Ketika Ketum FPI Ahmad Shabri Lubis memekik di atas mobil komando bahwa Habib Rizieq Syihab (HRS) akan memimpin revolusi sejurus setelah sampai di Indonesia, pikiran saya langsung mendarat pada sebuah karakter di anime One Piece: Monkey D. Dragon!!
Baiklah, saya tau bahwa itu tak lebih dari imajinasi konyol belaka. Tapi, percayalah, saya sangat serius memikirkan itu. Bila berkenan, simaklah sampai purna. Bila tidak, ya terimakasih.
Yang jelas, ada sejumlah kemiripan yang saya temukan dari sosok HRS dengan Dragon. Keduanya sama-sama berstatus sebagai buronan. Keduanya juga memiliki massa yang tidak sedikit, bahkan fanatik.
Dan, baik HRS maupun Dragon, keduanya sama-sama berada di tempat persembunyian (yah, meskipun keberadaan HRS telah diketahui banyak orang, sedangkan Dragon itu nomaden).
Untuk diketahui, Dragon merupakan pemimpin dari, sebut saja, Pasukan Revolusioner. Misi utama mereka adalah untuk meruntuhkan hegemoni Pemerintah Dunia (World Government) yang terlanjur korup dan menindas.
Di sini, kita tidak perlu terburu-buru menempatkan mana protagonis dan mana antagonis. Bagi saya, itu tidaklah penting. Sebab, menurut FPI, HRS tentu saja adalah simbol kebenaran. Sebaliknya, bagi oposannya, FPI tak lebih dari ormas yang menjual agama belaka.
Ini juga terjadi dalam diri Dragon. Bagi Oplovers, ia adalah simbol perlawanan yang adiluhung di tengah ketidakadilan yang paripurna. Sementara itu, bagi Pemerintah Dunia, Dragon adalah sosok yang dianggap berbahaya. Karena berbahaya, maka ia diburu dengan nilai buronan yang tidak murah.
Ada banyak teori yang berusaha mengungkap siapa gerangan Dragon yang sejati. Beberapa menyebut bahwa Dragon adalah mantan anggota Marine (aparat pemerintah dunia). Dan, bila teori ini benar (tanpa bermaksud mendahului takdir Eichiro Oda tentu saja), maka menjadi semakin miriplah sosok Dragon dengan HRS.
Betapa tidak, HRS, atau FPI lebih tepatnya, pernah menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam sebuah upaya “mengamankan” masyarakat: PAM Swakarsa!!
Ya, sewaktu keruntuhan Orde Baru masih bau anyir, PAM Swakarsa dibentuk dengan misi utama membantu TNI untuk menyukseskan Sidang Istimewa MPR, medio November 1998.
Ada sejumlah ormas paramiliter yang tergabung di dalam pasukan besutan Jenderal Wiranto tersebut. Salah satunya adalah FPI. Dan, seperti diketahui, sulit untuk melepaskan persona HRS dengan eksistensi FPI. Jadi, betapapun, HRS senyatanya pernah berdiri di barisan pemerintah.
Seiring berjalannya waktu, HRS dan FPI tampil sebagai komunitas yang beringas. Atas nama amar ma’ruf nahi munkar, mereka tak segan menggoyang tempat-tempat yang dinilai sebagai markas maksiat, tidak peduli bila itu menyebabkan kegaduhan sosial. Pokoknya, kebenaran harus ditegakkan!! Takbirrr!!!
Rupanya, di titik ini HRS agak sedikit beda dengan Dragon. Betapapun hebatnya kekuatan Dragon berikut awak kapalnya, sejauh ini ia belum kedapatan melakukan konfrontasi langsung. Dengan kata lain, yang dilakukan Dragon bersama pasukan revolusi adalah gerakan senyap, alias sekadar mengamati, dan mengamati, dan mengamati belaka.
Tak lupa, sejurus dengan gerakan senyap itu, Dragon juga menginfiltrasi pos-pos setrategis, bahkan sampai ke titik yang tidak disadari banyak orang. Bila tidak percaya, tanyakan saja kepada Oplovers betapa kagetnya mereka sewaktu tahu bahwa Bartholomew Kuma (eks Sichibukai) ternyata merupakan salah satu intel Dragon yang sengaja dipasang di barisan pemerintah yang sah.
Memang, kita tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya terjadi dengan dagelan politik negeri ini. Tapi, siapa yang bisa menjamin bilamana HRS tidak punya loyalis, kendati di dalam tubuh pemerintahan Jokowi sekalipun?
Tanpa bermaksud menuduh, semua kita pastilah tahu bahwa di pihak mana FPI sampai basah kuyup membela paslon sewaktu Pilpres 2019 kemarin. Dan, kita pun tahu bahwa sosok yang bersangkutan, yang dibela mati-matian, yang pernah berjanji akan memulangkan HRS jika menang, senyatanya saat ini sedang menikmati empuknya kursi kementrian dengan anggaran belanja negara yang mungkin senilai dengan bounty Monkey D. Dragon.
Yah, sayangnya, dunia ini memang panggung sandiwara. Begitu kata sebuah tembang lawasan yang sialnya juga terjadi dalam lanskap perpolitikan nasional kita. Hanya saja, kita tidak benar-benar tahu mana pihak wajar dan mana pihak yang sedang berpura-pura.