Rabiul Awal tahun 164 Hijriyah (780 Masehi) merupakan bulan kelahiran Imam Ahmad bin Hambal. Ulama pendiri mazhab fikih Hambali ini, dilahirkan di kota Baghdad dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggalkannya sebelum ia dilahirkan ke dunia ini. Imam Ahmad bin Hambal dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan gigih dalam menuntut ilmu. Pernah ada seseorang yang mempertanyakan kegigihannya itu.
“Sampai kapan engkau terus mencari ilmu pengetahuan? Padahal, engkau kini telah mencapai kedudukan mulia di antara pencari ilmu.”
Kemudian beliau menjawab pertanyaan tersebut dengan singkat, “Aku akan membawa dawat tinta ini hingga ke liang lahat.” Pernyataan tersebut mempertegas kegigihannya di dalam mencari ilmu. Artinya, ia tidak akan berhenti mencari ilmu hingga ajal menemuinya.
Menurut Putra Sulungnya, Abdullah bin Ahmad, Imam Ahmad memiliki hapalan hadis hingga 700.000 hadis di luar kepala. Pencapaiannya ini tidak lepas dari sifat kegigihannya di dalam mempelajari hadist. Hingga umur 16 tahun, beliau telah belajar menghafal Al-Quran, bahasa Arab, hadis, tafsir, sejarah nabi, sahabat, dan para tabi’in.
Ia bertemu dengan beberapa guru untuk mempelajari itu semua. Hammad bin Khalid, Ismail Bin Aliyyah, Muzaffar bin Mudrik, Walin bin Muslim, dan Musa bin Tariq adalah orang-orang yang berperan untuk mengajarkan ilmu-ilmu tersebut kepada Imam Ahmad. Selain itu setiap kali beliau mendengar tentang adanya ulama hadist di sekitarnya, tanpa pikir panjang, beliau akan menemui sang ulama untuk mendapatkan hadist dari ulama tersebut. Imam Ahmad telah mencurahkan semua perhatiannya untuk mempelajari hadist selama hidupnya.
Selama masa hidupnya, ia telah mencurahkan segalanya untuk mempelajari hadis. Ia akan merelakan dirinya untuk menempuh jarak yang begitu jauh agar bisa menimba ilmu pada ulama tersebut. Sehingga ia pun harus mengorbankan dirinya untuk menikah di usia 40 tahun.
Imam Ahmad menikah dengan sosok wanita bernama Aisyah binti Fadl. Setelah Aisyah meninggal, ia menikah dengan Raihanah. Namun di kemudian hari Imam Ahmad kembali ditinggalkan istrinya untuk menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Sepeninggal Raihanah, Imam Ahmad memutuskan untuk menikah kembali dengan Husinah. Walaupun kehidupan pribadinya tidak berjalan dengan begitu baik, namun ia tetap meneguhkan dirinya dalam ilmu hadis.
Imam Ahmad tidak hanya tekun di dalam menuntut ilmu, tetapi ia juga tidak pernah lupa untuk beribadah dan mendermakan apa yang ia miliki. Imam Ibrahim bin Hani, salah satu sahabat Imam Ahmad yang juga menjadi ulama terkenal, menjadi saksi dari kezuhudan Imam Ahmad, “Hampir setiap hari, ia lebih banyak shalat malam dan witir hingga Subuh tiba.” Imam Yahya bin Hilal, seorang ulama fikih pun menceritakan sifat dermawan dari seorang Imam Ahmad, “Aku pernah datang kepada Imam Ahmad, lalu aku diberinya uang sebanyak empat dirham sambil berkata, ini adalah rezeki yang kuperoleh hari ini dan semuanya kuberikan kepadamu.”
Sebagai orang yang cerdas, Imam Ahmad selalu memegang teguh pendiriannya. Ia berani menentang mazhab Muktazilah yang menjadi mazhab resmi negara. Saat itu, salah satu ajaran muktazilah, tentang paham Al-Quran adalah mahluk ciptaan Tuhan, ditentang secara terang-terangan oleh Imam Ahmad. Ia bahkan tidak takut ketika pernyataannya tersebut menghadapkan dirinya pada siksaan di dalam penjara.
Sosok Imam Ahmad yang begitu tekun, memiliki pendirian, tidak kenal takut, dermawan dan rajin beribadah tentunya menginspirasi setiap orang yang mengenalnya. Ia tidak hanya menjadi ulama cerdas tetapi juga sebagai manusia dengan karakter yang sangat luar biasa. Ia menorehkan namanya di dalam sejarah peradaban Islam dengan semua tempaan dan proses yang ia alami selama hidup. Hidup yang ia curahkan kepada ilmu hadis, tidak pernah digoyahkan oleh segala kegundahan dan cobaan yang Allah Swt berikan kepadanya. Kisahnya adalah pelajaran bagi semua muslim di masa depan untuk tidak pernah berhenti belajar dan berusaha. Walaupun ia telah tiada, namun ia tetap memotivasi semua muslim dunia untuk terus berusaha.
Disarikan dari buku “Biografi Empat Imam Mazhab: Riwayat Intelektual dan Pemikiran Mereka” yang ditulis oleh Uatadz Rizem Aizid