Melawat ke Badar, Kota “Pasukan Malaikat” dan Riwayatnya Kini

Melawat ke Badar, Kota “Pasukan Malaikat” dan Riwayatnya Kini

Melawat ke Badar, Kota “Pasukan Malaikat” dan Riwayatnya Kini
Screenshot

“Ya Allah, aku menagih janjimu. Jika pasukanku kalah, engkau tak akan disembah selamanya.”

Doa nabi ini tiba-tiba saja terlintas di kepala saat mobil Hiace putih yang kami tumpangi mulai masuk kota Badar. Kami melalui perjalanan cukup panjang dari Madinah. Perjalanan 152 KM kami tempuh demi memuaskan rasa penasaran kami atas peristiwa 17 Ramadan tahun ke-2 Hijriyah ini.

Meski di dalam kabin mobil ber-ac, kami masih merasakan panasnya kota ini. Angka 42° tertulis di layar gawai milik teman kami. Tak terbayang, bagaimana dulu sang Mustafa melalui terjalnya bebatuan dan padang pasir dari Madinah menuju kota syuhada ini demi keberlanjutan ajaran-Nya.

Badar kini sudah jadi salah satu kota pemukiman di Madinah. Sensus pada tahun 2022 menyebut bahwa populasi Badar kini mencapai sekitar 58.000 penduduk. Total luas kota ini mencapai 6.888 KM2. Dilihat dari satelit Google Maps, kota perang besar dalam sejarah Islam ini banyak dipenuhi berbagai bangunan di berbagai sisinya. Beberapa kali kami melewati gerai-gerai waralaba modern, bangunan pemerintahan, hingga monumen sejarah.

Makam Syuhada Badar: Tak Semegah Baqi, Tak Seramai Uhud

Puing-puing bersejarah kota Badar bisa kita saksikan dari monumen sejarah perang Badar yang bersebelahan dengan makam Syuhada Badar. Pada monumen tersebut tertulis para sahabat nabi yang syahid.

Pemakaman Syuhada Badar juga tak seperti tempat-tempat ikonik yang ada di Indonesia, banyak diziarahi dan sering dijadikan tempat studi tour anak-anak sekolah. Tempat ini dikelilingi tembok dan pagar besi dengan ornamen segiempat atau segi dua belas ala Arab. Saat kami tiba, pemakaman ini cenderung sepi. Hanya ada dua sampai tiga orang yang datang sebelum kami. Di depan pintu makam yang terkunci, ada dua orang yang sepertinya warga lokal menyambut. Kami diberi mangkuk isi kismis dan kacang-kacangan.

“Halal, halal,” tuturnya. Kami pun mengambil sebagian isi mangkuk itu dan memakannya. Lumayan jadi “cemilan selamat datang”.

Sepinya makam Syuhada Badar ini sangat wajar. Mengingat, tempat ini bukanlah rute city tour yang dilalui jemaah haji maupun umrah. Tak seperti Uhud atau Baqi yang mudah dijangkau, atau bahkan bersebelahan dengan masjid nabi.
Di dalam pagar, banyak kuburan dengan nisan kecil yang tak dinamai. Saya sendiri tak bisa menghitungnya. Dengan jumlah sebanyak itu, kami tak bisa memastikan di sebelah mana para Syuhada Badar dikuburkan. Kami menduga bahwa tempat pemakaman ini tak hanya diisi para syuhada Badar. Bisa jadi kelompok Kafir Quraisy yang tewas juga turut dimakamkan di sini. Apalagi dengan sejarah panjang Saudi yang kurang tertarik untuk merawat makam, bisa jadi ada orang-orang baru yang turut dimakamkan di situ.

Panasnya udara Badar saat itu membuat saya dan beberapa teman Media Center Haji 2024 bentukan Kemenag RI yang tengah berziarah tak mampu bertahan lama. Kami hanya berhenti sekitar 15-20 menit, dan kemudian melanjutkan perjalanan menuju Jeddah. Sembari menahan terik matahari, durasi waktu tersebut cukup bagi kami untuk berkeliling, mengambil foto-video, dan melakukan live media sosial.

Jika panas siang itu tak begitu menyengat, kami mungkin bisa berkeliling lebih jauh: ke Jabal Malaikah yang konon jadi tempat pasukan bala bantuan dari golongan Malaikat, hingga ke Masjid Areesh.

Membandingkan Kota “Pasukan Malaikat”: Dulu dan Kini

Badar adalah salah satu perang yang secara khusus mendapat perhatian dari Al-Quran, misalnya Surat Al-Qamar ayat 45.

سَيُهْزَمُ الْجَمْعُ وَيُوَلُّوْنَ الدُّبُرَ ۝٤٥

Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka berbalik ke belakang (mundur).”

Ibnu Abbas punya kesaksian tersendiri saat ayat tersebut diturunkan. Ia melihat Rasul berdoa dengan setengah mengancam.

اللهم إني أنشدك عهدك ووعدك، اللهم إن شئت لم تُعبد

”Ya Allah, sesungguhnya aku ingin menagih janjimu-janji-Mu. Jika Engkau berkehendak (membuat kami kalah), engkau tidak akan disembah.”

Dalam riwayat lain dijelaskan,

لم تعبد بعد اليوم أبداً

“Engkau tak akan disembah setelah hari ini, selamanya.”

Abu Bakar kemudian menolong Nabi seraya berkata, “Engkau terlalu keras dalam berdoa, Ya Nabi.”

Nabi kemudian keluar dan turunlah wahyu surat Al-Qamar di atas.

Lewat kisah Badar ini, Allah hendak memberikan pelajaran kesabaran bagi hamba-hamba-Nya. Hal ini dimuat dalam surat Ali Imran ayat 123-125.

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ بِبَدْرٍ وَّاَنْتُمْ اَذِلَّةٌۚ فَاتَّقُوا اللّٰهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ ۝ اِذْ تَقُوْلُ لِلْمُؤْمِنِيْنَ اَلَنْ يَّكْفِيَكُمْ اَنْ يُّمِدَّكُمْ رَبُّكُمْ بِثَلٰثَةِ اٰلَافٍ مِّنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ مُنْزَلِيْن ۝ بَلٰٓىۙ اِنْ تَصْبِرُوْا وَتَتَّقُوْا وَيَأْتُوْكُمْ مِّنْ فَوْرِهِمْ هٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ اٰلَافٍ مِّنَ الْمَلٰۤىِٕكَةِ مُسَوِّمِيْنَ ۝

“Sungguh, Allah benar-benar telah menolong kamu dalam Perang Badar, padahal kamu (pada saat itu) adalah orang-orang lemah. Oleh karena itu, bertakwalah kepada Allah agar kamu bersyukur. (Ingatlah) ketika engkau (Nabi Muhammad) mengatakan kepada orang-orang mukmin, “Apakah tidak cukup bagimu bahwa Tuhanmu membantumu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?”. “Ya (cukup).” Jika kamu bersabar dan bertakwa, lalu mereka datang menyerang kamu dengan tiba-tiba, niscaya Allah menolongmu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda.”

Saya membayangkan, jika dulu Nabi tak berdoa sebagaimana tertulis di awal catatan ini, apa mungkin kami bisa mengenal Islam dan ajaran-ajarannya?

Ada jawaban menarik dari Ibnu Jarir at-Thabari. Menurutnya, tanpa Nabi berdoa pun bala bantuan “pasukan malaikat” akan datang dan membantu kemenangan pasukan Nabi. Karena, menurut at-Thabari, Nabi tahu bahwa ia adalah seorang khatamun nabiyyin, nabi terakhir. Pasti Allah akan memenangkannya. Tanpa kemenangan itu, risalah-risalah Nabi tak akan bisa bertahan hingga saat ini.

وإنما قال ذلك لأنه علم أنه خاتم النبيين، فلو هلك هو ومن معه حينئذ لم يبعث أحد ممن يدعو إلى الإيمان، ولاستمر المشركون يعبدون غير الله

“Alasan Nabi berdoa demikian karena pengetahuannya bahwa ia adalah Nabi terakhir. Jika Nabi dan orang-orang yang bersamanya saat itu meninggal dunia (karena kalah perang), tidak akan ada lagi yang akan diutus untuk berdakwah risalah keimanan. Orang-orang musyrik akan terus menyembah selain Allah.”

Perang Badar pada masa nabi adalah penanda momentum keberlanjutan dakwah, agama dan risalah. Hampir sebagian sahabat besar mengikuti perang ini, Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali. Bayangkan jika saat itu mereka kalah dan gugur.

Kini Badar sudah menjadi salah satu pemukiman warga di Provinsi Madinah. Monumen-monumen, puing-puing sejarah kegagahan Nabi dan sahabat-sahabatnya tidak secerah Uhud dan Baqi. Semoga dengan banyaknya revitalisasi monumen-monumen sejarah yang kini digalakkan otoritas Saudi, Badar tidak ditinggalkan. Badar akan selalu dikenang generasi-generasi muslim setelahnya sebagai prasasti keberserahan diri dan benarnya janji-janji Tuhan.

(AN)