Makna Setan dalam Hadis Larangan Berkhalwat

Makna Setan dalam Hadis Larangan Berkhalwat

Makna Setan dalam Hadis Larangan Berkhalwat

Janganlah salah seorang dari kalian berkhalwat (berduaan) dengan seorang perempuan karena sesungguhnya setan menjadi orang ketiga di antara mereka berdua.” (HR. Ahmad)

 

 

Ulama Faqihuddin Abdul Qadir memberi tantangan memaknai hadis ini. Tentang hadis larangan atau keharaman berduaan atau “ngedate” antara perempuan dan laki-laki yang bukan mahram. Dalam tantangan atau ajakannya itu, rupanya Pak Faqih sendiri tengah berupaya memaknai kata setan yang ada dalam hadis di atas maupun setan yang disematkan dalam hadis-hadis lain.

“Lalu, oleh beberapa ulama: diartikan haramnya pergaulan laki-laki dan perempuan sebelum atau di luar nikah. Minimal, segala bentuk pertemanan harus dihindari, karena berpotensi: adanya setan. Benarkah demikan?” Begitu bunyi pertanyaan sekaligus kesimpulan umum yang ditulis oleh Pak Faqih.

Ia kemudian juga menggugat pemahaman umum tersebut dengan sandingan hadis-hadis lain yang juga menarasikan keberadaan setan.

Posisi setan manakala di toilet, pasar, berwudhu, dan lainnya, yang oleh Pak Faqih dipahami sebagai sikap yang tidak lantas mengharamkan pergaulan antara perempuan dan laki-laki, serta larangan bergaul di tempat-tempat tersebut.

Perlu saya sampaikan bahwa yang diharamkan dalam hadis itu adalah bentuk spesifik dari pergaulan antara perempuan dengan laki-laki yakni berkhalwat atau dalam bahasa milenial disebut pacaran atau ngedate. Kenapa berkhalwat itu haram?

Tentu saja karena ia akan sangat berpotensi pada hal-hal yang tidak diinginkan. Sehingga kalau hal itu terjadi saat berdua-duaan akan merugikan harga diri, terlebih di sini harga diri perempuan yang rentan menjadi korban.

Karena itu para ulama banyak yang berpendapat bahwa pacaran dilarang Islam. Sebagai bentuk antisipasi dan kehati-hatian.

Sebagaimana kita tahu bahwa sulit ditemukan sebuah pola pacaran yang sehat. Sebab secara naluriah, di dalam diri manusia melekat hawa nafsu. Pacaran sendiri adalah pertemuan berkali-kali dan intens antara laki-laki dengan perempuan di luar nikah.

Saya sendiri banyak menemukan korban-korban dari penyalahgunaan pergaulan, terutama pacaran.

Ada di antara mereka yang sakit hati, stres, diperlakukan keras selama pacaran, diperas secara finansial, diradupaksa (termasuk seks bebas), sampai kejadian bunuh diri. Diperlukan pembahasan khusus untuk menjelaskan pola pergaulan antara perempuan dan laki-laki, terlebih pergaulan yang berorientasi pada rencana pernikahan.

Ada pun makna setan dalam hadis ini (di atas) adalah hawa nafsu. Bahwa perempuan dan laki-laki berpotensi terhipnotis hawa nafsu sampai kemudian melakukan hal yang tidak diinginkan, sehingga akibatnya akan menjadi petaka yang menghancurkan masa depan pelakunya.

Saya sendiri tidak mau saklek, untuk kemudian melulu mengharamkan pacaran. Saya memilih masuk pada substansi yakni edukasi yang efektif dan logis kepada kaula muda agar melek kesehatan reproduksi.

Ada pun kalau pergaulannya dalam konteks organisasi, persahabatan yang di dalamnya terdapat hal-hal positif (keilmuan, kolaborasi entrepreneurship dan seterusnya), tentu ini tidak menjadi sasaran yang dituju hadis di atas.

Hadis ini menurut hemat saya, tidak hendak mengharamkan segala bentuk pergaulan manusia, antara perempuan dan laki-laki.

Meskipun dalam segala bentuk pergaulan itu baik laki-laki maupun perempuan tetap harus jaga diri. Karena hawa nafsu itu bisa membius seseorang dalam sekejap. Sekejap yang menyelinap.

Sementara hadis-hadis lain yang juga melibatkan setan dalam redaksinya tentu harus dikaitkan dengan konteks yang dituju. Setan yang berada di pasar, mempunyai makna bahwa manakala seseorang sedang di pasar jangan sampai gelap mata, apakah itu penjual maupun pembeli.

Jangan sampai terbujuk hawa nafsu berbelanja secara boros, tidak mengurangi timbangan, tetap ingat waktu shalat, dan lain sebagainya.

Begitulah seterusnya makna setan dipahami sebagai keadaan yang dapat membahayakan karena didorong oleh hawa nafsu.

Pada akhirnya, yuk kita ciptakan kondisi yang sehat. Pola komunikasi dan interaksi sosial yang dilandasi dengan sikap saling menghargai satu sama lain.

Komunikasi yang sehat adalah komunikasi yang tidak mengandung perkataan kotor, menyinggung dan perkataan un faedah. Interaksi sosial yang sehat pun hanya bisa dibangun manakala laki-laki tidak merasa superior atas perempuan.

Laki-laki yang memuliakan perempuan, menganggap bahwa masing-masing dirinya melekat kehormatan. Sehingga interaksi sosial yang dibangun tidak melabrak norma kepatutan dan agama. Sekian.

Wallahu a’lam