Radikalisme agama memang merupakan salah satu isu yang cukup krusial dan mengkhawatirkan. Tidak saja mengancam marwah agama yang bersangkutan, tetapi radikalisme agama juga seringkali menjadi mimpi buruk bagi kultur keberagaman.
Atas alasan itulah negara tampaknya habis-habisan memerangi paham radikal. Ini setidaknya tercermin dari latar belakang diangkatnya Menag Fachrul Razi. Sejak awal, eks Wakil Panglima TNI ini memang terlihat cukup beringas terhadap apa-apa yang berbau radikal.
Hanya saja, terkadang (atau malah sering) pernyataan Menag ini justru menambah polemik baru. Gebrakan pertama Fachrul Razi di Kemenag, misalnya, adalah sewaktu menyatakan ingin membatasi penggunaan cadar dan celana cingkrang di instansi pemerintah. Saat itu, dia bilang ada tren mengaitkan penggunaan cadar dan celana cingkrang dengan tingkat ketakwaan. Selain itu, ia juga menyinggung alasan keamanan.
Kiwari, Fachrul Razi kembali membeberkan cara masuknya kelompok maupun paham-paham radikalisme ke masjid-masjid yang ada di lingkungan pemerintahan, BUMN, dan di tengah masyarakat.
Gokilnya, Menag bilang bahwa salah satu pintu masuk radikalisme agama itu adalah dengan menempatkan orang yang memiliki paham radikal dengan kemampuan keagamaan dan penampilan yang tampak mumpuni.
“Caranya masuk mereka gampang; pertama dikirimkan seorang anak yang good looking, penguasaan Bahasa Arabnya bagus, hafiz (hafal al-Quran), mereka mulai masuk,” kata Fachrul dalam webinar bertajuk ‘Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara’, di kanal Youtube Kemenpan RB, Rabu (2/9).
Fachrul Razi menyatakan orang itupun perlahan-lahan bisa mendapatkan simpati dari para pengurus dan para jemaah masjid. Salah satu indikatornya, orang tersebut dipercaya menjadi imam hingga diangkat menjadi salah satu pengurus masjid.
Setelah mendapatkan posisi strategis tersebut, demikian Fachrul, orang itu mulai merekrut sesama rekan-rekannya yang memiliki pemahaman radikal lainnya masuk menjadi pengurus masjid.
“Lalu masuk teman-temannya. Dan masuk ide-idenya yang kita takutkan,” kata dia.
Di sisi pihak, Fachrul menegaskan bahwa masjid-masjid yang berada di lingkup institusi pemerintahan dan BUMN potensial disusupi oleh paham-paham radikal.
Malahan, ia bercerita sempat mendengarkan ceramah yang berisikan pemahaman radikal ketika sedang ibadah Salat Jumat di salah satu masjid milik kementerian.
“Sehingga saya pernah ingatkan seorang menteri, karena saya pernah Salat Jumat di masjid itu, saya terkejut, saya WhatsApp ke menteri yang bersangkutan, ‘bu, bahaya sekali, kok Salat Jumat di situ khotbahnya menakutkan banget,” kata Fachrul, tanpa merinci kementeriannya.
Melihat hal itu, Fachrul mewanti-wanti agar seluruh rumah ibadah khususnya di lingkungan pemerintahan dan BUMN untuk mewaspadai gerakan dari kelompok radikal di masjidnya masing-masing.
Terpisah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Menag Fachrul Razi menarik ucapannya terkait paham radikal masuk melalui orang berpenampilan menarik atau good looking. MUI menilai pernyataan Fachrul itu sangat menyakitkan.
“MUI minta agar Menag menarik semua tuduhannya yang tak mendasar karena itu sangat menyakitkan dan mencederai perasaan umat Islam yang sudah punya andil besar dalam memerdekakan negara ini dan mengisi kemerdekaan dengan karya nyata,” kata Wakil Ketua MUI, Muhyiddin Junaidi, kepada wartawan, dikutip detik.com.
“Pernyataan tersebut justru menunjukkan ketidakpahaman Menag dan data yang tak akurat diterimanya. Seakan yang radikal itu hanya umat Islam dan para huffaz Al-Qur’an. Seharusnya Menag yang berlatar belakang militer lebih mengerti tentang peran umat Islam Indonesia dan menjadikannya sebagai rujukan untuk menciptakan stabilitas nasional, persatuan dan kemajuan di tengah kebhinekatunggalikaan,” tambah Muhyiddin, yang juga Ketua Hubungan Kerja Sama Internasional PP Muhammadiyah.
Yah, urusan radikal atau tidak radikal ini memang sensitif. Siapa juga yang mau dibilang radikal, bukan?
Sebagai masyarakat dan warga negara yang beriman dan beradab, tuduhan itu seyogianya tidak diobral sedemikian murah hanya karena perbedaan pendapat, apalagi penampilan. Sama halnya dengan tuduhan kafir atau tidak kafir, akan lebih bijakbestari jika setiap umat Muslim sibuk mengoreksi diri sendiri ketimbang menakar keimanan muslim yang lain.
Lagi pula, selo amat sih Pak Menag ngurusin penampilan orang, kaya para pejabat yang korup itu enggak good looking aja. Hih, KZL…