Maimunah binti al Harits Istri Rasulullah SAW adalah salah satu perempuan yang sangat hebat. Rasulullah SAW pun memberi kesaksian atas kehebatannya. Dalam sebuah hadis riwayat Ibnu Sa’ad, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الأَخَوَاتُ مُؤْمِنَاتٌ: مَيْمُونَةُ زَوْجُ النَّبِيِّ، وَأُمُّ الْفَضْلِ بنتُ الْحَارِثِ، وسَلْمَى امْرَأَةُ حَمْزَةَ، وَأَسْمَاءُ بنتُ عُمَيْسٍ هِيَ أُخْتُهُنَّ لأُمِّهِنَّ
“Perempuan-perempuan beriman yang bersaudara adalah Maimunah istri Nabi, Ummul Fadhl binti al Harits, Salma istrinya Hamzah bin Abdul Muthalib, dan Asma’ binti Umais. Mereka semua saudara seibu”.
Rasulullah pernah memujinya dan para saudari-saudarinya sebagai perempuan beriman. Ia pun dikenal sebagai perempuan yang berilmu dan faqih, mencintai kebaikan, serta wanita yang bertakwa kepada Allah dan rajin menjalin hubungan silaturahim. Sebagaimana yang dikatakan ‘Aisyah radhiyallahu’anha dalam hadis riwayat al Hakim, “Demi Allah, ia adalah wanita yang paling bertakwa kepada Allah dan yang paling baik dalam menyambung tali silaturahmi”.
Baca juga: Benarkah Rasulullah Pernah Menikah Saat Ihram?
Ia adalah Maimunah binti al Harits al Hilaliyah, Ummul Mukminin, istri Rasulullah yang terakhir dinikahi. Nama aslinya adalah Barrah, lalu Rasulullah memberinya nama Maimunah setelah Beliau menikahinya. Maimunah merupakan perempuan bangsawan dari Bani Hilal. Ia adalah putri dari al Harits bin Hazn bin Bujair dan ibunya adalah Hindun binti Auf. Dua saudarinya merupakan istri dari paman Rasulullah, yaitu Ummu Fadhl Lubabah binti al Harits, istri dari ‘Abbas bin Abdul Muthalib, dan Salma binti al Harits, istri dari Hamzah bin Abdul Muthalib. Ia juga merupakan bibi dari sahabat Abdullah bin ‘Abbas dan Khalid bin Walid.
Menurut sebagian riwayat, sebelum menikah dengan Rasulullah, Maimunah pernah menikah dua kali. Suami pertamanya adalah Mas’ud bin ‘Amr ats-Tsaqafi. Pernikahan dengan suami pertamanya terjadi sebelum periode Islam, namun suami pertamanya ini menceraikannya. Ia kemudian menikah dengan Abu Ruhm bin Abdul Uzza, tetapi suami keduanya ini pun meninggal dunia.
Pernikahannya dengan Rasulullah terjadi pada tahun ketujuh Hijriyah. Kala itu, Rasulullah beserta para Sahabat dan kaum muslimin memasuki Mekah untuk melaksanakan ibadah umrah qada. Rasulullah diizinkan untuk menetap di sana selama tiga hari, sesuai dengan isi perjanjian Hudaibiyah sebelumnya.
Dengan keimanan yang masih disembunyikan, ia sangat senang dan bisa bernapas lega tatkala terwujudnya perjanjian Hudaibiyah. Sejatinya Maimunah tertarik dengan Islam sejak dulu, ia terpengaruh dengan keislaman saudarinya, Ummu Fadhl. Terwujudnya perjanjian Hudaibiyah, membuat Maimunah memberanikan diri untuk membuka ke-islam-nya. ia pun masuk Islam secara sempurna dan penuh kewibawaan serta ketulusan.
Maimunah pun bergegas menemui saudarinya Ummu Fadhl dan menceritakan keinginannya menjadi salah satu dari “Ummahatul Mukminin”. Ummu Fadhl pun membicarakannya kepada ‘Abbas dan diserahkan urusan itu kepadanya. ‘Abbas pun tanpa ragu menemui Rasulullah dan menawarkan Maimunah kepada Beliau. Rasulullah menerimanya dan menikahi Maimunah di Sharif setelah beliau menyelesaikan umrah, dengan mahar 400 dirham.
Dalam pendapat lain yang diriwayatkan oleh Abu ‘Umar, Rasulullah sendiri lah yang memiliki keinginan untuk meminang Maimunah. Beliau mengutus Ja’far bin Abi Thalib kepada Maimunah untuk melamarnya, lalu Maimunah mewakilkan urusan pernikahnya kepada ‘Abbas bin Abdul Muthalib.
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan, “Ada yang menyatakan bahwa Maimunah adalah wanita yang menyerahkan dirinya kepada Rasulullah, karena pinangan beliau sampai kepadanya saat ia sedang menunggangi unta miliknya. Ia lantas berkata, ‘Unta dan penunggangnya adalah milik Allah dan Rasul-Nya’.” Atas hal itu, Allah subhanahu wa ta’ala kemudian menurunkan Firman-Nya,
وَامۡرَاَةً مُّؤۡمِنَةً اِنۡ وَّهَبَتۡ نَفۡسَهَا لِلنَّبِىِّ اِنۡ اَرَادَ النَّبِىُّ اَنۡ يَّسۡتَـنۡكِحَهَا خَالِصَةً لَّـكَ مِنۡ دُوۡنِ الۡمُؤۡمِنِيۡنَ
“Dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi, jika Nabi ingin menikahinya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin”. (Qs. al Ahzab: 50)
Pernikahannya dengan Rasulullah, membuat Maimunah bergabung dengan istri-istri Rasulullah yang lainnya. Ia dan para Ummahatul Mukminin lainnya memiliki peranan dalam menyampaikan kehidupan rumah tangga Rasulullah kepada umatnya. Di antara tugas istri-istri Rasulullah adalah menyampaikan hukum-hukum syariat dan aktivitas-aktivitas Rasulullah yang tidak dilihat oleh masyarakat umum.
Sepeninggal Rasulullah, Maimunah aktif berdakwah, melalui aktivitas ibadah dan keilmuan agama. Maimunah dikenal sebagai perempuan yang berilmu. Keilmuannya dapat dinilai dari jumlah hadis yang ia riwayatkan. Ia juga dikenal dengan kegigihan dan keteguhannya dalam menegakkan perintah dan larangan Allah, karena ia meyakini bahwa kehidupan yang mulia jika kita mengamalkan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Baca juga: Ihwal Poligami Nabi Muhammad (3)
Salah satu bentuk keteguhan Maimunah dalam menegakkan hal tersebut diriwayatkan dari Yazid bin al Asham, ia berkisah, “Kala itu, salah seorang dari kerabat Maimunah datang mengunjungi rumahnya. Lalu Maimunah mendapati bau minuman keras pada saudaranya itu. Lantas ia pun berkata kepadanya, ‘Jika kamu tidak mau keluar menemui kaum Muslimin hingga mereka menderamu atau mensucikanmu, maka jangan pernah lagi datang menemuiku”.
Kecintaannya terhadap kerabatnya tidak menghalangi dirinya dalam berbuat adil kepada saudaranya. Ia tetap bersikap tegas terhadap kerabatnya. Inilah suatu perwujudan dari cinta dan benci yang dilandasi karena Allah semata.
Demikianlah sosok dari Maimunah binti al Harits al Hilaliyah, perempuan yang menjadi istri serta “Ummul Mukminin” terakhir yang dinikahi Rasulullah. Kisah hidupnya yang penuh inspirasi dan keutamaan serta kemuliannya yang patut diteladani. Kegigihannya dalam menegakkan syariat Islam dan keadilan tidak memandang apa pun, walaupun itu kerabatnya sendiri. Maimunah melakukannya hanya untuk mengharapkan ridha dari Rabb-nya semata. (AN)
Wallahu a’lam bi shawab.