereka.
Sebenarnya menampilkan sosok penghibur dalam memberikan opini pada suatu peristiwa di tayangan infotainment TV sudah cukup bermasalah. Karena kita tahu bahwa persoalan rumit macam corona membutuhkan narasumber yang memang paham pada isu itu, semisal para epidemiolog, pemerintah, atau tim medis yang berjibaku melawan corona.
Kita lebih membutuhkan orang-orang macam Jurgen Klopp, manager tim Liverpool, yang dengan berani menolak menjawab ketika ditanya wartawan perihal corona. Karena ia sadar tidak punya cukup kapasitas untuk menjawab tema-tema di luar sepak bola.
Jika artis beropini tentang corona di infotainment, saya kira masih mending karena ada jajaran redaksi yang sekiranya bisa memilah dan memilih mana yang layak ditampilkan dan perlu di-cut. Sehingga memang kalau kita perhatikan dalam acara infotainment, artis yang ditanya tentang suatu polemik, mereka tak lebih hanya berucap dalam koridor lip service “iklan layanan masyarakat.” Dalam persoalan corona kebanyakan mereka hanya mengatakan kita harus tetap di rumah dan jaga jarak.
Sayangnya, saat ini TV mulai tergerus oleh internet. Saat ini artis tak hanya bergantung pada TV untuk meraih popularitas. Malah seringkali TV yang mengekor pada internet. Saat ini para artis bisa membuat acara sendiri di YouTube. Sesuai jargon YouTube, Broadcast Yourself, mereka memproduksi konten siaran yang dikurasi secara pribadi.
Tentu kita masih ingat dengan Jerinx SID yang mempromosikan teori konspirasi tentang corona. Naasnya kanal itu adalah salah satu dari 10 besar kanal dengan jumlah pelanggan terbanyak. Hasilnya? Ada saja penganut baru teori yang dibicarakan artis itu!
Ini nyata, lho! Saya punya satu kawan yang sejak video teori konspirasi itu muncul, ia menjadi giat memposting video soal konspirasi, mulai dari menampilkan “kekejaman” Elit Global, Yahudi, dan Amerika. Tentu salah satu video yang diposting teman saya itu adalah potongan video dari artis yang meyakini corona adalah konspirasi.
Suatu polemik akan semakin runyam jika kondisi seperti ini dibiarkan terus-terusan. Karena nyatanya, setelah muncul konspirasi corona, ada sebuah video baru lagi yang muncul dari vlogger Indira Kalistha yang tanpa malu-malu mengakui kebiasaannya ogah cuci tangan dan memakai masker. Apakah video seperti ini berefek? Tentu. Kita tunggu saja.
Kita perlu mengoreksi hal ini, setidaknya kita bisa mulai dari diri kita sendiri untuk menjadi bijak memilah opini berserakan di internet. Saya mengutip beberapa penjelasan Al-Ghazali dalam merespon ilmu filsafat dari Yunani;
Pertama, kita perlu sadar bahwa tidak semua informasi yang dibicarakan seseorang itu pasti benar, sehingga ada usaha untuk selalu bertanya dan melakukan cek. Saya kira satu cara yang paling bisa kita lakukan untuk menjadi warganet yang bijak adalah menaruh sikap skeptis. Bahwa semua hal yang dibicarakan orang tidak bisa kita terima semua atau kita tolak semua. Menjadi bijak menuntut kita untuk cerdas memilah, terus bertanya, dan melakukan cek atas sebuah informasi.
Kedua, Kita juga harus sadar dengan prinsip bahwa tidak mungkin semua orang akan cerdas dalam segala bidang. Para penghibur memang memiliki kecerdasan dalam bermusik atau berakting, tetapi tidak otomatis membuat mereka menjadi ahli dalam hal lain, semisal pandemic corona.
Ketiga, kita juga tentunya perlu sadar bahwa kanal-kanal podcast yang dibangun oleh para artis memang berkategori kanal hiburan. Sehingga selayaknya hiburan, ya kita perlakukan itu sebagai hiburan. Memang tujuan kanal itu dibangun adalah untuk menghibur, kok. Tidak perlu menganggapnya menjadi kanal referensi utama sebuah isu yang mengedukasi dan harus dipercaya. Seperti para Standup comedian, ketika mereka mengatakan pesan sate usus di KFC, tentu itu bukan suatu yang harus dipercaya karena ucapan itu tujuannya memang untuk menghibur dan menghadirkan tawa. Kecuali kalau pada suatu kasus tertentu podcast artis itu memang berniat memberikan edukasi dan mengundang para tokoh yang kompeten di bidangnya.
Selain warganet, saya kira memang mental dari public figure juga perlu dievaluasi. Mereka harusnya sadar bahwa mereka adalah penghibur, bukan para ahli. Harusnya mereka sadar dengan banyaknya jumlah pelanggan kanal, setiap ucapan dan tindakan pasti akan memberikan resiko, sehingga pemilahan topik dan konten menjadi penting untuk dipikirkan.
Ketika podcast mulai laris, semua orang berbondong-bondong membuat podcast. Semua orang jadi suka bercerita dan beropini tentang segala hal. Lalu tibalah saatnya seperti saat ini. Ketika ramai corona, mereka mengangkat topik soal corona. Iya kalau yang diundang itu pakar, yang tujuannya memberikan edukasi dan omongannya bisa dipertanggungjawabkan. Alih-alih demikian, mereka mengundang sesama kerabat artis dan berbicara tak karuan. Jumlah pelanggan yang amat banyak membuat omongan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan itu benar-benar teramplifikasi dan membuat kondisi semakin gaduh.
Ada salah satu di antara mereka yang berpendapat “Di saat 99% media dan seleb menakut-nakuti kita dengan persepsi jika covid ini sangat mematikan, apa salahnya saya beropini untuk menyeimbangkan?”
Hei! Ya nggak gitu juga cara mainnya! Saya kasih tahu ya, menjadi berbeda bukan jaminan anda jadi keren! [rf]