Selain bergelut dalam dunia intelektual, Imam as-Syafii juga menjadi seorang ayah dan suami. Berikut nama-nama istri dan putra-putri Imam Syafi’i.
Nama Imam Syafi’i tentu tak asing lagi di telinga umat muslim. Kontribusinya yang begitu luar biasa dalam hal keilmuan Islam dan menyebarkan khazanah Islam membuatnya dikenal di berbagai penjuru dunia.
Walaupun aktif dalam dunia intelektual, Imam al-Syafii juga menjalani hidupnya sebagai seorang suami dan ayah. Hal ini tentu berbeda dengan beberapa ulama lain yang rela menjomlo selamanya demi bisa hidup di jalan intelektual. Tulisan-tulisan terkait ulama yang melajang seumur hidup ini bisa dibaca pada artikel berikut: 20 Ulama yang Melajang Seumur Hidup
Imam Syafi’i menjalani perannya sebagai suami dan kepala keluarga dengan baik. Imam as-Syafii menikah bukan pada umur yang 20an tahun. Saat menikah, Imam Syafi’i saat itu hampir memasuki usia kepala tiga, 30 tahun.
Perempuan yang ia nikahi bukanlah perempuan sembarangan. Ia menikahi seorang muslimah mulia yang merupakan keturunan Utsman bin Affan, sang khalifah ketiga. Perempuan itu bernama Hamdah binti Nafi’ bin Anbasah bin Amr bin Utsman bin Affan. Pernikahannya ini dilangsungkan setelah wafatnya Imam Malik bin Anas, guru Imam Syafi’i.
Dari pernikahan Imam Syafi’i dan Hamdah binti Nafi, keduanya dikaruniai tiga orang anak, satu putra dan dua putri. Putra pertamanya bernama Abu Utsman Muhammad bin Muhammad bin Idris. Abu Utsman mewarisi kealiman sang ayah sehingga ia pernah diangkat menjadi hakim di Kota Halab (Aleppo) di Syam. Sedangkan putri kedua dan ketiga mereka bernama Fatimah dan Zainab.
Selain berumah tangga dengan Hamdah binti Nafi’, Imam Syafi’i juga menikahi seorang budak perempuan. Dari pernikahan ini, ia dikaruniai seorang putra yang diberi nama Abu al-Hasan Muhammad bin Muhammad bin Idris as-Syafi’i. Namun sayang, Abu al-Hasan masih amat belia ketika Imam Syafi’i menutup usia. Sehingga ia tumbuh sebagai anak yatim.
Demikianlah istri dan putra putri Imam Syafi’i sebagaimana ditulis Imam Fakhruddin Ar-Razy dalam Manaqib al-Imam as-Syafi’i. Dengan contoh kehidupan keluarga Imam as-Syafii ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa bergelut dalam dunia pendidikan bisa juga dilakukan dengan tanpa menghilangkan keinginan untuk berkeluarga. (AN)
Wallahu a’lam bisshawab