Nabi Muhammad Saw, hadir sendirian ketika masyarakatnya berpestapora dengan tradisi-tradisi Politeistik dan tiraniknya. Ia hadir untuk mendeklarasikan prinsip-prinsip kemanusiaan paling tinggi dan paling asasi, melalui kata-kata Tuhan: "Katakan (hai Muhammad), Dia adalah Esa". Inilah kata-kata yang selalu dikumandangkan di hadapan masyarakatnya. kalimat pendek dan terlihat sederhana ini ternyata sangat mengusik nurani, pikiran dan tradisi mereka. karena itu meneka menjadi gusar dan menyimpan kebencian mendalam.
Kepercayaan mereka terhadap Nabi sebagai 'al-Amien (orang yang terpercaya) segera ditarik dan dibatalkan. persahabatan mereka dengan Nabi diputuskan. sejuta cara dilakukan mereka untuk membungkam mulut Nabi, tetapi Nabi tetap kokoh. keyakinan monoteistik itu tak pernah bisa digoyahkan oleh siapapun dan apapun.
Nabi menjalankan pesan Tuhan itu dengan seluruh keyakinan bahwa manusia harus dibebaskan dari ketertindasan dan praktik-praktik kebudayaan dan peradaban yang tiranik. dan itu hanya bisa dilakukan dengan mempertahankan, menyebarkan, dan memperjuangkan prinsip tauhid tersebut meski harus dengan menyerahkan nyawanya.
Kepada Abu Thalib, pamannya yang tercinta yang terus membujuknya agar ia menghendaki seruan Tauhidnya, namun Nabi dengan tegas mengatakan: "O, paman, demi Tuhan, andaikan mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku untuk memaksaku agar meninggalkan tugas suci ini, sungguh, tidak akan aku tinggalkan sampai Tuhan memberiku kemenangan atau aku mati karenanya".
Pribadi Nabi yang lembut itu ternyata juga pribadi yang kokoh dan teguh dalam pendiriannya. Tuhan menyuruh Nabi untuk mengatakan kepada mereka: "la a'budu ma ta'budun wa la antum 'abiduna ma a'bud, lakum dinukum waliya din" (aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan kamu juga tidak harus menyembah apa yang aku sembah. keyakinan kamu adalah keyakinan kamu, dan keyakinanku adalah keyakinanku)