Nama Muhammad bagi orang Indonesia adalah nama yang lumrah. Biasanya nama ini ditulis dengan berbagai tulisan. Ada yang menggunakan singkatan (M., Moh., Muh., Mhd., yang pertama paling banyak), ada juga yang ditulis lengkap namun dengan ejaan yang berbeda: Muhammad, Mohammad, Mukhammad, Muhamad, dan lain sebagainya.
Ragam nama “Muhammad” ini tidak sepenuhnya tanpa masalah. Seorang netizen pernah bercerita, bahwa ia harus mengurus proses administrasi yang sulit karena nama ‘Muhammad’-nya yang disingkat (M.). Masalah itu berawal saat ia kuliah di luar negeri. Di paspornya, nama “M.” itu dihapus karena penulisan nama dalam paspor tidak menghendaki awalan satu huruf dengan titik (.).
Naasnya, semua administrasi tempat kuliahnya di luar negeri menggunakan nama yang ada di paspor. Alhasil nama ijazahnya dari luar negeri berbeda dengan nama ijazahnya di Indonesia. Karena perbedaan ini, ia harus mengurus administrasi yang cukup rumit.
Itulah alasan nama penulis, yang semula menggunakan “M.” diperpanjang menjadi ‘Muhammad’ dalam semua catatan administrasi termutakhir.
Hadis Palsu: Memberi Nama Anak ‘Muhammad’ Masuk Surga
Banyaknya penggunaan nama ‘Muhammad’ di Indonesia bukan tanpa alasan. Pasalnya, ada sebuah hadis (yang masih perlu dikaji) tentang keutamaan nama Muhammad ini. Misalnya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bahili berikut:
من وُلِدَ لهُ مولودٌ فسمَّاهُ محمدًا تبرُّكًا بهِ كان هو والولدُ في الجنةِ
“Orang yang memiliki seorang anak lalu memberinya nama “Muhammad” untuk mengharap berkah, maka ia dan anak yang dilahirkan akan masuk surga.” (H.R Ibnu al-Jauzi)
Hadis di atas diriwayatkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-Maudhu’at, kitab yang memuat hadis-hadis palsu. Dari nama kitabnya saja terlihat jelas bahwa hadis ini palsu karena dikelompokkan dalam kategori hadis-hadis palsu.
Meskipun divonis palsu, Imam as-Suyuthi dalam ar-Riyadh al-Aniqah fi Syarh al-Asma Khairil Khaliqah menyebut tidak sepakat dengan pengelompokan yang dilakukan Ibnu al-Jauzi terkait hadis di atas. As-Suyuthi berpendapat bahwa hadis ini masih tergolong hasan karena semua rawinya sudah diketahui sebagai orang tsiqqah, bahkan hadis ini diriwayatkan oleh Imam Makhul yang periwayatannya diterima oleh Imam Muslim dan al-Bukhari.
Lalu, manakah yang benar?
Ternyata masalahnya bukan terletak pada Imam Makhul, melainkan pada rawi lain yang bernama Hamid bin Hammad al-Askari yang divonis oleh al-Dzahabi dalam al-Mizan, bahwa Hamid ini pernah meriwayatkan hadis palsu dari Ishaq bin Yassar an-Nasibi, dan ia masih tetap menggunakan riwayat itu. Hal ini diafirmasi oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam al-Lisan. Dari penjelasan ini jelas terlihat bahwa hadis ini palsu karena diriwayatkan oleh seorang rawi yang berpotensi melakukan kebohongan, karena ia pernah berbohong dalam hadis lain.
Selain jalur Hamid, tidak ditemukan lagi jalur lain yang dapat menguatkan hadis ini, sehingga hadis ini tidak bisa diangkat derajatnya menjadi hasan. Selain itu, dalam kaedah ilmu hadis, jika ada sebuah hadis yang gampang sekali menyertakan pahala surga untuk amalan yang ringan, maka perlu diteliti lebih dalam lagi kesahihannya.
Ada juga hadis lain yang menjelaskan kebodohan orang yang memiliki tiga anak tapi tidak ada yang diberi nama “Muhammad” satupun. Hadis ini juga dinilai daif jiddan (sangat lemah) oleh ulama.
مَن وُلِدَ لَهُ ثلاثةُ أولادٍ ، فلم يُسمِّ أحدَهُم محمَّدًا فقد جَهِلَ
Orang yang memiliki tiga anak, tapi tidak ada yang diberi nama Muhammad satupun, maka ia adalah orang bodoh. (H.R Ibnu al-Jauzi)
Ada hadis lain terkait keutamaan memberi nama anak Muhammad yang lebih sahih
Meskipun dua hadis yang menjelaskan keutamaan memberi nama anak ‘Muhammad’ di atas palsu dan lemah, bukan berarti tidak ada dalil keutamaan memberi nama anak ‘Muhammad’. Ada hadis lain yang menjelaskan anjuran untuk memberi nama anak dengan nama para nabi, tentu ‘Muhammad’ termasuk di dalamnya.
Hal ini diriwayatkan dalam sebuah hadis riwayat Abu Dawud dari sahabat Abu Wahb Al-Jusyami.
عن أبي وهب الجشمي الصحابي رضي الله عنه قال : قال رسول الله (صلى الله عليه وسلم) : ” تسموا بأسماء الأنبياء ، وأحب الأسماء إلى الله تعالى : عبد الله وعبد الرحمن ، وأصدقها : حارث وهمام ، وأقبحها : حرب ومرة
“Dari Abi Wahb Al-Jusyami RA, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, ‘Berilah nama (kepada anak-anakmu) dengan nama-nama para nabi, dan nama-nama yang paling disukai oleh Allah SWT adalah Abdullah dan Abdurrahman. Sedangkan yang pertengahannya adalah Haris dan Hammam. Adapun nama yang paling jelek adalah Harb dan Murrah,’” (H.R Abu Daud).
Dalam hadis lain riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa para penganut agama sebelum Islam juga melakukan hal ini.
عَنِ المُغِيرَةِ بْنِ شُعْبَةَ، قالَ: لَمّا قَدِمْتُ نَجْرانَ سَألُونِي، فَقالُوا: إنَّكُمْ تَقْرَءُونَ يا أُخْتَ هارُونَ، ومُوسى قَبْلَ عِيسى بِكَذا وكَذا، فَلَمّا قَدِمْتُ عَلى رَسُولِ اللهِ ﷺ سَألْتُهُ عَنْ ذَلِكَ، فَقالَ: «إنَّهُمْ كانُوا يُسَمُّونَ بِأنْبِيائِهِمْ والصّالِحِينَ قَبْلَهُمْ»
Dari Mughirah bin Syu’bah, ia berkata: Ketika rombongan Najran datang kepada ku, mereka bertanya: “Kalian membaca, ‘Wahai saudara perempuan Harun, dan Musa hidup sebelum Isa. Apa maksudnya dengan ini dan itu?'”. Ketika aku bertemu Rasul, aku menanyakan hal itu, kemudian Rasul SAW menjawab, “Mereka (orang-orang Najran) memberi nama dengan nama para nabi dan orang-orang saleh terdahulu.” (H.R Muslim)
Satu lagi hadis riwayat yang menjelaskan anjuran untuk memberi anak dengan nama Muhammad atau Ahmad. Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
نادى رَجُلٌ رَجُلًا بِالبَقِيعِ يا أبا القاسِمِ فالتَفَتَ إلَيْهِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقالَ يا رَسُولَ اللَّهِ إنِّي لَمْ أعْنِكَ إنَّما دَعَوْتُ فُلانًا فَقالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ تَسَمَّوْا بِاسْمِي ولاتكنوا بِكُنْيَتِي
Seorang laki-laki memanggil orang lain di Baqi dengan panggilan “Ya Abal Qasim”. Rasul pun menoleh karena panggilan itu. Laki-laki itu kemudian berkata kepada Rasul, “Wahai Rasul, aku tidak memanggilmu, aku memanggil si Fulan.” Rasul kemudian berkata, “Berilah nama dengan namaku, tapi jangan memberi kunyah (panggilan dengan kata Abu atau Ummu diikuti nama anak pertama) dengan kunyahku (Abul Qasim).
Terkait larangan menggunakan kunyah nabi ini, para ulama berbeda pendapat, ada yang menyebut sudah di-naskh (dihapus) atau masih berlaku larangannya hingga sekarang.
Pada dasarnya memberi nama dengan nama “Muhammad” memang dianjurkan, namun dengan dalil-dalil yang sahih. Bahkan bukan hanya Muhammad, melainkan nama-nama para Nabi atau orang-orang saleh yang lain. (AN)
Baca Juga: Hukum Memberi Nama Anak dengan Nama Jawa, Sunda dan Daerah Lain