Maurice Bucaille, Dokter Prancis Pengkaji Al Quran

Maurice Bucaille, Dokter Prancis Pengkaji Al Quran

Maurice Bucaille, Dokter Prancis Pengkaji Al Quran

Maurice Bucaille. Dokter ahli bedah berkebangsaan Prancis ini lahir pada tanggal 19 Juli 1920 M di Pont-L’Eveque. Ia merupakan putra dari Maurice dan Marie (James) Bucaille. Ia pernah pengepalai klinik bedah di Universitas Paris, Anggota Perhimpunan Medis Perancis dan penulis tentang Mesir Kuno. Bucaille memulai karirnya sebagai dokter tahun 1945 spesifikasi keahlian dalam bidang gasteroentologi. Pada tahun 1973, Bucaille diangkat sebagai dokter pribadi oleh Keluarga Raja Faisal dari Arab Saudi. Anwar Sadat, Presiden Mesir kala itu, diketahui juga termasuk dalam daftar pasien yang pernah menggunakan jasanya

Pada tahun 1974 dia mengunjungi Mesir atas undangan Presiden Anwar Sadat dan mendapat kesempatan meneliti Mumi Firaun yang ada di Museum Kairo. Hasil penelitiannya kemudian dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun, Sebuah Penelitian Medis Modern (Momies des Pharaon; Investigations medicales modernes). Berkat buku ini dia menerima penghargaan Prix d’histoire (Penghargaan di Bidang Sejarah) dari Academie Francaise dan Prix General (Penghargaan Umum) dari Academie Nationale de Medecine, Perancis. Buku lainnya  adalah Bibel, Qur’an dan Sains Modern judul asli dalam bahasa Perancis La Bible, le Coran et la Science (1976).

Seperti terlihat dari judulnya, buku ini membandingkan ajaran Bibel dan al-Qur’an dengan Sains dan menyimpulkan bahwa dibandingkan Bibel, ajaran al-Qur’an lebih sesuai dengan sains modern. Tak heran bila buku ini menjadi best-seller internasional di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia. Namun buku ini juga menuai kritikan dari berbagai pihak yang beranggapan bahwa sains bersifat netral, sehingga upaya yang dilakukan Maurice untuk membandingkan ajaran kitab-kitab suci dengan penemuan sains modern terlihat mengada-ada.

Suara ktitis tak hanya muncul dari kalangan non-Muslim. Banyak pula cendekiawan Muslim menolak ide Maurice. Salah satunya adalah Ziauddin Sardar, cendekiawan muslim Inggris ini mengatakan bahwa alangkah ironisnya Umat Muslim membutuhkan pakar non Muslim untuk membuktikan kebenaran sebuah kitab yang mereka yakini sebagai firman Tuhan.

Sardar menganggap sikap ini tak lebih sebagai rasa minder umat Islam terhadap prestasi ilmiah peradaban Barat. Ia menyebut sikap ini sebagai Bucaillisme, yang sejak saat itu istilah ini popular digunakan untuk mencemooh pendapat-pendapat yang mengemukakan bahwa ajaran al-Qur’an terbukti sesuai dengan penemuan-penemuan sains.

Meskipun mendapat kritikan, tak menyurutkan semangat Maurice untuk mengakaji teks al-Qur’an. Hal ini ia buktikan dengan keseriusannya dalam mendalami bahasa Arab agar benar-benar mampu memahami teks al-Qur’an. Maka pada tahun 1984 ia menerbitkan kembali buku What is the Origin of Man? The Answers of Science and the Holy Scriptures. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Dari Mana Manusia Berasal? Antara Sains, Bibel dan al-Qur’an.

Dalam bukunya, Maurice ingin memberikan jawaban bagi umat beriman di Zaman modern ini yang ingin memegang teguh keimanan mereka tanpa harus memusuhi kemajuan Sains. Sekaligus ia menjawab klaim sekuler yang ingin memisahkan sepebuhnya antara sains dan agama. Dan di tahun 1995 ia juga menerbitkan buku Firuan dalam Bibel dan al-Qur’an: Menafsirkan Kisah Historis Firaun dalam Kitab Suci Berdasarkan Temuan Arkeologi dari judul bahasa prancis Moise et Pharaon; Les Hebreux en Egype: Quelles concordance des livres saints avec I’Histoire?.

Maurice Bucaille meninggal di Paris 16 Februari 1998 pada usia 77 tahun. Meskipun semasa hidupnya ia mengakui kebenaran ajaran al-Qur’an dengan bukti-bukti saintisnya, namun banyak pihak mengakui bahwa ia tidak pernah secara resmi menyatakan dirinya muslim. Sehingga ada pihak yang menuduhnya bahwa pernyataan-pernyataannya yang menguntungkan al-Qur’an itu hanya bertujuan supaya bukunya laku di kalangan muslim dan dia mendapat dana dari Timur Tengah. Sebaiknya tafsir ilmi yang diajukan oleh Maurice Bucaille ini dilihat sebagai upaya manusia masa sekarang untuk mengapresiasi ajaran kitab suci.

Di samping itu harus diringi dengan sifat kerendahan hati, kesadaran bahwa ilmu pengetahuan manusia tidak akan pernah bisa mencakup seluruh makna yang dikandung firman Tuhan, hal ini untuk menghindari sikap menyalahkan al-Qur’an ketika tidak sesuai dengan hasil penemuan sains. Selain itu, kita perlu pula merenungkan pernyataan Maurice Bucaille berikut ini: “Mengajukan pertanyaan tentang kesesuaian ajaran-ajaran agama dengan data-data yang didapat oleh ilmu pengetahuan modern adalah suatu sikap alamiah jiwa manusia.” Wa Allahu A’lam bi al-Shawab. []

Annisa Nurul Hasanah, Peneliti Hadis di el-Bukhari Institute.