Maulid Nabi

Maulid Nabi

Maulid Nabi

Adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, seorang pemimpin setingkat gubernur, yang memerintah tahun 1174-1193 M/570-590 H pada era Dinasti Bani Ayyubi, mencetuskan perayaan Maulid Nabi. Orang Eropa konon menyebutnya Saladin. Ia memang dikenal ahli memikat hati rakyat.

Pada mulanya untuk kepentingan “pragmatis”. Salahuddin mengisahkan biografi Nabi Muhammad Saw. mulai dari sejak lahir, latar keluarganya, masa kanak-kanak hingga dewasa, deklarasi kenabiannya hingga saat suka duka mendakwahkan Islam.

Salahuddin hendak membangkitkan semangat juang kaum muslimin untuk merebut kembali Yerusalem, termasuk Masjid al-Aqsa, yang jatuh kepada tentara Salib tahun 1099 M. Dan ternyata membuahkan hasil.

Salahuddin sukses menghimpun kakuatan umat muslim yang terserak, membakar semangatnya, sehingga pada 1187 M Yerusalem pun akhirnya takluk dan direbut dari tangan bangsa Eropa.

Maulid Nabi, saat diselenggarakan pertama kali tahun 1184 M/580 H, ditentang oleh sejumlah ulama dan sebagian umat muslim kala itu, meski ia mendapat persetujuan dari An-Nashir, khalifah di Baghdad. Maulid Nabi, menurut mereka yang tidak setuju, dituduh sebagai perbuatan bid’ah, sebab dianggapnya belum pernah dicontohkan pada masa Nabi. Mirip juga dengan situasi sekarang.

Salahuddin tak bergeming. Di antara kegiatan yang dipelopori oleh Salahudin adalah dengan menyelenggarakan semacam sayembara penulisan riwayat Nabi beserta puji-pujian kepadanya. Seluruh ulama, umat muslim, dan kalangan sastrawan diundang dan turut meramaikan kompetisi ini.

Alhasil, tampil sebagai juara dari sayembara itu adalah Syekh Ja’far Al-Barzanji. Dokumentasi dari karyanya ini dikenal sebagai Kitab Barzanji, yang sampai sekarang masih sering dibaca oleh masyarakat muslim dari pinggir-pelosok hingga ke pusat-kota.

Salahuddin menghimbau umat muslim seantero dunia untuk memperingati Maulid Nabi setiap tanggal 12 Rabiul Awal (hari lahir Nabi) kalender Hijriyah, sebagai rasa cinta kepada Nabi Muhammad Saw.

Begitulah riwayat Maulid Nabi yang menjadi bagian dari tradisi yang mengisi peradaban Islam, tak terkecuali umat muslim Indonesia. Yang diperingati dan dikenang kehebatannya bukanlah setingkat presiden, menteri, gubernur, bupati, tokoh parpol, tetapi junjungan dan panutan umat, Nabiyullah Muhammad Saw.

اللهم صل وسلم وبارك عليك يا رسول الله