Beberapa tahun terakhir, istilah “bela Islam” muncul dan berkembang menjadi sebuah narasi nasional. Term ini dibuat untuk menyebut beberapa orang yang berdemontsrasi dan melakukan protes atas kasus “Penistaan Al-Quran” yang dituduhkan kepada Gubernur Jakarta pada masa itu, Basuki Tjahya Purnama (BTP).
Karena menamakan diri sebagai pembela Islam, mereka berjuang melawan orang-orang yang dianggap pro-penista agama dengan melakukan hal-hal yang sejatinya bertentangan dengan Islam itu sendiri, seperti mengumpat, mencaci maki orang, bahkan ada juga yang melarang jenazah muslim dishalati di masjid tertentu karena dianggap membela “penista”.
Baca juga: Gus Baha: Tidak Ada Istilah Kafir dalam Bernegara
Istilah “bela Islam” ini mendapatkan banyak reaksi yang beragam. Beberapa akademisi dan ulama menolak penggunaan istilah ini. Mereka berpendapat bahwa Islam tidak butuh pembelaan dengan hal-hal yang justru melecehkan Islam. Pengguna istilah ini pun memiliki tanggapan yang menarik. Mereka mendasarkan istilah ini pada beberapa ayat Al-Quran tentang perintah menolong Allah, salah satunya adalah surat as-Shaff ayat 14:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْٓا اَنْصَارَ اللّٰهِ كَمَا قَالَ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ لِلْحَوَارِيّٖنَ مَنْ اَنْصَارِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۗقَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ نَحْنُ اَنْصَارُ اللّٰهِ فَاٰمَنَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ مِّنْۢ بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ وَكَفَرَتْ طَّاۤىِٕفَةٌ ۚفَاَيَّدْنَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا عَلٰى عَدُوِّهِمْ فَاَصْبَحُوْا ظَاهِرِيْنَ ࣖ – ١٤
Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penolong-penolong (agama) Allah sebagaimana Isa putra Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia, “Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan agama) Allah?” Pengikut-pengikutnya yang setia itu berkata, “Kamilah penolong-penolong (agama) Allah,” lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan (yang lain) kafir; lalu Kami berikan kekuatan ke-pada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, sehingga mereka menjadi orang-orang yang menang.
Quraish Shihab dalam Tafsir al-Misbah, mengutip pendapat Ibnu Asyur menyebutkan bahwa yang dimaksud jadilah penolong Allah dalam di atas bukanlah perintah untuk berjihad. Karena perintah berjihad sudah disebutkan dalam ayat sebelumnya (Surat as-Shaff ayat 13). Maka dari itu, menjadi penolong Allah dalam ayat ini adalah perintah yang berbeda dengan ayat sebelumnya.
Baca Juga: Jangan Hanya Terpesona pada Suara Lantunan Al-Quran
Dalam kasus ayat di atas, Allah SWT menyebutkan kisah para Hawariyyun, yaitu para sahabat Nabi Isa As yang membantu berdakwah. Mereka berjuang menemani Nabi Isa dikala beliau sedang menghadapi berbagai serangan dari musuh-musuh Nabi Isa. Yang dilakukan oleh mereka saat itu adalah bersikap sabar dan tabah hingga waktunya mereka mendapatkan kemenangan dan tersebarnya agama.
Kisah Nabi Isa dan para Hawariyun ini juga mirip dengan kejadian yang menimpa Nabi Muhammad SAW pada masa itu. Saat itu Nabi sangat terpojok oleh berbagai serangan yang dilancarkan oleh kaum kafir Mekah. Mereka terpaksa harus melawan karena diserang dan diintimidasi terlebih dahulu. Oleh karena itu pada awal-awal surat as-Shaff ini disebutkan agar kaum muslimin untuk siap-siap berperang. Bukan karena perang sebagai ajaran Islam, melainkan perang saat itu merupakan sarana melawan keadaan darurat dan kesemena-menaan yang menimpa orang-orang muslim. Nah, dalam as-Shaff ayat 14 ini lah muslim pada masa itu dianjurkan untuk tetap tabah dan sabar walaupun sedang menghadapi banyak ujian.
Baca Juga: Berpikir Sebelum Menuduh Kafir
Dalam sisi konteks kejadian saja, kondisi dan situasi yang dialami nabi dan perintah dalam ayat ini untuk tabah dan sabar sangat berbeda dengan situasi pada masa saat ini. Saat ini kelompok muslim, terlebih di Indonesia merupakan kelompok superior dan sama sekali tidak mendapatkan perlawanan atau serangan. Situasi politik lah yang membuat seolah-olah muslim di Indonesia diserang, ditekan, dan lain sebagainya.
Di sisi lain, mufassir lain, at-Thabtabai misalnya menyebut bahwa anjur menjadi penolong Allah dalam ayat ini bukan menjadi penolong dalam arti secara tekstual, melainkan berarti berdakwah dan mengamalkan ajaran serta akhlak Rasul yang mulia. Nah, apakah mencaci maki orang, mengolok-olok sesama muslim hanya karena beda pilihan politik, yang dilakukan para kelompok “bela Islam” ini merupakan ajaran dan akhlak Rasul? Tentu saja bukan. Itu semua adalah akhlak politisi licik dan buruk yang mengatasnamakan Islam demi kepentingan politisnya. (AN)
Wallahu a’lam.
Baca tulisan tentang tafsir Al-Misbah di sini. Untuk penjelasan selengkapnya, bisa dibaca dalam Tafsir Al-Misbah karya Quraish Shihab (diskon 10%).