Selama ini, tidak jarang kita temui orang yang mengeluh bahkan mencaci maki saat mendapatkan makanan yang kurang enak. Sebaliknya, ketika makanan yang disajikan enak dan memuaskan, banyak dari kita yang memilih diam saja tanpa memberikan pujian.
Padahal, dalam Islam, Nabi Muhammad SAW mengajarkan kita untuk memuji makanan yang enak dan tetap diam ketika makanan tersebut tidak sesuai harapan. Ajaran ini tidak hanya mendidik kita untuk bersyukur, tetapi juga untuk menjaga perasaan orang lain.
Memuji makanan yang kita santap bukan hanya sekadar etika, melainkan juga merupakan anjuran yang memiliki akar dalam tradisi Islam. Salah satu sumber yang menegaskan hal ini adalah kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi. Dalam Bab Madh Aakil at-Tha’am ma Yu’kalu Minhu (Bab Pujian untuk Makanan yang Dimakan oleh Pemakannya), Imam An-Nawawi memberikan penjelasan yang kaya mengenai pentingnya memuji makanan.
Memuji makanan adalah bentuk pengakuan atas nikmat Allah SWT yang diberikan kepada kita. Makanan yang tersaji di hadapan kita bukan sekadar hasil dari kerja keras manusia, melainkan juga rahmat dan karunia dari Allah. Dengan memuji makanan, kita mengingatkan diri sendiri dan orang lain bahwa semua rezeki berasal dari-Nya. Nabi bersabda,
«إِنَّ اللهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الْأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا، أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا»
“Sesungguhnya Allah ridha kepada hamba yang memuji-Nya (Allah SWT) ketika memakan makanan dan memuji-Nya (Allah SWT) ketika meminum minuman.” (HR. Muslim)
Jika sebelum makan dan minum saja, kita dianjurkan untuk memuji Allah, tentu lebih baik lagi jika kita memuji makanan tersebut sebagai bagian dari syukur pada-Nya.
Imam An-Nawawi mengutip hadis yang menunjukkan bagaimana Rasulullah SAW memuji makanan yang beliau makan. Meskipun saat itu, makanan tersebut tidak cocok dimakan dengan makanan lain.
عن جابر «أن النبيّ ﷺ سألَ أهلَه الأُدْمَ، فقالوا: ما عندنا إلاَّ خَلّ، فدعا به فجعلَ يأكلُ منه ويقول: نِعْمَ الأدْمُ الخَلُّ، نِعْمَ الأُدْمُ الخَلُّ».
“Dari Jabri RA. sesungguhnya Nabi Muhammad SAW pernah meminta keluarganya al-Udm, semacam cocolan untuk roti. Lalu istrinya berkata, “Kami tidak punya lauk kecuali cuka.” Beliau lalu memintanya dan memakannya (bersama roti) dan bersabda, “Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka” (HR. Muslim )
Hadits ini menegaskan bahwa memuji makanan adalah bagian dari ibadah kita kepada Allah. Rasulullah SAW menunjukkan betapa pentingnya hal ini melalui contoh langsung dalam kehidupan sehari-hari beliau.
Bahkan dalam hadis di atas, nabi memuji makanan bukan hanya saat makan makanan yang enak, Nabi memuji makanan yang dianggapnya gak cocok dengan paduan makanan lain.
Sebaliknya, jika makanan yang dimakan tidak enak, maka diamlah, atau biarkan saja, bukan malah mencacinya.
عَنْ أبِي هُرَيْرَةَ قالَ: ما عابَ النَّبِيُّ – ﷺ – طَعامًا قَطُّ، إنِ اشْتَهاهُ أكَلَهُ، وإنْ كَرِهَهُ تَرَكَهُ.
“Dari Abu Hurairah RA, berkata, Rasul SAW tidak pernah mencela makanan. Jika ia menyukainya, ia memakannya, jika tidak, maka ia meninggalkannya.”
Jika ingin memberikan saran kepada pemilik makanan, maka sampaikan saran tersebut dengan baik, bukan dengan celaan atau caci maki.
Etika Sosial: Memuji Makanan adalah Sebuah Penghormatan
Selain sebagai bentuk ibadah, memuji makanan juga memiliki dimensi sosial. Memuji makanan yang disajikan oleh tuan rumah atau koki adalah bentuk penghargaan dan penghormatan. Hal ini bisa mempererat hubungan dan menciptakan suasana yang lebih hangat dan harmonis. Dalam penjelasannya tersebut, Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa memuji makanan adalah salah satu cara untuk menunjukkan adab dan akhlak yang baik dalam pergaulan.
Dengan memuji makanan, kita juga membiasakan diri untuk selalu bersyukur. Rasa syukur ini penting untuk membentuk pribadi yang selalu puas dan tidak mudah mengeluh. Imam An-Nawawi menekankan bahwa syukur atas makanan yang kita makan akan membawa berkah dan keberlimpahan dalam hidup kita.
Ala kulli hal, memuji makanan adalah praktik sederhana namun memiliki banyak makna mendalam dalam Islam. Kitab Al-Adzkar karya Imam An-Nawawi mengajarkan kita bahwa memuji makanan bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi juga bagian dari ibadah, etika sosial, dan bentuk syukur kita kepada Allah SWT.
Dengan memuji makanan, kita tidak hanya menghargai nikmat Allah, tetapi juga mempererat hubungan sosial dan membentuk pribadi yang penuh rasa syukur. Mari kita jadikan kebiasaan memuji makanan sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari kita, mengikuti contoh dari Rasulullah SAW dan arahan dari para ulama seperti Imam An-Nawawi. (AN)