Kedatangan Zakir Naik ke Indonesia memang menghebohkan. Bahkan jauh-jauh hari, ketika masih menjadi isu, netizen sudah ramai membicarakannya. Siapa yang latah? Tentu para kelompok islam yang suka dengan representasi Islam model Zakir Naik. Tak jarang mereka kerap menantang para kelompok lain. Tapi mengikuti kemauan mereka akan sia-sia belaka. Sebab, Zakir Naik memang memang pendebat.
Ia sudah berkali-kali berdebat di level internasional dengan para pendeta, pandit dan para akademisi di luar Islam. Dan, Zakir Naik selalu di atas angin. Begitulah cara ia menunjukkan superioritas Islam dibanding agama lain. Tapi apakah pandangannya tentang Islam sudah pasti benar? Nanti dulu.
Lantas sejauh mana kredibilitas Zakir Naik seputar pemahaman Islam?
Sudah jamak kita ketahui bahwa latar belakang Zakir Naik bukanlah seorang ulama ataupun akademisi Agama Islam. Ia seorang ahli medis yang kemudian tertarik menjadi penceramah. Tak ada keterangan jelas dari mana ia belajar Islam. Apalagi ia tak terafiliasi dengan organisasi semacam Darul Ulum Nadwa maupun Deoband, dua institusi tradisional representatif laiknya pesantren untuk belajar Islam di India. Maka, kita pun bisa mendebat silsilah keilmuan agama Zakir Naik dipertanyakan.
Menurut ulama Deoband, Zakir Naik tipikal seorang pemikir bebas. Ia tidak mengikuti salah satu dari empat imam mazhab dalam Sunni. Pun, ia bukan seorang Syiah. Cara berpikirnya lebih dekat ke Wahabi. Ia melarang umat Islam bertawassul kepada nabi karena menurutnya orang yang sudah meninggal tak akan bisa memberikan pertolongan.
Keahlian Zakir Naik dalam memahami al-Quran juga dipertanyakan. Menurut ulama Deoband ini, ia tak memiliki syarat-syarat keilmuan untuk menjadi seorang mufassir. Pengetahuannya tentang gramatika Bahasa Arab juga diragukan. Namun, bagaimana ia bisa tampak seperti ahli tafsir? Itu tak lebih hanya karena ia memang hafal ayat al-Quran berikut artinya bahkan halamannya. Di beberapa kesempatan ia sering mengatakan bahwa terjemahan adalah hal mendasar untuk memahami kitab suci.
Bisa jadi, inilah modalnya. Memang, ia juga hafal Injil dan Bagawat Gita yang menjadikannya tampak fenomenal. Namun, hafal dengan paham tentu hal yang berbeda. Ulama Deoband juga mengatakan, Zakir Naik seringkali menambah-nambahkan makna setiap kali menjelaskan ayat al-Quran sesuai dengan pemahamannya. Ini jelas dilarang, meskipun penafsirannya benar sekalipun.
Sikap dakwah Zakir Naik juga sangat konfrontatif. Ia selalu mengambil posisi benar-salah. Dalam setiap acara debat terbuka, ia tak akan berhenti menjelaskan sampai audiens yang bertanya membenarkan jawabannya. Beberapa pandangannya pun kontroversial. Ia melarang non Muslim mempunyai tempat ibadah di wilayah Muslim. Zakir Naik menjustifikasi tindakan bom bunuh diri dan menolak mengutuk Osama bin Laden. Menurutnya, serangan 11 September merupakan desain Amerika.
Zakir Naik dianggap menyebarkan virus-virus intoleran. Banyak tindakan radikalisme yang “diduga” terinspirasi dari pemikirannya. Yang terakhir yakni serangan teroris di Bangladesh. Salah satu pelakuknya diyakini pengagum Zakir Naik. Tak pelak, pemerintah India sendiri pun melarang acara dakwahnya. Saluran “Peace TV” yang dijadikan media dakwah sekaligus miliknya, juga diputus. Zakir Naik dilarang masuk di beberapa negara seperti Kanada dan Inggris. Sementara ini ia tinggal di Malaysia.
Belum lagi, di India, ulama Deoband sudah mengeluarkan fatwa untuk tidak mendengarkan ceramah Zakir Naik lantaran pengetauan keislamannya tidak cukup mendalam dan tak dapat dipercaya. Di kalangan akademisi studi Islam, ia pun tak pernah jadi rujukan.
Model Islam ala Zakir Naik juga tak cocok untuk konteks keindonesiaan. Lalu, mengapa masih mau menjadikannya panutan?
Muhammad Faiq, Alumnus Islamic Studies Osmania University, India
Baca tulisan Tentang Zakir Naik lain:
Zakir Naik Membunuh Keislaman Muslim