Jika kita pernah mondok di Pesantren atau sekadar ikut mengaji di langgar-langgar kampung, maka seringkali kita melihat hal unik. Salah satunya berupa para santri -atau bahkan kita sendiri ikut- berebut menata atau membalikkan sandal Kiainya. Tujuannya agar Kiai tidak kesulitan memakai sandalnya ketika keluar dari Langgar atau tempat mengaji seraya berharap mendapatkan berkah dari tradisi tersebut.
Ada sebuah kisah yang menceritakan mengenai kebiasaan KH. Muhammad Arwani Amin (Mbah Arwani) Kudus yang selalu menata sandal para tamunya yang berkunjung ke rumahnya. Lebih jauh lagi sebagaimana dikisahkan dalam sebuah buku yang berjudul “Kisah-kisah Inspiratif KH. Ahmad Dahlan & KH. Hasyim Asy’ari” yang ditulis oleh M. Sanusi. Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari dan KH. Ahmad Dahlan seringkali berebut untuk menatakan sandal gurunya yaitu Kiai Soleh Darat Semarang.
Selain itu, lebih jauh lagi kisah-kisah seperti ini juga telah ada pada zaman Nabi Muhammad SAW yaitu yang melibatkan seorang sahabat yang bernama Salman. Karena seringnya ia menatakan sandal Nabi Muhammad ia didoakan oleh Nabi agar menjadi seorang yang ahli fikih.
Dalam sebuah kitab yang berjudul “al-Fawaid al-Mukhtar li Saliki Thoriq al-akhirah”, Habib Zain bin Ibrahim bin Smith menjelaskan:
التبركُ بالنعلين من الولي أفضلٌ منه بغيرهما لأنهما يحملان الجثة كلها، أو ما هذا معناه
“Memburu berkah melalui sandal seorang wali amalan yang utama. Karena sandal digunakan untuk membawa jasad seutuhnya.”
Dari kisah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa menata sandal seorang kiai adalah perbuatan yang sangat mulia. Hingga Nabi pun mendoakan sahabatnya agar menjadi seorang yang ahli fikih. Wa Allahu A’lam..