Saat ini, kita hidup di tengah pesatnya perkembangan teknologi komunikasi. Ditandai dengan hadirnya internet dan media baru. Salah satu media baru yang sangat berpengaruh adalah media sosial. Dengan adanya media sosial, yang sebelumnya kita hanya bertutur sapa di dunia nyata, saat ini kita bisa melakukan percakapan di dunia maya. Bahkan kita kerap kali lebih banyak bersosialisasi di media sosial.
Hanya saja, selain dapat menjadi alat untuk saling tegur sapa dan bersilaturahim, media sosial terbukti dapat menjadi sarana untuk menebar kebencian. Membagikan berita bohong. Serta menabur fitnah bagi sesama. Selain itu, melalui media sosial, masyarakat bebas berkomentar tanpa batas. Bahkan tidak jarang, saling mengolok dan saling menyudutkan secara vulgar.
Penggunaan media sosial dalam hidup kita saat ini sepertinya perlu direnungkan kembali. Untuk apa kita menggunakan media sosial? Apakah media sosial lebih banyak kita gunakan untuk kebaikan atau malah untuk keburukan? Pertanyaan ini bukan basa-basi, tetapi untuk meneguhkan diri bahwa kita hidup di dunia ini, sesungguhnya untuk bekal kita di akhirat nanti. Bekal bisa kita peroleh dengan melakukan kebaikan-kebaikan, yang salah satunya ialah melalui media sosial.
Bermedia sosial dengan ketakwaan
Akhirat bagi seorang Muslim, bukan hanya sebuah keimanan yang harus diyakini, namun juga tujuan akhir yang harus disiapkan dengan bekal yang sebaik mungkin. Allah swt menunjukkan kepada kita dalam al-Quran bahwa sebaik-baiknya bekal adalah takwa. Dalam surat al-Baqarah, Allah ta’ala berfirman:
وَ تَزَوَّدُوْا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَ اتَّقُوْنِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ
Artinya:
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa, dan bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal.” (Q.S. al-Baqarah: 197)
Perintah takwa dari Allah SWT untuk kita adalah berbicara dengan perkataan yang benar. Menjalankan perintah untuk selalu mengatakan yang benar kerap kali susah dilaksanakan. Apalagi jika dilakukan di media sosial. Sebab salah satu karakteristik media sosial adalah manipulatif. Memanipulasi dan memutar balikan fakta di media sosial amat marak belakangan ini.
Kebenaran dalam berkomunikasi baik di dunia nyata maupun dunia maya seperti media sosial adalah hal yang paling diutamakan. Dengan selalu mengedepankan perkataan yang benar kita menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, semisal salah paham dan fitnah. Allah swt berfirman dalam surat al-Ahzab sebagai berikut:
يا أَيُّهَا الَّذينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَ قُولُوا قَوْلاً سَديداً يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمالَكُمْ وَ يَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَ مَنْ يُطِعِ اللهَ وَ رَسُولَهُ فَقَدْ فازَ فَوْزاً عَظيماً
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar. Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (Q.S. al-Ahzab: 70-71)
Dalam ayat di atas kita dapat memahaminya bahwa jika kita bertakwa dan berkata benar maka Allah akan memperbaiki amal-amal kita atau menyempurnakannya. Ditambah lagi Allah akan mengampuni dosa-dosa kita. Lihatlah kata-kata di atas bahwa ‘berkata benar’ ini sangat penting. Berkata benar adalah landasan orang-orang yang bertakwa kepada Allah. Lawan kata dari benar adalah dusta. Berarti, ‘berkata dusta’ menandakan dirinya jauh dari ketakwaan. Berkata dusta dan menebar fitnah bukanlah perilaku yang benar.
Dalam banyak riwayat hadis shahih dijelaskan bahwa seorang Muslim harus berhati-hati menjaga lisannya. Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Kiamat, maka sebaiknya berkata jujur dan benar. Jika tidak mampu, maka sebaiknya diam. Demikian pula, kedustaan adalah hal yang mendekatkan pada keburukan. Dan keburukan ini akan menggelincirkan seseorang ke jurang neraka.
Selain itu, kecenderungan pengguna media sosial memang menulis dan mengirim pesan dengan cara singkat dan padat. Sebab hal ini dibatasi oleh ruang dan waktu. Media sosial menciptakan gaya hidup instan yang serba cepat. Atau bisa juga karena pengguna media sosial tidak suka dengan tulisan yang panjang. Ini bisa melelahkan para pembacanya.
Terkadang status dan komentar di media sosial yang singkat tersebut dapat menimbulkan makna yang berbeda di dalam benak pembacanya. Atau memang bisa jadi penulis status dan komentar di media sosial sengaja mengaburkan makna dengan menggunakan kata-kata dan kalimat yang ambigu dan tidak jelas. Yang kemudian seseorang dapat merasa tersindir dan terfitnah akibat status dan komentar di media sosial ini.
Perbedaan pemahaman
Di media sosial juga sering kita temui bagaimana seseorang berbeda pendapat dengan orang lain. Perbedaan pendapat ini disebabkan oleh banyak hal. Seperti misalnya perbedaan perspektif dan perbedaan pengetahuan yang dimiliki para pengguna media sosial. Sebab bisa saja tidak semua orang memiliki tingkat pengetahuan yang sama. Sementara di media sosial siapa pun dapat bergabung. Baik orang kaya dan miskin, pejabat dan rakyat, pengurus dan anggota, pekerja dan penganggur, dan lain-lain.
Perbedaan pendapat di media sosial yang tajam dapat berakibat pada pemutusan hubungan pertemanan dengan cara unfriend atau bahkan block. Seperti perbedaan sikap politik saat Pilpres 2019 yang lalu. Jadi, karena hanya perbedaan dan perdebatan yang sengit di media sosial, seseorang bisa memutuskan hubungan sosialnya. Ini sangat memprihatinkan.
Padahal Allah swt menjelaskan bahwa manusia memang diciptakan dengan berbeda-beda. Beda bahasa dan beda warna kulit, seperti yang tertera dalam al-Quran surat al-Rum:
وَ مِنْ آياتِهِ خَلْقُ السَّماواتِ وَ الْأَرْضِ وَ اخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَ أَلْوانِكُمْ إِنَّ في ذلِكَ لَآياتٍ لِلْعالِمينَ
Artinya:
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah penciptaan langit dan bumi serta bahasa dan warna kulitmu yang beraneka ragam. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.” (Q.S. al-Rum: 22)
Dari ayat ini jelas bahwa perbedaan manusia di muka bumi ini disengaja diciptakan oleh Allah swt. Agar kita berpikir dan mencari ilmu Allah yang berserakan di hamparan alam semesta. Bahkan pelajaran di alam diri manusia itu sendiri juga penting untuk ditelusuri lebih dalam. Bahwa perbedaan bahasa dan perbedaan pendapat bukan untuk diperselisihkan namun diambil hikmah untuk kedamaian dan kebaikan kita di dunia dan bekal kita di akhirat.
Keteraturan adalah sunatullah yang harus dijunjung di muka bumi ini. Islam adalah agama keteraturan yang membawa kepada kedamaian dan keselamatan. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana jika planet-planet, bintang-bintang, bulan dan matahari tidak dalam keteraturan. Maka hancurlah alam semesta ini. Allah sedemikian rupa telah mengatur dengan sebaik-baiknya. Hikmahnya adalah agar tercipta keharmonisan dan kedamaian.
Begitu juga dengan persaudaraan manusia. Jika antar manusia tidak ada sikap persaudaraan maka bukan keteraturan dan kedamaian yang didapat, melainkan kehancuran yang ditemui. Kita harus mengedepankan sikap moderasi seperti menerima perbedaan dan tidak memaksakan kehendak kita pribadi.
Dalam kehidupan sosial ini kita seyogianya mengedepankan sikap persaudaraan bukan pertengkaran. Tak elok jika setiap perbedaan berakhir pada pertengkaran. Segala hal perbedaan ini harus dipahami bahwa ini sudah ‘dari sananya’. Manusialah yang harus mengaturnya sehingga perbedaan menjadi sebuah pemandangan yang indah. Dan bahwa Allah Maha Besar dalam mengatur ini semua.
Dalam kasus perbedaan pendapat yang tajam dan pertengkaran perlu kiranya kita memiliki sikap moderat. Baik itu berada di wilayah dunia nyata maupun di dunia maya. Dengan demikian tugas kita di media sosial adalah menebar kebaikan dengan perkataan yang benar, mengajak kepada kebaikan serta menjauhi segala keburukan. Dengan ketakwaan dalam bermedia sosial, kedamaian akan hadir dalam dunia maya kita. Demikian pula akan hadir dalam dunia nyata kita.
Semoga.
Tulisan ini juga dimuat dalam: Buletin Muslim Muda Indonesia, Edisi 58/Jum’at, 30 Agustus 2019