Imam Tajuddin As-Subki (w. 756 H) dalam kitabnya Jam’ul Jawami’ menyebutkan bahwa syarat menjadi seorang yang menggali hukum sumber Islam (mujtahid) harus memiliki pengetahuan ilmu nahwu, saraf, hafal Alquran dan Hadis, menguasai ilmu ushul, balaghah dan lain sebagainya.
Begitu tingginya syarat menjadi seorang mujtahid, umat Islam saat ini sangat sulit menjadi seorang pendiri mazhab. Empat mazhab yang masih bertahan sampai sekarang rata-rata generasi mujtahid dari kalangan tabi’ut tabi’in (generasi islam tiga keatas) yang memiliki kedekatan zaman dengan Rasulullah SAW.
Syaikh Nawawi al-Bantani dalam kitab Nihayatuz Zain menyebutkan bahwa orang yang bukan masuk kategori mujtahid wajib mengikuti salah satu mazhab di antara empat mazhab yang masyhur,
ﻭﻳﺠﺐ ﻋﻠﻰ ﻣﻦ ﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻓﻴﻪ ﺃﻫﻠﻴﺔ اﻻﺟﺘﻬﺎﺩ اﻟﻤﻄﻠﻖ ﺃﻥ ﻳﻘﻠﺪ ﻓﻲ اﻟﻔﺮﻭﻉ ﻭاﺣﺪا ﻣﻦ اﻷﺋﻤﺔ اﻷﺭﺑﻌﺔ اﻟﻤﺸﻬﻮﺭﻳﻦ ﻭﻫﻢ اﻹﻣﺎﻡ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭاﻹﻣﺎﻡ ﺃﺑﻮ ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭاﻹﻣﺎﻡ ﻣﺎﻟﻚ ﻭاﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ﺭﺿﻲ اﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﻢ
“Diwajibkan bagi orang yang bukan termasuk ahli ijtihad mutlak untuk mengikuti salah satu diantara empat mazhab yang populer dalam masalah furu’, yaitu Imam Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hambal”.
Meskipun dalam sejarah perkembangan mazhab terdapat ratusan mazhab yang muncul, tetapi mazhab yang boleh diikuti menurut Syekh Nawawi dan jumhur ulama hanya empat. Hal ini karena sampai saat ini, hanya empat mazhab tersebut yang masih terkodifikasi dengan jelas dan rinci, seperti yang diutarkan oleh Syaikh Nawawi Al-bantani dalam kitab Nihayatuz Zain,
ولا يجوز تقليد غير هؤلاء الأربعة من باقي المجتهدين في الفروع، مثل الإمام سفيان الثوري، وسفيان بن عيينة، وعبد الرحمن بن عمر الأوزعي، ولا يجوز أيضا تقليد واحد من أكابر الصحابة لأن مذاهبهم لم تضبط ولم تدوّن
“Tidak diperbolehkan bertaklid (mengikuti) kepada selain keempat imam mazhab tersebut, misalnya mengikuti mazhab Imam Sufyan Ats-tsauri, Sufyan bin Uyainah, dan Abdurrahman bin Umar Al-Auza’i, begitu juga tidak diperbolehkan bertaklid kepada salah satu dari para sahabat, karena mazhab mereka belum belum baku dan tersusun secara teratur”.
Beliau juga mengatakan jika seseorang bukan ahli dalam berijtihad maka wajib baginya untuk bertaklid kepada pendapat dari mujtahid. Pilihan empat mazhab yang boleh kita ikuti tentu logis dan sesuai yang Rasulullah SAW perintahkan kepada kita untuk mengikuti sawadul a’zham atau golongan mayoritas, karena hanya mazhab syafi’i, maliki, hanafi dan hambali yang banyak diikuti oleh umat islam, seperti hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah,
إن أمتي لا تجتمع على ضلالة . فإذا رأيتم اختلافا فعليكم بالسواد الأعظم
“Sesungguhnya umatku tidak akan berkumpul pada suatu kesesatan. Maka, apabila kalian melihat suatu perselisihan, ikutilah golongan mayoritas (sawadul a’zham)” (H.R Ibnu Majah).
Mengingat saat ini sulit untuk menemukan seorang mujtahid mazhab, untuk memecahkan suatu permasalahan yang baru, maka harus dilakukan ijtihad secara kolektif dari para ahli. Seperti dalam Munas Alim Ulama NU di Lampung tahun 1992, Istinbath Jama’i (ijtihad kolektif) dikatakan bisa menjadi solusi ketika tidak ada satu qaul (pendapat) sama sekali yang memberikan penyelesaian.
Dengan catatan, para ahli harus dihadirkan pada forum tersebut seperti mufassir, ahli hadis, ahli ushul fiqh, pakar ahli pada permasalahnnya. Misalnya, untuk membahas tentang qonunniyah (hukum perundang-undangan), maka pakar hukum undang-undang juga harus dihadirkan. Sehingga keputusan hukum yang dihasilkan benar-benar komprehensif.
Wallahu a’lam.