Al-Qur’an adalah firman Allah Swt yang menyejukkan, membacanya tentu akan membuat hati tenang. Meskipun demikian, kita juga harus memperhatikan etika membacanya. Terkadang ada orang yang justru terganggu dengan bacaan Al-Qur’an yang terlalu keras.
Meskipun membaca Al-Qur’an adalah kebaikan, namun kita tidak harus selalu membacanya dengan suara keras, pada beberapa keadaan membaca Al-Qur’an dengan suara rendah justru lebih dianjurkan, misalnya saat orang lain tidur. Dalam hadis yang diriwayatkan beberapa Imam seperti Ibnu Hibban, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ahmad, Rasulullah Saw bersabda:
الجَاهِرُ بِالقُرْآنِ، كَالجَاهِرِ بِالصَّدَقَةِ، وَالمُسِرُّ بِالقُرْآنِ، كَالمُسِرِّ بِالصَّدَقَةِ.
“Orang yang mengeraskan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang terang-terangan dalam bersedekah. Orang yang melirihkan bacaan Al Qur’an sama halnya dengan orang yang sembunyi-sembunyi dalam bersedekah.”
Lalu manakah yang lebih utama, membaca Al-Qur’an dengan suara keras atau suara lirih?
Mengenai hal ini, Imam Nawawi menyimpulkan keutamaannya tergantung kepada keadaannya. Membaca Al-Qur’an dengan suara lirih menjadi lebih utama karena bisa terhindar dari sifat riya. Selain itu, orang yang sedang shalat atau tidur tidak akan terganggu dengan bacaan Qur’an kita. Karena mungkin saja karena bacaan yang terlalu keras orang yang sedang shalat menjadi sulit khusyuk atau orang yang sedang tidur menjadi terbangun.
Islam tidak hanya mengatur hubungan hamba dengan tuhannya, melainkan juga mengatur hubungan manusia dengan sesama. Maka hendaknya kita menghormati sesama, sebagaimana hadis dari Abu Said Al-Khudri berikut:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: اعْتَكَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ، فَسَمِعَهُمْ يَجْهَرُون بِالْقِرَاءَةِ وَهُوَ فِي قُبَّةٍ لَهُ، فَكَشَفَ السُّتُورَ، وَقَالَ: «إِنَّ كُلَّكُمْ مُنَاجٍ رَبَّهُ فَلَا يُؤْذِيَنَّ بَعْضُكُمْ بَعْضًا، وَلَا يَرْفَعَنَّ بَعْضُكُمْ عَلَى بَعْضٍ فِي الْقِرَاءَةِ» ، أَوْ قَالَ: «فِي الصَّلَاةِ»
Dari Abu Said Al-Khudri, ia berkata “Rasulullah Saw sedang beri’tikaf di masjid, beliau mendengar orang-orang membaca Al-Qur’an dengan suara keras, ia pun membuka penghalang dan berkata “Ketahuilah bahwa setiap orang di antara kalian bermunajat kepada Rabb-nya maka janganlah sekali-sekali sebagian di antara kalian mengganggu sebagian yang lain, jangan pula sebagian di antara kalian mengangkat suaranya terhadap sebagian yang lain dalam membaca, (atau ia berkata) dalam shalat” (HR. Abu Daud, Nasa’i dan Ahmad)
Jika sekiranya tidak mengganggu orang lain, maka membaca Al-Qur’an dengan suara keras menjadi lebih utama. Karena membacanya dengan keras lebih banyak amalnya (lebih banyak mengeluarkan tenaga sehingga lebih banyak pula pahalanya). Selain itu faidahnya juga akan merambat kepada orang lain yang mendengarnya, mereka akan tergerak hatinya. Membaca Al-Qur’an dengan suara lantang juga bisa membuat hati pembacanya semakin kokoh, menambahkan semangat dan konsentrasi. Dalam hadis riwayat Bukhari Muslim Rasulullah Saw juga menyatakan keutamaan membaca Al-Qur’an dengan suara keras:
مَا أَذِنَ اللهُ لِشَيْءٍ مَا أَذِنَ لِنَبِيٍّ حَسَنِ الصَّوْتِ يَتَغَنَّى بِالْقُرْآنِ يَجْهَرُ بِهِ
“Tidaklah Allah mendengarkan sesuatu sebagaimana Allah mendengarkan Nabi-Nya membaguskan bacaan Al-Qur’an dan mengeraskan suaranya” (HR. Bukhari Muslim)