Menurut mereka yang menyuarakan khilafah atau sistem pemerintahan islam di indonesia, khilafah adalah suatu sistem pemerintahan yang turun dari Tuhan. Hukumnya wajib untuk menegakannya. Menurut mereka juga, Pancasila dengan segala bentuk demokrasinya adalah buatan manusia, adopsi dari peradaban barat. Tidak wajib menegakannya, menegakannya berarti lalim terhadap Tuhan.
Inilah gagal paham pertama menurut penulis karena tidak ada rujukan apa pun mengenai khilafah. Sepengetahuan penulis rujukan yang ada adalah kewajiban mengangkat Khalifah. Khalifah dalam konteks pemimpin, apapun namanya apakah itu Raja, Presiden, Sultan, Panembahan, lurah, camat, ketua RT.
Kenapa penulis mengatakan bahwa khilafah sebagai sistem pemerintahan islam ini tidak dibakukan dalam ajaran islam itu sendiri, karena ditinjau dari sejarahnya, dimulai dari pasca wafatnya Nabi Muhammad, menuju era 4 sahabat terjadi kebingungan dalam tata cara pergantian kepemimpinan, bahkan dari satu era sahabat ke sahabat lain sampai dengan era sayidina ali pun belum ada pola baku.
Sepeninggal Nabi Muhammad, Sayidina Abu bakar dipilih secara aklamasi. Lalu Sayyidina Umar dipilih dengan penunjukkan langsung oleh Sayyidina Abu Bakar setelahnya, kemudian Sayyidina Ustman terpilih setelah Sayidina Umar memerintahkan pembentukan semacam dewan pemilihan untuk memilih penggantinya. Kemudian mulai masuk era dinasti-dinasti dengan cara turun menurun.
Hal ini menunjukan bahwa khilafah juga adalah sistem/konsep yang dibuat oleh manusia dengan tujuan tertentu. Sudah pasti tujuannya adalah kemaslahatan, dan keadilan rakyat yang dinaunginya. Lalu apa bedanya dengan Pancasila dengan demokrasinya saat ini? Sama dibuat oleh manusia dan untuk tujuan yang mulia, kemaslahatan umat manusia kan?
Tapi Pancasila dan demokrasinya itu biang kerok carut marutnya keadaan indonesia saat ini. Demokrasi itu bisa membuat yang benar jadi salah dan salah jadi benar, khilafah jelas sudah bisa menghantarkan umat islam dalam kejayaan, kegemilangan. Inilah gagal paham kedua menurut penulis. Seperti sudah diuraikan sebelumnya, khilafah dan pancasila adalah alat, bagaimana alat itu digunakan adalah tergantung pengguna, bisa digunakan dengan baik maka tujuan kemaslahatan yang dicita-citakan akan terwujud atau justru sebaliknya.
Begitu juga khilafah, mereka menurut penulis masih hidup dengan romantisme kegemilangannya saja, tapi menafikan kegelapannya, bagaimana pola pergantian pemimpin dalam kekhilafahan yang menumpahkan banyak darah, bahkan di era 4 sahabat nabi pun harus dilalui dengan pertumpahan darah, hanya sayidina Abu Bakar yang tidak meninggal karena dibunuh.
Mereka juga mungkin menafikan bagaimana ketika Bani Abbasiyah merebut khilafah dari bani ummayah, berapa puluh ribu nyawa penduduk ibukota damsyik terbunuh saat itu? Tentu tidak perlu penulis ceritakan bagaimana ketika cucu Nabi Muhammad sendiri harus terbantai oleh bani ummayah. Apakah pola pergantian pemimpin seperti itu tidak lebih buruk dari sistem demokrasi pancasila yang negara kita anut saat ini ?
Satu hal yang lebih penting adalah bagaimana demokrasi ini sangat memberikan ruang kepada mereka yang justru menentangnya: mereka menentang sekaligus menikmati. Ini yang tidak akan mereka dapatkan dalam sistem khilafah (ISIS misalnya), coba saja pawai mempropagandakan kebencian terhadap pemerintahan khilafah ISIS di raqqah sana misalnya, seketika leher kalian akan dipenggal.
Pancasila dengan demokrasinya saat ini adalah rumusan kesepakatan para pendiri bangsa yang penulis yakini jauh lebih pintar, dan memahami ajaran agamanya daripada kita yang hidup saat ini, apalagi dibanding penulis,. Bung Hatta, Bung Karno, Mbah Hasyim Asyari, Mbah Wahid Hasyim dkk bukanlah orang-orang bodoh tidak mengerti ajaran agama nan ambisius dalam merumuskan dasar negara ini dahulu demi keuntungan diri, keluarga, atau kelompoknya saja.
Kita tetap menginginkan Khilafah bagaimanapun akibatnya, mati dalam memperjuangkannya adalah sebaik-baiknya mati. Inilah gagal paham ketiga.
Dalam demokrasi semua orang boleh bicara, boleh menyuarakan aspirasinya, tapi harus sesuai konstitusi yang berlaku. Silakan saja beraspirasi macam-macam, jangan dibarengi dengan hasutan, propaganda kebencian terhadap pemerintahan yang sedang berkuasa.
Apakah mereka tidak ingat nasehat Nabi Muhammad kalau kita harus mentaati pemimpin yang berkuasa, walau perilaku pemimpin itu buruk sekalipun, apalagi terhadap pemimpin yang memberikan kebebasan beribadah seperti saat ini. Dengan melakukan hasutan, teror, apalagi membunuh demi mengganti Pancasila dengan Khilafah, maka sesungguhnya mereka sedang mencari masalah dengan aparat keamanan, kemanusiaan, dan mungkin juga dengan Tuhan itu sendiri.
Sudahlah, khilafah dengan segala coretan kegemilangan dan kegelapannya mari dijadikan saja pelajaran, toh kalau mereka setuju dengan penulis bahwa pancasila dan khilafah itu sama-sama hanya sebuah alat untuk sebuah tujuan kemaslahatan umat manusia. Untuk itu, mari gunakan pancasila dengan demokrasinya untuk itu. Lakukan apa yang bisa kita lakukan untuk tujuan itu. Negara kesatuan ini dahulu bersatu walau berbeda-beda karena ada semangat untuk bersama-sama bisa mewujudkan kehidupan yang adil dan sejahtera. Bukan begitu ?
Wallahu A’lam.