Ayunda Faza Maudya atau lebih akrab disapa Maudy Ayunda membuat heboh jagat media sosial setelah mengunggah foto pernikahannya di akun Instagram miliknya. Diketahui bahwa Maudy menikah dengan Jesse Choi, pria asal Korea Selatan. Mereka menggelar pernikahan di kediaman Maudy di Cilandak, Jakarta Selatan, pada 22 Mei 2022.
Sebelumnya, sekitar dua bulan sebelum menikahi Maudy, Jesse memutuskan untuk menjadi muallaf. Prosesi masuk Islamnya bertempat di masjid Istiqlal pada 25 Maret 2022 dengan dituntun langsung oleh imam besar masjid Istiqlal, K.H. Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA. Jesse menjadi satu dari ratusan ribu penduduk Korea Selatan yang beragama Islam.
Menurut data tahun 2012, jumlah muslim di Korea Selatan mencapai 200.000, terdiri atas 75.000 penduduk asli dan 125.000 imigran pendatang. Jumlah tersebut sangatah kecil jika dibandingkan dengan total penduduk Korea Selatan yang berjumlah 50 juta jiwa. Islam sendiri baru menjadi agama resmi yang diakui oleh negara pada tahun 1955. (Umayyatun, 2017)
Dalam buku Islam Damai di Negeri Asia Timur Jauh, Dr. Ali Sun An Geun, Islam pertama kali dikenal Korea pada abad ke-9, saat itu banyak pedagang Arab yang datang ke Semenanjung Korea, saat itu masih dikenal sebagai bagian dari wilayah Negeri Shilla. Di sanalah awal mula terjadi interaksi antara penduduk setempat dengan Islam.
Hanya saja, saat itu Islam tidak dikenal sebagai agama, melainkan budaya yang dibawa oleh pedagang Arab. Interaksi yang terjalin pun tidak terlalu intens, sehingga penyebaran Islam belum terjadi. Barulah pada abad ke-11, mulai terjadi penyebaran melalui jalur perdagangan, tepatnya pada masa pemerintahan Raja Hyun Jong dari Dinasti Koryo.
Dr. Ali memetakan perkembangan Islam di Korea menjadi empat tahap. Tahap pertama, abad ke-11 hingga abad ke-14. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pedagang Arab datang untuk kedua kalinya ke semenanjung Korea. Saat itu, terdapat sekitar 100 orang dalam rombongan, mereka membawa dan mengenalkan kebudayaan Arab kepada masyarakat setempat.
Tahap kedua, abad ke-14 hingga abad ke-19. Pasca runtuhnya Dinasti Koryo, kekuasaan berpindah ke tangan Dinasti Ming dari China. Saat itu, mereka menyebarkan agama Konghucu. Selain itu, berkuasanya Dinasti Ming membuat pedagang Arab juga kesulitan untuk kembali datang ke Semenanjung Korea. Karena agama Konghucu semakin mendominasi, banyak penduduk setempat yang akhirnya terpaksa memeluk agama tersebut.
Pada tahap kedua ini, Islam di Korea sedang mengalami vakum perkembangan, hal ini disebabkan banyak tantangan yang dihadapi pada saat itu, salah satunya adalah berkumpulnya banyak budaya di semenanjung Korea, karena pada saat itu perbedaan budaya belum mampu disikapi dengan baik sehingga malah menimbulkan perpecahan.
Tahap Ketiga, abad ke-19 hingga awal abad ke-20. Pada masa ini, Korea sedang mengalami penjajahan oleh Jepang. Banyak penduduk yang berbondong-bondong mengungsi ke China. Di sana, mereka menjalin interaksi dengan muslim China, tidak sedikit dari penduduk Korea yang belajar Islam kepada mereka. Pada tahap ini, perkembangan Islam kembali meningkat setelah sempat vakum pada tahap sebelumnya.
Tahap keempat, tahun 1950 hingga saat ini. Sejak tahun 1950, perkembangan Islam di Korea tahun demi tahun terus menunjukkan tren yang positif, jumlah muslim di Korea pun terus mengalami peningkatan. Perkembangan ini berawal dari adanya penugasan tentara Turki ke wilayah Korea yang saat itu terjadi perang saudara antara Korea Selatan dengan Korea Utara.
Ternyata, praktek-praktek dan kebaikan yang dilakukan oleh tentara turki saat berada di tengah masyarakat selama bertugas membuat banyak penduduk Korea tertarik. Ditambah berbagai aksi kemanusiaan yang mereka lakukan seperti membangun fasilitas pendidikan serta membantu korban terdampak perang seperti janda dan anak-anak kecil. Mereka pun akhirnya bersedia mengajarkan Islam kepada mereka yang tertarik untuk mempelajarinya.
Puncaknya terjadi ketika negara meresmikan Islam sebagai salah satu agama yang diakui negara pada tahun 1955. Selanjutnya, pada tahun 1965, dibentuk Korea Muslim Federation (Hanguk Isullam Gyo), dengan maksud menyatukan umat muslim Korea yang jumlahnya semakin banyak agar lebih terorganisir. Pada tahun 1976, didirikanlah masjid pertama di Korea, yakni masjid Ittaewon yang berlokasi di tengah kota Seoul. Pada tahun 1979, untuk pertama kalinya muslim Korea pergi beribadah haji ke tanah suci.
Sonezza Ladyanna (2014) mengungkapkan bahwa di Korea terdapat dua organisasi umat Islam yang didirikan dan dikelola oleh Warga Negara Indonesia, yaitu Komunitas Muslim Indonesia (KMI) dan Indonesian Muslim Student in Korea (IMUSKA). Selain menjadi wadah berkumpulnya WNI muslim di Korea, KMI juga membawahi masjid-masjid yang dikelola oleh WNI muslim yang jumlahnya sekitar 30 masjid.