Mendapatkan Haji Mabrur Karena Pertolongan Orang Saleh

Mendapatkan Haji Mabrur Karena Pertolongan Orang Saleh

Mendapatkan Haji Mabrur Karena Pertolongan Orang Saleh

Haji mabrur merupakan harapan bahkan cita-cita setiap muslim. Secara naluri, tak seorang pun menginginkan hajinya tidak diterima oleh Allah SWT. Walaupun pada kenyataannya, tidak jarang kita melihat modus keberangkatan haji yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, misalnya orang berangkat haji hanya karena ingin mendapatkan gelar “Haji”. Ia merasa dengan gelar tersebut kedudukannya di masyarakat menjadi terhormat.

Selain itu, terdapat pula tujuan haji yang hanya untuk rekreasi. Apakah pantas mendapatkan predikat mabrur? Belum lagi faktor lain, misalnya orang berangkat haji dengan harta-harta syubhat (tidak jelas) apalagi harta haram seperti uang hasil korupsi, harta warisan tanah sengketa dan lain sebagainya.

Makna Haji Mabrur

Dalam kitab Hasyiah Jumal, Imam ibnu Khawalaih memaknai Haji Mabrur dengar arti maqbul, yaitu haji yang diterima di sisi Allah swt. Begitu juga dalam kitab Lisan al-Arobi, Muhammad ibnu Mukrim ibnu Mandzur memaknai mabrur sebagai haji yang diterima. Ada juga ulama yang memaknai lain, seperti Imam Nawawi dalam kitab Hasyiah Bujairomi ‘Ala al-Minhaj, beliau memaknai mabrur sebagai suatu tindakan yang tidak dicampuri dengan dosa walaupun dosa itu kecil.

Dari uraian beberapa ulama di atas, setidaknya terdapat gambaran bahwa makna mabrur adalah diterimanya amal ibadah seseorang, diperkuat dengan tidak adanya perbuatan dosa yang menyertainya.

Berkaitan dengan diterima atau tidaknya haji seseorang, menarik jika kita menengok kitab I’anatut Tholibin karya ulama kenamaan Sayid al-Bakr ibnu Sayid Muhammad Syatha ad-Dimyati. Di dalamnya diceritakan bahwa ada seorang yang bernama Ali ibnu Muwaffaq, seorang ulama yang tidur kemudian bermimpi. Ia melihat dua malaikat yang sedang berdialog. Dalam dialog tersebut, salah satu malaikat bertanya” Kamu tahu berapa banyak jamaah yang berangkat haji tahun ini, dan berapa yang diterima?” Temannya pun menjawab ”Tidak”

“Jumlah jamaah haji yang datang adalah enam ratus ribu dan hanya enam orang yang diterima,” jawabnya. Mendengar dialog kedua malaikat tersebut, Muwaffaq kaget sekaligus takut jika ternyata ibadah hajinya juga tidak diterima.

Masih dalam alam mimpi, ketika ia sedang wukuf di Arafah dan mabit di Mina, untuk kedua kalinya ia melihat malaikat yang turun dari langit. Malaikat yang bernama Abdullah bertanya pada temannya, “Malam ini kamu tahu apa telah diputuskan Allah?” “Tidak,” jawab rekannya. Abdullah pun berkata, “Dari enam orang yang diterima, tiap satu orang diberi hak untuk bisa memberi syafaat seratus ribu orang.” Kemudian Muwaffaq terbangun dari tidurnya dengan wajah ceria karena tahu bahwa dari sekian banyak jamaah haji telah diterima.

Cerita di atas bukanlah sekedar dongeng, namun juga diyakini kebenarannya, karena Ali ibnu Muwaffaq adalah hamba yang dekat dengan Allah SWT.

Tidak mustahil jika hanya beberapa orang saja yang diterima ibadah hajinya, karena jamaah haji yang berangkat menggunakan uang hasil korupsi tidak akan diterima hajinya karena sudah jelas keharamannya.

Namun demikian, masyarakat muslim juga harus tahu bahwa tradisi syafaat dalam ibadah juga ada, sehingga sangatlah mungkin jika satu orang saleh mampu menjadikan ibadah haji jamaah lain diterima oleh Allah SWT. Begitu juga shalat, karena ada kesalahan prosedur atau kesalahan prinsip sehingga shalat orang tersebut tidak diterima. Tapi karena shalatnya berjamaah dan di dalamnya ada orang saleh sehingga kemungkinan besar shalatnya diterima lantaran orang saleh tersebut.

Indikasi Haji Mabrur

Dalam satu kesempatan nabi pernah bersabda bahwa di antara ciri-ciri orang yang dikatakan hajinya mabrur adalah semakin dermawan dan tidak memutus tali silaturrahim antar sesama. Dari sini, mudah kiranya jika nanti masyarakat bertemu dengan para jamaah haji yang telah pulang ke daerahnya masing-masing. Jika meraka jauh dari sikap yang digambarkan nabi di atas, berarti bisa dipertanyakan ibadah hajinya.

Dari jutaan jamaah haji yang pulang ke tanah air masing-masing, berapakah yang diterima ibadahnya di sisi Allah SWT dan mendapatkan predikat haji mabrur? Tentu hanya Allah yang Maha Tahu dan yang berhak menentukan. Namun, para jamaah haji masih punya harapan karena diyakini dengan adanya jamaah haji yang saleh, besar kemungkinan jamaah haji lainnya diterima amal ibadahnya. Semoga.

Wallahu A’lam.